Bab 3 — Jebakan

“Mau ke mana, Bu?” tanya Lylia saat lift itu semakin naik dan bukan menuju lantai kamar mereka.

“Diam dan ikuti saja!” hardik Eudora.

Sesampainya di lantai sepuluh, Eudora menyeret tangan Lylia dengan keras dan sedikit kasar. Tiba di sebuah kamar Eudora langsung mendorong Lylia masuk tanpa menjelaskan sepatah kata pun.

“Bu!” teriak Lylia sedikit keras karena tubuhnya yang terdorong hampir limbung jika tak segera berpegangan.

Pintu tertutup dan terkunci dari luar. Lylia berteriak memanggil ibunya, tetapi jelas wanita paruh baya itu sudah tidak ada di depan pintu lagi.

“Apa sebenarnya maumu, Bu?!” teriak Lylia frustasi. Sialnya lagi dia tidak membawa ponsel hingga tak bisa menghubungi siapa pun.

“Aku jelas inginnya dirimu, Lylia! Sejak dulu bahkan hingga detik ini.”

Suara lain yang menyahut membuat Lylia menegang. Dia berjalan mendekat dan bola matanya membulat sempurna melihat siapa yang tengah duduk di atas ranjang dengan satu kaki terangkat.

“Apa yang kau lakukan di sini, Stef?” tanyanya, “jangan bilang kau terlibat dengan rencana ibuku.” Tembaknya tepat sasaran.

Pria itu tersenyum miring dengan mata mengerling nakal. “Kau sudah tahu jawabannya, Sayang.”

Lylia mengepalkan kedua tangannya marah. Bisa-bisanya sang ibu melakukan ini padanya.

“Jangan bermain-main Stef! Cepat keluarkan aku dari sini.”

“Coba saja jika kau bisa!”

Lylia segera berjalan menuju nakas yang ada di samping ranjang. Ada telepon di sana, dia berniat menghubungi resepsionis untuk meminta bantuan. Namun, belum sempat panggilan terjawab, Stefen sudah mencengkram lengannya dan menarik tubuhnya kasar.

Stefen mencabut kabel telepon dan melempar telepon itu ke sembarang arah.

“Sial! Apa yang kau lakukan?!” teriak Lylia semakin marah.

Lylia mundur beberapa langkah saat Stefen semakin mendekat. Tangan pria itu langsung memeluk tubuhnya dengan erat. Lylia jelas memberontak, tetapi kekuatan wanita tak akan sebanding dengan seorang pria. Apalagi pria itu telah dikuasai nafsu yang telah membumbung tinggi.

“Aku menginginkanmu, Lylia.”

“Lepaskan aku, Stef. Kau tak boleh melakukan ini. Kita berteman.”

“Kau yang menganggap demikian. Tidak denganku. Aku mencintaimu dan menginginkanmu. Kau menolak dan memilih pria rendahan itu. Kau menyakiti hati dan harga diriku, Nona Richards,” bisik Stefen sambil mencium cuping telinga Lylia.

Lylia gemetar. Dia marah sekaligus merasa hina saat tangan pria itu menggerayangi tubuhnya.

“Tolong jangan lakukan ini. Aku mohon.”

“Aku suka saat kau memohon. Tapi memohon lah untuk sebuah kepuasan, Lylia.”

Lylia menggeleng. Menggigit tangan Stefen hingga pelukan itu terlepas. Dia mundur dan menjauh berusaha kabur. Namun, saat akan berlari ke kamar mandi kakinya tersandung karpet hingga membuatnya tersungkur.

Lylia meringis merasakan nyeri di pergelangan kakinya.

“Brengsek!” teriak Lylia saat tubuhnya diangkat dan dilempar di atas ranjang oleh Stefen.

Teriakan Lylia sama sekali tak dipedulikan. Stefen sudah dikuasi gairah sekaligus amarah. Tangannya dengan kasar merobek gaun yang dipakai Lylia hingga terlihat tubuh bagian atasnya terkoyak.

Jeritan kesakitan dan kepiluan yang keluar dari bibir Lylia bagaikan nyanyian penuh cinta di telinga Stefen.

Gila.

Brengsek.

Begitulah jika otak telah dikuasai oleh nafsu. Bukan cinta seperti yang diucapkan. Justru obsesi yang menghancurkan.

“Jangan Stef! Kumohon! Jangan lakukan apa pun yang akan membuatku membencimu,” ujar Lylia lirih. Air matanya tumpah tak terbendung lagi.

"Terlambat Lylia.”

“Argh!!!”

Beberapa kali Xavier melirik jam tangan. Sudah hampir tiga puluh menit Lylia pergi dan belum kembali. Tiba-tiba perasaannya tak enak.

“Belum juga ada satu hari kalian berpisah. Kau sudah merindukan cucuku rupanya,” canda Federick menggoda. Pria tua itu jelas memperhatikan raut cucu menantunya yang kelihatan tak nyaman.

“Cucumu itu istriku, Kek. Tentu aku selalu merindukannya,” balas Xavier membuat Federick terkekeh pelan.

Dasar anak muda.

Mata Xavier menangkap keberadaan Eudora bersama suaminya. Keningnya berlipat heran. Bukankah mertuanya itu tadinya bersama Lylia. Lalu kemana istrinya?

“Kakek tunggu sebentar. Aku mau mencari Lylia.”

Xavier segera bangkit dan pergi tanpa menunggu jawaban Federick. Dia berjalan menghampiri mertuanya yang tengah berbincang dengan orang-orang.

“Bu, di mana Lylia?” tanya Xavier mengalihkan perhatian mereka.

“Kau suaminya. Seharusnya kau yang lebih tahu di mana istrimu,” jawab Eudora sinis.

“Kau yang pergi bersamanya.”

Eudora mengangkat bahunya acuh tak acuh dan mengabaikan kehadiran Xavier.

“Sayang sekali putrimu harus menikah dengan pria rendahan ini. Jika saja memungkinkan aku pun menginginkan Nona Kedua Richards menjadi menantuku,” ujar seorang wanita kenalan Eudora.

“Sungguh malang aku harus punya menantu pria tidak berguna.” Eudora mengatakannya dengan keras. Membuat beberapa orang di sekitar menoleh dan melirik ke arah Xavier.

Merasa tak mungkin mendapatkan informasi. Xavier segera keluar dari ruangan dan terlihat menghubungi seseorang.

“Retas CCTV Hotel Diamond dan cari keberadaan istriku! Lima menit!”

Brak!

Stefen tampak terkejut saat mendengar suara keras yang mengganggu. Belum sempat tubuhnya berbalik, dia merasakan sesuatu menghantam punggungnya hingga tersungkur.

Xavier berdiri dengan tatapan membunuh saat melihat apa yang terjadi di depan matanya.

Lylia terkapar lemah dengan mata terpejam. Ada berbagai luka di wajah dan bekas kissmark di seluruh dadanya. Hal itu semakin membuat kemarahan dalam diri Xavier bangkit. Dia memukuli Stefen membabi buta tanpa ampun.

Setelah membuat Stefen tak berdaya, Xavier segera menghampiri sang istri dan menutupi tubuhnya dengan jas yang dipakai.

“Lylia ... kau dengar suaraku?” Tangan itu menepuk pelan pipi Lylia yang kebiruan.

“Jangan!!!” teriak Lylia histeris dan mundur dengan wajah penuh ketakutan.

“Hei, Sayang. Tenanglah ... ini aku ... Xavier ... suamimu.”

Tangis Lylia semakin keras. Dia menggelengkan kepala berulang kali saat matanya benar-benar menangkap keberadaan Xavier yang nyata.

“Aku kotor, Vier.”

“Tidak, Sayang.”

“Dia telah menyentuhku.”

“Aku akan membunuhnya untukmu.”

Mendengar jerit ketakutan Lylia membuat emosi Xavier kembali memuncak. Dia menoleh dan menatap tubuh Stefen yang terkulai tak sadarkan diri setelah memuntahkan darah segar. Dia akan membunuh pria itu dengan tangannya sendiri.

Namun ....

“Jangan Vier!” cegah Lylia menangkap tangan suaminya. Meskipun dia ingin Stefen lenyap tapi dia tak ingin suaminya terkena masalah.

Xavier menahan diri. Dia menggenggam tangan Lylia erat dan menariknya mendekat. Membawanya ke dalam pelukan dan menciumi seluruh wajahnya yang penuh lebam.

“Sakit?”

Lylia menggeleng pelan. “Aku lebih baik mati jika dia benar-benar melakukannya.”

“Jangan katakan itu, Sayang. Pria itu yang pantas mati.”

Saat keduanya masih berpelukan saling menguatkan. Tiba-tiba terdengar langkah kaki berlarian dan flash kamera menyala merekam apa yang terjadi di dalam kamar.

Pekikan terkejut tak terelakan. Sepasang suami istri saling berpelukan di atas ranjang dan satu pria terkapar di lantai. Pemandangan di kamar itu sangat buruk.

“Ada apa ini? Lylia ... kekacauan apa yang kau lakukan! Memalukan!”

To Be Continue ....

Terpopuler

Comments

Rifa Endro

Rifa Endro

ibu yg nggak ada akhlak. jangan dicontoh ya sayang

2024-05-25

1

Zuraida Zuraida

Zuraida Zuraida

kok ada mak durjana

2023-06-03

1

ℑ𝔟𝔲𝔫𝔶𝔞 𝔞𝔫𝔞𝔨-𝔞𝔫𝔞💞

ℑ𝔟𝔲𝔫𝔶𝔞 𝔞𝔫𝔞𝔨-𝔞𝔫𝔞💞

kenapa ada ibu yg gila spt eudora , menjebak anak sendiri..
gak punya otak

2023-05-13

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!