Di Ujung Dendam
Malam gelap, diiringi hembusan angin kencang terus menemani perjalanan malam itu. Dengan perasaan gelisah, seorang gadis terus mencengkram kuat lengan pengawal yang ada disampingnya. Air mata sudah tumpah tidak tertahankan, dan membuat wajahnya menjadi sembab.
Namun, semua kekhawatiran yang sejak tadi memenuhi pikiran gadis itu benar-benar terjadi. Semua sudah terlambat, kedatangan mereka sangat terlambat.
"Mama, Papa, Kakak! Tidak, tidak. Semua ini tidak mungkin terjadi."
Gadis itu berteriak dengan sekencang mungkin, dan terus berteriak. Sampai seketika ...
"Nona, Nona muda. Bangun lah."
Terdengar suara pelayan yang mencoba untuk membangunkan nona mudanya. Terlihat jelas kekhawatiran diwajah sang pelayan melihat kondisi sang nona seperti itu.
"Ha, Hah."
Seorang gadis tersentak kaget, dan mencoba untuk bangun dengan nafas yang masih tersengal sengal.
Dengan sigap pelayan itu langsung memberikan segelas air untuk gadis itu, dan dengan secepat kilat air itu kandas tidak tersisa.
"Apa Nona baik-baik saja?" Rose bertanya dengan raut wajah khawatir
"Aku nggak apa-apa," jawabnya gadis itu dengan datar.
"Apa perlu saya panggilkan Dokter Arya, Nona?"
"tidak!" tolak gadis itu dengan cepat. Dia lalu beranjak bangun dan berjalan ke arah kamar mandi.
Rose hanya bisa menundukkan kepalanya, dan perlahan keluar dari kamar itu untuk menyiapkan sarapan bagi nona mudanya.
Tak.
Tak.
Tak.
Suara heels sepatu yang berbenturan dengan lantai menggema di dalam rumah. Dengan penuh karisma dan keanggunan, terlihat seorang gadis berparas cantik dengan tatapan tajam sedang menuruni anak tangga.
Mendengar langkah kakinya, membuat beberapa pelayan berbaris rapi untuk menyambutnya yang sedang berjalan ke arah dapur.
"Selamat pagi, Nona," sapa Alex dan para pelayan secara bersamaan.
Gadis itu menjawab sapaan mereka dengan anggukan kepala, dan mengatakan kalau dia ingin sarapan di taman.
Dengan sigap, para pelayan menyiapkan sarapan untuk nona mudanya. Mereka segera memindahkan hidangan yang tersaji di atas meja ke taman yang ada di samping rumah.
Pagi yang cerah, harus dilalui dengan perasaan yang menyakitkan untuk seorang gadis bernama Liora Grazielle. Gadis muda yang bahunya sekuat baja. Beban kehidupan yang harus dipikulnya, menjadikan dia sosok yang keras dan berpendirian. Langkah nya yang tak pernah goyah membuat para musuh hilang tak bersisa.
Namun, pagi ini mata yang biasa menatap dengan tajam kini terlihat sedikit menggantung mendung. Helaan nafas lelah juga terus terdengar, membuat semua orang menatap khawatir.
Para pelayan bahkan Alex sekalipun tidak ada yang berani mendekatinya, mereka hanya memperhatikan Liora dari kejauhan.
Sebenarnya mereka tahu apa yang sedang Liora pikirkan saat ini, sudah jelas terbaca dari sorot matanya yang selalu mendung saat memikirkan kedua orangtua.
"Tuan Alex, saya mohon tolong bicara lah kepada nona," ucap Rose dengan mata berkaca-kaca.
Mendengar ucapan Rose, Alex hanya bisa membuang nafas kasar, karena dia tidak bisa melewati batasannya. Jujur saja, dia juga khawatir pada nona mudanya. Namun, dalam situasi seperti ini. Dia tidak bisa langsung mendekati Liora, apalagi nona mudanya paling tidak suka jika ada yang mengganggu disaat gadis itu seperti ini
"Apa yang harus aku lakukan?" Alex merasa bingung. Dengan cepat dia mengambil ponsel pintarnya untuk menelpon seseorang.
Tut, Tut.
Setelah dua kali berdering, terdengar seseorang mengangkat telepon Alex di sebrang sana.
"Datanglah ke rumah nona sekarang juga!"
Tanpa menunggu jawaban dari lawan bicaranya, Alex langsung memutuskan panggilannya. Terdengar helaan nafas lega, karna berhasil menemukan ide terbaik yang ada di muka bumi.
Sementara itu, ditempat lain seseorang yang menerima panggilan telpon dari Alex dibuat kalang kabut, karna laki-laki itu mematikan telepon seenaknya sendiri.
Walau merasa kesal, laki-laki itu tetap harus melakukan apa yang Alex katakan. Dengan cepat dia menyambar jaket dan kunci mobil, lalu segera berangkat ke rumah Leora.
Tanpa terasa, air mata menetes membasahi wajah cantik Liora saat ini. Tepukan dibahu seketika menyadarkannya dari lamunan.
"Kau melamun lagi?" tanya lelaki yang tak lain adalah Arya, sahabat kakaknya sekaligus dokter yang selama ini merawat Liora. Dia jugalah laki-laki yanh tadi ditelepon oleh Alex.
Rupanya Arya mengendarai mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata, hingga sekejap saja dia sudah sampai dirumah Liora. Bersyukur sampai di rumah itu, dan bukannya di dunia lain.
"Aku nggak melamun," bantah Liora sembari menghapus air mata yang masih membekas di wajahnya.
Arya tersenyum sambil mengacak-acak rambut Liora. "Iya-iya, kau nggak melamun." Dia mencebikkan bibir dengan nada mengejek.
Dengan ekspresi kesal, Leora menepis tangan Arya dari kepalanya. "Jangan sentuh rambutku!"
Arya hanya cengengesan saja melihat kekesalan Liora. "Begini lebih baik, Liora. Daripada kau harus diam dan memendam semuanya sendiri."
Sama seperti apa yang dirasakan Arya, Alex dan pelayan tersenyum melihat kekesalan nona muda mereka. Semua itu jauh lebih baik dari pada melihat Liora diam, dan hanya termenung dengan pandangan kosong.
Setelah diam sejenak, perlahan Arya mendekati Liora untuk mencoba berbicara padanya.
"Apa yang sedang kau pikirkan, Liora ?" tanyanya pelan.
"Entahlah," jawab Liora acuh.
Huft. Arya menghela nafas kasar menghadapi Leora, cukup susah untuk membuat wanita itu lebih terbuka.
"Rose bilang kau mimpi buruk tadi malam," ucap Arya pelan mencoba untuk memancing Liora.
"Sudahlah, aku tidak mau membahas ini."
Liora beranjak bangun dari kursi dan berjalan ke arah Alex, tentu saja membuat Arya terdiam dan mengikuti langkah wanita itu.
Namun, seketika Leora berhenti secara mendadak dan berbalik mengagetkan Arya yang berjalan sambil berpikir.
Arya yang kaget langsung menabrak Liora, tetapi untungnya ada Alex yang sigap menangkap mereka sehingga tidak terjatuh.
Dengan kesalnya Arya berteriak pada Liora. "Apa yang terjadi sih? Kenapa kau berbalik tiba-tiba?" Dia menatap tajam.
Liora hanya diam dan acuh atas omelan Arya, sedangkan Arya dan Alex saling menatap dengan bingung.
"Bagaimana keadaan kakakku sekarang?"
Deg
Mendengar pertanyaan Liora, membuat mereka harus ekstra hati-hati untuk menjawabnya. Salah sedikit saja maka mereka tidak akan lepas dari amukan wanita itu.
"Em ... yah baik seperti biasa. Kita akan tetap melakukan yang terbaik untuknya," jawab Arya pelan.
Mendengar jawaban Arya, membuat Liora hilang semangat. "Sampai kapan kakakku akan seperti itu?" Dia mulai merasa putus asa.
Alex dan Arya tau benar bagaimana perjuangan Liora selama ini untuk kesembuhan sang kakak. Sudah berbagai cara dilakukan, tetapi keberuntungan sepertinya belum berpihak pada mereka.
Liora lalu melangkahkan kakinya untuk keluar dari rumah, dan terus berjalan ke arah mobilnya berada.
"Tetap disampingnya, Lex. Jangan biarkan dia sendirian," perintah Arya sambil terus mengikuti Liora.
"Baik."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Bundanya Pandu Pharamadina
ijin marathon mbak Author🙏
like favorit
👍❤❤❤❤
2023-12-10
0
Mispan
kejer target ya thoooor... semangaaat ya akak....💪💪💪
2023-05-04
0
Aditya HP/bunda lia
dapet notif langsung meluncur
2023-05-04
0