"Beri aku pembersih tangan!" Ruby memberikan tangannya pada Lily agar Lily memberinya penyanitasi tangan. Menyentuh orang asing ditambah miripnya gadis kecil itu dengan seseorang yang pernah ia kenal, Ruby merasa jijik.
Lily segera memberikan semprotan penyanitasi tangan seperti yang Ruby minta. Masih bagus Ruby hanya meminta pembersih tangan, tidak meminta untuk membersihkan gadis kecil itu. Jika itu benar-benar terjadi, betapa malangnya nasibnya.
Tahu apa yang Lily pikirkan, Ruby menyeringai. "Kau takut aku menyingkirkannya?"
Lily tersentak. Pertanyaan itu mungkin biasa saja bagi Ruby, namun bagi dirinya, pertanyaan itu membuat jantungnya hampir melompat dari tubuhnya. "Pembunuhan itu ilegal, Nyonya." Maksudnya Ruby tidak boleh membunuh orang atau membuat kekacauan.
Ruby terkekeh. "Lalu kenapa kau khawatir? Aku warga negara yang baik dan taat hukum." Ia berkata dengan percaya diri.
Lily menyernyit. Baik dan taat hukum? Sejak kapan Ruby menjadi orang yang baik dan taat hukum? Jika ada yang mendengar, mereka pasti akan menertawakannya.
Mereka naik ke lantai dua kemudian melangkah masuk ke suite pintu ketiga. Setelah Ruby masuk, Lily menutup pintunya kembali.
Aroma anggur yang ringan dan halus mencapai hidung Ruby. Wanita cantik itu mendongak dan apa yang memasuki garis pandangnya adalah siluet seorang pria.
Visual Vidrian Christensen (sumber; pinterest.com)
Pria itu mengenakan setelan jas serba hitam. Di tempat duduknya, dia menyesap anggur dengan tenang saat dia berbicara dengan asistennya yang duduk di sampingnya. Wajahnya yang familiar membuat Ruby tercengang.
Sosok itu..
Sudah berapa lama?
Sudah cukup lama, tidak, sangat lama, lama sekali. Delapan tahun. Tapi kenapa sosok yang ia pikir sudah tenggelam di dasar tanah muncul di sini? Di depannya? Kenapa? Apakah dunia sedang mempermainkannya?
Ruby mencengkeram erat tasnya. Tubuhnya yang semula santai perlahan menegang dan giginya menggeretak tanpa sadar.
Dalam ingatannya, sosok itu adalah sumber rasa sakitnya.
Jika ada yang bertanya, apa yang lebih menyakitkan, apakah di tinggalkan oleh orang yang dicintai atau di bunuh secara tidak langsung oleh seseorang yang sangat dicintai?
Karena Ruby sudah merasakan kedua emosi itu, ia bisa dengan mudah menjawab yang kedua.
Meski kehilangan seseorang yang di cintai sepenuh hati sangat menyakitkan, namun bukan apa-apa jika dibandingkan dengan dibunuh oleh orang yang dicintai. Bahkan rasa sakitnya lebih dari yang bisa di rasakan.
Jadi, kenapa, untuk apa dia muncul lagi di depannya? Apakah belum cukup semua itu? Apakah masih belum cukup menyakitinya hingga hampir menghilangkan nyawanya?
Mengabaikan berbagai macam emosi di hatinya, Ruby menekankan sekali lagi bahwa keberadaannya di sini bukan untuk bernostalgia. Lagipula tidak ada yang indah tentang masa lalu. Kedatangannya ke sini untuk membahas tentang kerjasama bisnis senilai dua milyar dolar dengan CEO SVN.
Ya, benar. Bisnis adalah bisnis. Perasaan pribadi, tidak ada kaitannya. Namun jika benar ini adalah bisnis, mungkinkah orang itu adalah orang penting yang harus ia temui? CEO SVN?
Ruby melirik Lily.
Lily mengangguk kecil. Menyiratkan bahwa ini tempat yang benar dan tidak ada yang salah tentang ini.
Ruby menarik nafas sedikit sebelum akhirnya mempercepat langkahnya. Ia duduk di kursi lembut di seberang pria itu. Ia meletakkan tasnya di kursi samping dan hendak melihat ke atas ketika secara tak terduga, pria di seberangnya juga melirik pada saat yang sama.
Untuk sesaat, mereka berbagi kebingungan.
Ruby dengan cepat kembali ke akal sehatnya. Wajahnya yang cantik tercengang sesaat saat perasaan benci melintas di matanya yang jernih.
Kenyataannya bukan hanya Ruby yang tercengang. Vidrian, selaku orang yang akan mendiskusikan tentang kerjasama dengan Diedrich Group, tidak kalah tercengang.
Vidrian memandang Ruby dan sesuatu juga melintas sebentar di matanya yang tak terduga. Sesuatu yang sangat besar menghantam dirinya dan ia sedikit linglung selama beberapa saat sebelum berkata dengan jelas kepada orang di sampingnya, “Lakukan yang terbaik dan jangan buang waktu lagi untuk itu." Suara rendahnya sedikit serak, jauh namun sangat menawan, dan sangat menenangkan telinga.
Dengan satu kalimat itu, Vidrian mengakhiri obrolan dengan asistennya dan menatap lekat wanita yang duduk di depannya. Sesuatu yang aneh benar-benar mengusiknya. Jantungnya berpacu cepat, matanya berubah merah dan tanpa sadar tangannya bergetar. Karena tidak bisa menghentikan getaran itu, ia menutupinya dengan tangannya yang lain.
Belum pernah ia selemah ini. Tidak, kecuali di depan satu orang. Tetapi orang itu sudah pergi, meninggalkannya. Mustahil sosok yang selalu tinggal di pikirannya tiba-tiba muncul di depannya.
Vidrian menundukkan kepala.
Ini pasti mimpi.
Mimpi indah yang akan berakhir begitu ia bangun.
Ia terkekeh.
Benar.
Lagipula sejak kapan gadis itu menjadi begitu berbeda?
Ia berusaha menghibur dirinya sendiri dengan cara yang sama sejak delapan tahun lalu. Meski agak menyedihkan, rupanya ia sudah terbiasa dengan hal itu.
Ia menaikan kepalanya. Namun apa yang memenuhi garis pandangnya masih sesuatu sama. Sosok familiar yang selalu ia harapkan, sosok yang selalu melekat dalam ingatan. Jadi, apakah ini bukan mimpi?
Wanita di depannya memiliki paras yang cantik. Mengenakan pakaian formal, wanita itu memiliki penampilan yang halus dan elegan. Rambutnya yang panjang dan indah diikat tinggi di belakang, sementara beberapa helai tipis jatuh di dahinya dengan cara yang sulit diatur. Wanita itu memiliki mata yang indah dan tampak sangat menawan.
Wanita itu benar-benar kecantikan yang nyata. Saking cantiknya ia takut semua itu hanya ilusi. Ilusi indah yang pada akhirnya akan membawanya pada kekecewaan, lagi dan lagi.
Vidrian termenung dan selama periode ini gejolak di hatinya tak terlukiskan. Banyak pertanyaan tumpang tindih di kepalanya, namun pada akhirnya tidak ada yang bisa ia lakukan selain menekan emosi rumit di hatinya.
Vidrian mengunci pandangannya pada Ruby. "Rubika, lama tidak berjumpa." Hanya satu kata, namun mengandung banyak arti. Kerinduan, kebahagiaan, harapan, semua bercampur menjadi satu.
Lain yang Vidrian pikirkan, lain pula yang Ruby rasakan.
Jika ada yang mampu membaca isi pikiran Ruby, maka dia dapat melihat betapa kebencian mengakar kuat dalam dirinya. Wajahnya yang merah sudah mengatakan segalanya. Namun sulit bagi orang lain mendeteksi karena wajahnya tidak menunjukkan emosi apapun. Wajahnya setenang malam dan tatapannya sejernih embun pagi.
Sekilas lihat orang akan melihat bahwa Ruby baik-baik saja. Namun sungguh tidak ada yang tahu betapa hatinya bergejolak dan rasa ingin membunuh menggelora di dalam dirinya.
Jika bisa, ia ingin membunuh pria di depannya dengan tangannya sendiri dan menjadikan pria itu sebagai santapan binatang peliharaannya di Amerika. Dengan begitu, mungkin kebencian dalam hatinya sedikit berkurang.
Namun semua tidak semudah itu. Pria di depannya adalah CEO perusahaan SVN. Pria itu menjanjikan keuntungan yang besar dari kolaborasi bisnis yang mereka tawarkan di dunia fashion. Sebagai wanita yang ambisius dan gila harta, ia tidak akan melewatkan kesempatan sebagus itu. Tidak peduli apa, tidak peduli siapa, bisnis ini akan tetap berjalan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Chiisan kasih
vidualnya hot banget ew hehehe
2023-07-06
0
A̳̿y̳̿y̳̿a̳̿ C̳̿a̳̿h̳̿y̳̿a̳̿
meleleh lihat visual akang vidrian🤭😍😍
2023-06-22
4
Rahmadina
Kak novel Tatiana bangaimana kelanjutannya
koq ngilang🤔🤔
2023-06-05
3