Karena ketampanan, ketenaran, dan kekayaan milik kedua orang tua Andy, ia mampu terkenal di lingkungan sekolahnya, terutama kaum wanita.
Andy dan Andreas berjalan melewati lapangan sekolah bak seperti seorang model, tangannya melambai ke semua murid wanita bersorak kepadanya. Namun, ada sosok wanita telah menunggunya dengan tatapan sinis dari dalam kelasnya.
“ANDY PRATAMA, KAU MEMANG LELAKI IDAMANKU!” sorakan para murid wanita kepada Andy.
“KALIAN SEMUA JUGA WANITA IDAMANKU! JANGAN LUPA KIRIMKAN FOTO TANPA HIJAB KALIAN KE NOMOR WA KU!” sahut Andy meninggikan nada suaranya, lalu terdengar balasan dari berbagai murid wanita di luar kelas.
Langkah kaki Andy terhenti di depan kelasnya, dahinya mengernyit heran saat melihat teman sekelasnya tertib tanpa suara.
“Bro, kenapa mereka semua diam seperti mayat hidup?” tanya Andy menyikut lengan Andreas.
“Mana aku tahu! Aku, kan datang bersamaan denganmu,” sahut Andreas mengarahkan pandangannya ke dalam kelas, mencaritahu penyebab teman-temannya terdiam dan pura-pura sibuk dengan buku pelajaran mereka.
Bola mata Andreas membulat sempurna saat mendapati Karina ada di dalam kelas mereka, duduk di antara beberapa murid wanita.
“Sial! Ada guru bk yang membagongkan,” celetuk Andreas berbisik.
“Apa! Guru bk kita seperti dugong? Mana sih, aku penasaran,” cetus Andy melangkah masuk ke dalam kelas, sorot matanya memandang satu-persatu teman sekelasnya.
Dari bangku kelas paling belakang, Karina melambaikan tangannya, tak lupa senyuman penuh arti diberikan untuk Andy.
Melihat wanita memakai seragam dinas itu adalah Karina, Andy berbalik badan, kakinya ingin melangkah cepat keluar dari dalam kelas. Namun, Karina sudah lebih dulu berlari, dan menghadang jalan Andy.
“Coba katakan sekali lagi,” pinta Karina membuat Andy menolehkan pandangannya ke Andreas.
Tidak ingin ikut campur urusan Andy dan Karina, Andreas melangkah pelan menjauh dari Andy sembari melambaikan tangannya, dan duduk di kursinya.
“Kawan dajjal! Kau tinggalkan aku seorang diri bersama dengan dugong ini!” umpat Andy tanpa suara, hanya gerakan bibir namun bisa terlihat jelas di mata Andreas.
Andreas tidak menjawab, ia hanya melambaikan tangannya, mengangguk patuh kepada Karina seolah tidak mengenal Andy.
Pandangan Andy terputus karena Karina menjewer daun telinga kanan Andy.
“Mari ikut dugong ke ruangan bk,” gumam Karina ternyata mendengar umpatan Andy dan Andreas mengatakan dirinya dugong.
“Auw! Sakit bu guru cantik!” rengek Andy.
Karina tidak memperdulikan rengekan Andy, tangannya masih terus menjewer daun telinga Andy sampai mereka masuk ke ruang bk.
Sesampainya di ruang bk, Karina melepaskan tangannya dari daun telinga Andy, ia pun duduk di kursi kerjanya, dan Andy berdiri di depan meja dengan tangan mengusap-usap daun telinganya memerah bekas jeweran Karina.
“Jahat kali ibu samaku,” cetus Andy masih mengusap daun telinga nya.
“Sudah sembuh?” tanya Karina berbasa-basi, sorot matanya tertuju pada kedua lengan Andy di penuhi dengan hansaplast.
“Ternyata ibu beneran guru bk di sekolahku,” gumam Andy.
“Iya, memang saya masih baru di sini, sekitar 3 bulan lah,” sahut Karina sambil membuka buku daftar nama-nama siswa bermasalah di sekolah itu. “Hem, saya penasaran kenapa kamu suka bolos. Boleh kamu jelaskan?” tambah Karina setelah mendapatkan data kenakalan milik Andy.
“Cuman merasa jenuh aja,” sahut Andy sembari menarik kursi dan mendudukkan dirinya di sana.
“Eh, siapa yang suruh kamu duduk di situ?” celetuk Karina memukulkan ujung rol ke tangan Andy hingga Andy tersentak berdiri.
“Yaelah, cuman duduk doang bu! Nggak kasihan melihatku yang masih merasakan sakit di kedua lututku akibat mengelak tabrakan dengan mobil ibu tadi malam,” sahut Andy mendudukkan dirinya kembali.
“Tidak boleh! Kamu harus tetap berdiri sebagai hukuman kamu telah mengejek saya dengan sebutan dugong!” hardik Karina sambil menggebrak mejanya.
Dengan terpaksa Andy berdiri, menahan luka belum sembuh di kedua lututnya.
“Gitu aja sakit hati. Dari pada aku bilang ibu wanita malam,” cetus Andy tanpa berpikir.
Karina mengepal kedua tangannya, berulang kali ia menarik nafas untuk menenangkan pikiran dan hatinya agar tidak emosi.
“Kalau ingin marah, marah aja bu. Lagian aku sudah terbiasa mendengar omelan dan makian dari orang dewasa,” celetuk Andy sambil membuang mata jengah nya ke sisi lain.
Karina terdiam, dahinya mengernyit, ingin bertanya lebih banyak apa penyebabnya Andy seperti ini. Namun, Karina masih menahannya, bertanya secara perlahan sekaligus ingin memahami keadaan Andy.
“Lain kali kamu harus sopan saat berbicara kepada orang yang sopan kepada kamu. Sekali lagi saya tanya, kenapa kamu tidak masuk sekolah selama hampir seminggu?” lanjut Karina kembali ke inti permasalahan.
“Belajar itu membosankan. Lagian, kalau aku rajin masuk sekolah dan mendapatkan nila bagus, tidak ada juga yang akan memujiku. Semua orang hanya tahu memuji ketampananku, dan uang yang aku miliki, maksudnya uang Papaku,” sahut Andy santai.
“Kalau melakukan sesuatu hanya ingin mengharapkan pujian, kenapa kamu tidak memberitahunya kepada kedua orang tuamu. Berikan kertas…” ucapan Karina terhenti saat Andy menggebrak meja kerja Karina.
“Bukannya sudah aku katakan jika aku TIDAK MEMILIKI ORANG TUA! Mama telah meninggal, dan Papa sibuk menabur benih dengan wanita-wanita di luar sana! Kenapa kau masih ingin mengungkitnya!” hardik Andy tersulut emosi, kedua bola matanya membesar dan memerah menatap wajah terkejut Karina.
Karina terdiam sejenak, lalu bibirnya menarik senyum manis, kemudian tangannya pun melayang ke pipi Andy.
Plaak!
“Berbicaralah dengan sopan kepada orang yang berbicara sopan kepadamu,” gumam Karina kembali mengingatkan Andy dengan suara lembutnya.
Andy terdiam, sebelah pipinya terasa kebas dan panas.
“Hahaha, ternyata seperti ini rasanya mendapatkan tamparan dari tangan seorang wanita!” ucap Andy di sela tawa kuatnya.
Karina kembali mengernyitkan dahinya, ia benar-benar tidak habis pikir melihat sikap Andy. Tidak putus asa, Karina kembali mempertanyakan pertanyaan itu kembali kepada Andy.
“Andy, jika di rumah kamu tidak memiliki seseorang, maka saya siap untuk mendengar semua keluhan kamu. Sekali lagi saya bertanya, kenapa kamu bisa bolos selama itu?”
“Sudah aku katakan, aku bolos sekolah karena aku bosan, dan aku ingin mencari kesenanganku sendiri. Tentang ibu mau mendengarkan curahanku!”
Andy menggantung ucapannya, mendekatkan wajahnya ke wajah Karina hingga nanar kedua mata mereka bertemu.
“Jangan sok baik deh, ibu! Tutur kata ibu mengingatku dengan beberapa wanita mainan Papa saat bertemu denganku!” lanjut Andy membuat Karina kembali menamparnya hingga kedua pipinya memerah.
“Apa selama ini kamu merasa puas dengan memilih jalan seperti itu?” tanya Karina masih lembut.
Andy mengepal kedua tangannya, tidak tahan dengan semua pertanyaan Karina, kedua kakinya pun melangkah pergi dari ruangan Karina. Kali ini Karina tidak menahan Andy, ia membiarkan Andy pergi begitu saja.
“Apa yang sebenarnya terjadi pada Andy?” gumam Karina penasaran.
Sepanjang kaki melangkah menuju ruang kelasnya, Andy terus mengumpat kesal.
“Dasar wanita tua. Pantas saja di bilang guru dugong, ternyata kekuatannya sangat kuat seperti dugong. Sakit sekali kedua pipiku ini, kenapa tidak sekalian membunuhku saja. Berlagak sok baik. Dasar wanita aneh!”
.
.
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
JIAAHHH, TDI NGAKUNYA TIDAK SAKIT😁😁😁😁😁
2024-02-27
1
nowitsrain
Bukan sok baik bocah, da itu udah kerjaannya sebagai guru BK 😌
2023-09-30
1
nowitsrain
Nah, gitu dong digaplok, biar enggak tuman
2023-09-30
0