"Bagaimana ini Pa? Karan itu keras kepala, bagaimana kalau dia nekat" ucap Mamanya Karan cemas
"Kamu jangan takut hanya gertak saja, dia sudah terbiasa hidup mewah dia tidak akan sangup hidup kekurangan, temanya mungkin menampung dia sehari,dua hari selebihnya itu nggak mungkin" ucap Papanya Karan.
Pagi Hari suasana hening dimeja makan, tak ada percakapan, hanya dentingan garpu dan sendok yang memecah kesunyian.
"Karan, ini tawaran Papa yang terakir. Papa ijinkan kamu menikah diam-diam tapi harus nikah secara resmi baik agama maupun pemerintah, bagaimana apa kamu setuju?" tanya Papanya Karan.
"Ok, kalau itu Karan setuju" kata Karan
"Setelah ini aku akan meminta tinggal sendiri, agar aku bebas bahkan lebih bebas dari pada disini" batin Kara
ia tersenyum simpul dalam otaknya sudah tersusun seribu rencana, tinggal mengeksekusi aja.
"Kalau begitu persiapkan dirimu minggu depan kita ke rumah calon istrimu, jaga sikabmu jangan bikin malu Papa" titah Papanya Karan.
"Ok Pa, kalau begitu Karan ke kampus dulu" Pamit Karan pada kedua orang tuanya.
Sepanjang perjalanan ia tersenyum sendiri, membayangkan ia akan bebas seperti burung terbang tanpa pengawasan seperti selama ini yang dilakukan Papanya. Seperti mendapatkan Jackpot pagi ini ia melihat Nindy perempuan yang selalu ia bully sedang berjalan kaki seorang diri, dengan kecepatan tinggi ia ingin mengagetkan Nindy seolah-olah mau menabraknya.Dengan reflek Nindy langsung sat set dapat menghindar.
"Hei...kutu kupret!, keluar loe sini kalau berani hadapin gue!" teriak Nindy.Namun bukannya turun ia langsung tancap gas lagi
"Wush..." mobil meninggalkan Nindy, secepat kilat Nindy mengambil batu dan melemparkan kerah mobil Karan
"Pyarr...." kaca mobil Karan pecah, Karan langsung putar arah kearah Nindy
"Brengsek! Berani sekali kamu pecahin kaca mobilku, kamu tau berapa harga kaca mobil ini? Nyawamu saja tidak cukup untuk mengantinya" Maki Karan
"Ya, Karena nyawamu yang cukup untuk membayar mobil itu, jadi segeralah binasa agar mobilmu tidak rusak lagi" ucap Nindy tak mau kalah.
"Gue nggak mau tau, elu harus ganti kaca mobil gue , kalau enggak terpaksa gue laporin ke polisi" ancam Karan.
"Silahkan saja laporkan polisi, kalau kamu punya buktinya kalau mobil itu aku yang merusaknya, Makanya otak jangan taruh di dengkul, daerah sini nggak ada CCTV, Pikir!" ejek Nindy
"Kau pikir aku lemah dan bodoh seperti dirimu, ini mobil mewah si dashbord ada CCTV aku bisa pakai itu buat menjarain Kamu tolol!" Karan tak mau kalah
"Glek...." Nindy menelan ludah kasar
"Mampus gue!, kenapa nggak sampai kepikiran soal itu" batin Nindy ia menjadi jiper sendiri.
"Hahahah...hahahah, napa pucat begitu? Makanya jangan sok jagoan, sekarang kamu tau siapa gue" sombong Karan
"Aduh gimana ini, apa kata Bapak dan Ibu kalau aku dipenjara mereka pasti akan sedih dan malu" batin Nindy.
"Gue ada penawaran khusus buat elu, selama elu kuliah disini, elu harus jadi babu gue, dan harus ada kalau gue perintah, mengerti!" bentak Karan. Ia merasa diatas angin sekarang, perkara ganti mobil kaca itu hal yamg mudah baginya karena pihak asuransilah yang akan membantunya, yang penting sekarang dia punya mainan baru, ini adalah hal yang menyenangkan baginya.
Dengan langkah gontai Nindy berjalan ke Kampus, wajahnya pucat tanpa gairah. Soraya yang melihat itu sangat prihatin.
"Nindy loe kenapa? Sakit? pucet banget loh" ucap Soraya tampak khawatir
"Gue baik-baik aja, cuma tadi gue ada masalah sama laki-laki begundal itu" ucap Nindy lesu
"Bukanya itu sudah biasa?, tiap hari juga ribut melulu" tanya Soraya.
"Ini beda Soraya, tadi gue mecahin kaca mobil dia karena jengkel dia mau nabrak gue, terus gue lempar pake batu itu mobil" kata Nindy tertunduk sedih
"Nindy, elu dalam bahaya. Aduh berapa kali gue bilang jangan pernah berurusan sama dia, terus dia mau nuntut ganti rugi sama elu? Mau bayar pake apa?" Soraya sangat prihatin dengan sahabatnya.
"Itulah yang bikin gue bingung Aya, sebagai gantainya gue harus jadi jongos dia selama ngampus disini, gue nggak masalah, tapi masalahnya kalau jam kuliah Pak Hendra gue suruh ngebabu sama dia gue nggak bakal lulus" ucap Nindy sedih.
"Semua sudah terjadi Nindy, lain kali pikir dulu kalau mau lakukan sesuatu" saran Soraya.
Tak lama setelah itu Karan and the genk datang.
" Guys, sekarang gue punya jongos dikampus, hahahahhah" ucapnya pongah
"Hei kamu Babu!, cepat kesini bersihin sepetu gue" ucap Karan dengan nada memerintah
Mau tidak mau Nindy mendekat dan berjongkok membersihkan sepatu Karan
"Yang bersih! Dasar jongos begitu aja nggak bersih" umpat Karan. Yuda mengeryit heran kenapa Nindy kali ini tidak melawan padahal biasaya dia selalu melawan.
"Setelah ini, bawa tas gue masuk ke kelas!" perintah Karan
"Tapi, gue ada kelas" ucap Nindy
"Terus gue harus peduli gitu?, sekarang juga loe bawain tas gue kekelas!" perintah Karan tak terbantahkan.
"Ah sial, hari ini gue bener-bener apes!, mana gue nggak bisa ngelawan lagi, aduh bentar lagi Pak Hendra masuk, gimana ini gue bisa-bisa gue nggak diijinin masuk kelas Pak Hendra, Ya Tuhan tolonglah hamba" batin Nindy
Yuda yang melihat Nindy diperlakukan seperti itu, tidak tega melihat Nindy namun ia juga tidak bisa terang-terangan membantu Nindy.Dia berpikir keras bagaimana caranya Nindy bisa bebas dari Karan. Setibanya di kelas saat Karan hendak memerintahnya lagi, tiba-tiba Yuda punya Ide supaya Nindy segera bisa pergi dari tempat ini.
"Karan, bukanya hari ini elu harus menghadap Dekan karena masalah perkelahian elu kemarin ya" kata Yuda.
"Bukanya Nanti siang itu?" kata Karan santai
"Sial, dia inget lagi. Ahhh gue punya Ide gue akan suruh om Rendra panggil Karan sekarang biar Nindy bisa bebas, maafin gue sob" batin Yuda kemudian ia mengetik pesan langsung ke Omnya yang kebetulan Dekan kemahasiswaan untuk memanggil karan sekarang.
"Nindi, sekarang elu...." belum sempat Karan memberi perintah selanjutnya seorang mahasiswa datang untuk menyampaikan pesan bahwa Karan ditunggu diruang dekan, tak lama kemudian Karan langsung bergegas keruang Dekan.
"Nindy, cepatlah pergi sebelum ia kasih perintah yang lebih gila lagi" ucap Yuda pada Nindy
"Makasih Kak" kata Nindy, ia langsung berjalan setengah lari menuju kelasnya ia takut ketingalan dan tidak bisa mengikuti kuliah.
"Hoh...hoh...hoh" nafas Nindy tersengal-sengal sampai dikelas jarak kelas Karan dan Nindy cukup jauh beruntung sampai dikelasnya dosenya belum datang.
"Alhamdulillah gue belum telat" ucap Nindy bersyukur karena ia bisa mengikuti kuliah tepat waktu.Tak lama kemudian Dosen datang, perkuliahan berjalan lancar begitu kuliah selesai Nindy dan Soraya hendak ke perpus melewatu lapangan Basket, dan kebetulan Karan and the genk sedang bermain basket disana.
"Ah...sial dia lagi, dia lagi habis ini gue pasti dikerjain" batin Nindy
"Bugh...." bola basket sengaja dilempar kearah Nindy namun dengan gesit Nindy bisa menghindar.
"Hei...jongos, siapa suruh menghindar?Ini juga termasuk hukuman elu, jadi elu nggak boleh menghindar termasuk kalau gue lempar pala loe pakai bola basket" ucap Karan
"Nggak gini juga kali" protes Nindy
"Mau protes?, berani kamu ya!" tantang Karan.
"Bu...bukan begitu" jawab Nindy terbata.
"Tetap disitu, dan elu nggak boleh menghindar saat gue lempar bola kekepala loe yang nggak berguna itu" ucap Karan.
Tbc....jangan lupa kasih like, coment, vote juga favorite ya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments