Buat Apa Kuliah?

Setelah kejadian itu, Bapak menjual beberapa tanah yang kami miliki.

Ada dua tanah yang Bapak jual sehingga satu-satunya tanah yang kami punya hanya rumah dan peternakan Ayam di belakang rumah.

Dalam seminggu ini ia melihat keluarganya sangat berjuang untuk membebaskan Aa Asep.

Setiap hari ibu memasak makanan untuk dibawa ke Aa Asep.

Setiap Euis mau ikut Baik bapak maupun ibu selalu melarangnya.

" Jangan pamali Is " ucap ibu.

Beberapa tetangga ya melihat mobil polisi hari itu menanyakan Apa yang terjadi?

Beberapa orang memang peduli dengan keluarga kami, tapi sisanya hanya ingin tahu saja.

Sesuai dengan instruksi Bapak, Euis diminta untuk tidak bercerita apapun kepada siapapun.

Dan jika ada yang bertanya , Euis diminta bilang jika itu adalah sebuah pemeriksaan rutin untuk usaha ternak Bapak.

Walaupun sudah dibilang seperti itu, masih saja ada beberapa tetangganya yang tidak percaya dengan ucapan Euis.

Mungkin bukan jawaban itu yang mereka ingin dengar, entahlah.

Setelah dua minggu dari kejadian itu di suatu sore yang cerah, Euis baru saja pulang dari sekolahnya.

Dengan masih belum mengganti bajunya Euis langsung makan di meja makan ditemani oleh ibu.

Ibu sudah mulai beraktivitas kembali walaupun raut wajahnya masih saja sedih.

Bahkan selama Euis menceritakan tentang kegiatannya di sekolah, Ibu tidak menanggapi apapun.

Saat sedang makan Euis mendengar suara motor Bapak.

Ibu langsung keluar menghampiri Bapak yang ternyata tidak sendiri.

Bapak datang bersama Aa Asep, Ibu langsung memeluk Aa Asep dan tangisan merekapun pecah.

Ibu menenangkan Aa Asep dalam pelukannya, Bapak yang berdiri tidak jauh dari Ibu, melihat adegan itu dengan menahan air mata.

Dengan semua usaha Bapak, Akhirnya Aa Asep bisa berkumpul lagi bersama kami.

Euis menghampiri Aa Asep dan ikut memeluknya, walaupun Ia tidak pernah diceritakan langsung oleh kedua orang tuanya, tapi Euis tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Semenjak kejadian hari itu hubungan Euis dan Aa Asep menjadi sedikit lebih baik.

Mereka berdua jadi sering mengobrol dan Asep pun jadi sering di rumah.

Aa Asep mulai menanyakan bagaimana sekolahnya? Dan mau melanjutkan kuliah ke mana?

" Aa kan tahu si bapak nggak ngebolehin Euis untuk kuliah " Raut wajah Euis menjadi sedih.

" Coba sekarang kamu tanya sama Bapak, mungkin sekarang bapak sudah berubah pikiran, dulu Aa semper iri sekali dengan semua prestasi kamu, Aa mah kalah jauh "

" Kenapa harus iri, harusnya mah seneng atuh Euis berprestasi " Euis memasang wajah cemberut.

" Karena di luar sana Aa selalu dibanding-bandingkan sama kamu, Ya namanya juga masih kecil belum ngerti kan, jadi Aa mulai membenci kamu "

Ternyata ini yang menyebabkan Aa Asep menjauhi dirinya.

" Aa mulai malas belajar karena mikirnya nggak akan juga melebihi nilai kamu, dan karena Aa membiarkan rasa iri hati itu menguasai Aa, jadi apapun yang kamu lakukan Aa selalu nggak suka "

Aa Asep memandang jauh ke depan, menyesali kebodohannya sendiri karena mengorbankan masa mudanya dan larut dalam kebencian.

" Sampai akhirnya Aa mencoba barang haram itu, dan tertangkap polisi. Di situ Aa melihat ketika sedang kesulitan ternyata hanya keluarga saja yang peduli kepada kita "

Euis memeluk Aa Asep yang mulai meneteskan air mata, Euis tidak menyangka jika prestasi yang Ia raih selama ini malah menyakiti hati Kakaknya, dan Ia sangat sedih mengetahui hal itu.

" Maafin Euis ya Aa, Euis nggak tau kalau ternyata itu semua menyakiti Aa "

Aa Asep menggeleng " Itu semua bukan salah kamu Is, kamu sudah berada di jalan yang benar, Aa justru yang keluar dari jalur sendiri "

" Tapi Aa udah ga ngebenci Euis kan? "

" Sudah nggak Is, Aa sekarang sudah sadar san akan mendukung kamu untuk meraih mimpi-mimpi kamu "

Euis tambah erat memeluk Aa Asep, Ia merasa Kakaknya yang hilang kini datang lagi.

Berbekal dari dukungan Aa Asep, Euis akan berbicara dengan Bapak dan Ibu mengenai beasiswa kuliahnya malam ini.

Ia sudah merangkai kata bagaimana menyampaikan ini semua dengan bahasa yang mudah di mengerti.

Makan malam hari itu berlangsung lebih hangat dari biasanya.

Aa Asep dan Euis sudah mulai bercanda gurau, Ibu yang melihat itu semua merasa sangat senang.

Akhirnya kedua anak kesayangannya bisa akur kembali seperti sediakala.

Selesai makan, Euis membantu Ibu membersihkan bekas makan mereka.

Bapak dan Aa Asep tampak sedang mengobrol serius di meja makan.

Setelah mencuci peralatan makan, Euis bergabung di meja makan.

Dan setelah Bapak selesai berbicara, Euis mulai membuka obrolan.

Ia berdoa dulu sebelum memulai membuka obrolan.

" Pak..Bu, ada yang ingin Euis bicarakan " Ujar Euis yang masih tidak berani memandang wajah Bapak.

" Ada apa Is? " Tanya Ibu dengan tatapan yang lembut.

" Sebentar lagi kan Euis lulus, Euis mau melanjutkan kuliah ya Pak, Bu "

Euis sengaja tidak meneruskan kalimatnya, menunggu respon dari Bapak.

Ibu dan Aa Asep memandang ke arah Bapak, menunggu respon dari Bapak.

Bapak menyeruput kopinya dan memandang kearah Euis.

" Jawaban Bapak dari dulu dan sekarang sama, Tidak " Ucapan Bapak masih setegas dulu dan rasanya masih menyakitkan.

Kemungkinan ini sudah Euis pikirkan dari jauh-jauh hari.

" Kenapa Pak? Euis kan anak berprestasi Pak? Sayang kalau nggak di lanjut sekolahnya " Aa Asep mencoba membela Euis.

" Karena Euis perempuan, dan perempuan nggak perlu sekolah tinggi-tinggi, Ia hanya perlu menunggu jodohnya saja. Buat apa sekolah tinggi? Lihat Ibu kamu, tanpa sekolah tinggi juga bisa hidup bahagia "

" Beda zaman Pak, kalo sekarang sudah biasa perempuan sekolah tinggi Pak. Temen kampusku saja banyak yang perempuan " Aa Asep masih mencoba untuk membuka pikiran Bapak.

" Daripada kamu sibuk ngurusin hal begini, lebih baik kamu kuliah yang bener dan jangan membuat Bapak malu lagi seperti kemarin " Bapak berkata dengan tanpa emosi, tapi kata-kata Bapak berhasil membuat Aa Asep terdiam.

Euis bisa melihat Aa Asep menahan marahnya tapi Ia tidak bisa berkata apapun untuk membalas ucapan Bapak.

" Tapi aku dapat Beasiswa ke dokteran di Universitas Indonesia Pak, kuliahku gratis sampai aku lulus "

Jika orang tua lain pasti akan mengucapkan syukur dan memeluk putrinya karena merasa bangga.

Tapi berbeda dengan Bapak, tidak ada perubahan sedikitpun di wajah Bapak.

" Ini bukan masalah uang, Bapak mampu untuk menguliahkan kamu, cuma buat apa? Toh nanti ujung-ujungnya kamu jadi Ibu rumah tangga "

Euis tidak bisa lagi membendung air matanya, ucapan Bapak begitu menyakitkan.

" Sebegitu tidak berharganya perempuan di mata Bapak? " Ucap Euis terbata-bata.

" Bukan tidak berharga, tapi bukan kodrat perempuan untuk sekolah tinggi. Bapak harap ini terakhir kalinya kita bicara tentang hal ini "

Bapak beranjak dari meja makan, meninggalkan Euis yang menangis.

Ibu langsung memeluk Euis erat-erat, harusnya ini menjadi moment yang membahagiakan karena anaknya mendapatkan beasiswa kedokteran.

Tapi prinsip suaminya yang aneh itu membuat moment bahagia itu menjadi tidak ada artinya

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!