Mereka yang Kesepian

Sejak kecil, Olin tinggal di sebuah rumah mewah dengan fasilitas yang lengkap. Apa yang dia butuhkan, semuanya akan tersedia dalam waktu singkat karena dia memiliki setidaknya 3 asisten pribadi untuk dirinya sendiri. Mereka berbagi tugas, saling bekerja sama untuk menyiapkan apa saja yang dibutuhkan oleh Olin agar gadis itu merasa puas.

Ketika pertama bertemu dengan Olin di bangku perkuliahan, Arsenio tidak tahu kalau Olin telah menjalani kehidupan yang seperti itu. Karena ketika itu, Olin sudah tinggal sendirian di sebuah unit apartemen kelas menengah. Tidak mewah-mewah amat, tetapi juga bukan termasuk ke dalam kategori apartemen budget yang biasa disewa oleh mahasiswa biasa seperti mereka waktu itu.

Arsenio tidak tahu pasti apa yang membuat Olin akhirnya memutuskan untuk keluar dari rumah. Sampai sekarang pun, Olin tidak pernah bercerita dan Arsenio juga tidak punya keberanian untuk mengulik lebih banyak. Selama berpacaran, Arsenio hanya selalu menyediakan telinga tanpa pernah bertanya. Bukan karena tidak peduli, tetapi karena ia tahu Olin memang seperti itu. Bahwa perempuan itu hanya akan membagikan hal-hal yang dirasa perlu dan menyimpan yang lain untuk dirinya sendiri.

“Stiker yang di situ kayaknya udah harus diganti, udah pudar dan banyak yang mengelupas.” Arsenio menunjuk stiker bintang-bintang yang tertempel di langit-langit kamar Olin.

Olin yang sedang mengeringkan rambutnya mendongakkan kepala, memandangi langit-langit kamarnya sebentar. “Enggak perlu. Aku enggak mau apa pun yang udah kamu pasang harus hilang dari tempatnya.” Ujar gadis itu, kemudian ia melanjutkan kegiatannya yang tertunda.

“Aku bisa pasang yang baru buat kamu.” Yang laki-laki menawarkan. Bukan perkara sulit untuk menempelkan stiker-stiker yang baru. Apa pun itu, asal Olin senang, akan Arsenio lakukan.

Namun, Olin malah menggeleng tanpa ragu. “Yang baru enggak akan sama kayak yang lama. Apalagi, stiker itu kamu pasang di sana pas di hari ulang tahun aku empat tahun lalu. Itu emang bukan hadiah ulang tahun dari kamu, tapi aku udah anggap itu lebih spesial dari set perhiasan yang kamu kasih waktu itu.”

Arsenio terdiam, tidak lagi mendebat.

Bisingnya suara hair dryer yang sedang bekerja mengeringkan helaian rambut Olin menjadi satu-satunya hal yang terdengar selama beberapa lama. Olin masih berkutat dengan benda itu, sedangkan Arsenio memilih untuk kembali menekuri langit-langit kamar Olin.

Pada siang hari, stiker bintang-bintang itu hanya akan terlihat seperti stiker biasa berwarna putih dan biru. Namun saat malam tiba, dan Olin telah mematikan lampu di kamarnya, stiker itu akan mengeluarkan cahaya putih dan biru yang cantik. Benar-benar serupa hamparan langit malam yang membentang luas di depan mata.

Waktu itu, empat tahun lalu, Arsenio berinisiatif memasangkan stiker-stiker itu karena Olin bilang dia sedang mengalami masa-masa sulit yang membuatnya sering tidak bisa tidur. Olin bercerita, untuk mengatasi hal itu, dia sering duduk dalam waktu yang cukup lama di balkon apartemen, memandangi langit malam sampai puas hingga hatinya perlahan terasa lebih baik dan bisa pergi tidur.

Terlalu banyak menghabiskan waktu bersama terpaan angin malam yang ganas tidak akan berdampak baik untuk Olin jika dilakukan terus-menerus. Maka mencari alternatif yang bisa membuat Olin seakan tengah memandangi langit di luar sana selagi ia berbaring adalah pilihan yang terbaik. Dan, iya, stiker-stiker itu menjadi pilihan yang Arsenio ambil kemudian.

“Gal,” suara Olin terdengar hanya dua detik setelah suara bising hair dryer menghilang. Arsenio menolehkan kepala cepat, hanya untuk dibuat mematung di tempat ketika gadis itu menatapnya dengan sorot mata yang—tidak baik.

Kesepian tergambar jelas di sana. Seperti ada kolase kejadian acak yang silih berganti hadir dari sana, menyuguhkan pedih yang terlalu sulit untuk dimengerti oleh mereka yang tidak benar-benar merasakannya.

“Galandra,” panggilnya lagi. Kali ini, kabut bening mulai tampak bermunculan.

Sudah cukup Arsenio melihat Olin menangis, ia tidak ingin melihatnya lagi. Jadi sebelum bibir itu berkata lebih banyak, Arsenio berderap mendekat. Ia bersimpuh di kaki Olin, meraih kedua tangan perempuan itu lalu menggenggamnya begitu erat.

“Aku tahu,” bisik Arsenio setelah mengecup kedua punggung tangan Olin yang halus. “Aku enggak akan ke mana-mana, Olin. Aku janji.”

Sebab tidak ada alasan lain mengapa kesepian yang sudah lama dipelihara itu kembali datang jika bukan karena sang empunya rumah sedang ketakutan. Arsenio tahu Olin lagi-lagi mempertanyakan bagaimana posisi dirinya setelah ini. Gadis itu lagi-lagi merasa khawatir, bahwa Arsenio mungkin akan pergi.

“Sekalipun harus pergi, aku akan tetap kembali ke kamu. Karena sejauh apa pun seorang pengembara pergi, dia akan tetap pulang ke rumahnya. Kamu rumahku, Lin. Aku enggak punya tempat lain untuk dituju selain kamu.” Dan itu bukan sekadar bualan belaka. Olin adalah rumah bagi Arsenio, dan ia yakin akan terus kembali kepada Olin tak peduli sejauh apa pun ia pergi.

Di dalam genggaman, tangan Olin menghangat. Sementara kabut bening yang membayang sudah meluruh entah sejak kapan. Pada akhirnya, gadis itu tetap menangis. Kesepian itu tetap membuatnya meringis.

...🥀🥀🥀🥀🥀...

Dari ujung kepala sampai ujung kuku jari kaki, Arsenio menguliti penampilan Anara seakan-akan gadis itu adalah seorang maling yang tertangkap basah menyelinap masuk ke dalam rumahnya.

Setengah jam yang lalu, Anara menelepon Arsenio, mengabarkan bahwa ibundanya ada di rumah dan mencari di mana keberadaan dirinya, dan bahwa Anara telah berbohong mengatakan Arsenio sedang pergi ke supermarket. Anara sudah meminta Arsenio untuk setidaknya mampir membeli sesuatu agar ibunya tidak curiga, namun agaknya permintaan itu sama sekali tidak masuk ke telinganya karena kini Arsenio datang dengan tangan kosong.

“Mana Bunda?” tanyanya dingin usai kembali menatap Anara dengan sorot mata tajam.

“Di halaman belakang.” Anara menjawab, berusaha tetap tenang meski sebenarnya ia merasa gugup setengah mati karena Arsenio masih tidak berhenti menatap tajam ke arahnya.

Kemudian tanpa mengatakan apa-apa, Arsenio lantas pergi begitu saja, mengayunkan langkah lebar seperti dia sama sekali tidak ingin Anara bisa mengikuti gerak langkahnya. Sementara di tempatnya berdiri, tidak ada yang bisa Anara lakukan selain meyakinkan diri bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Setelah cukup lama terdiam dan bergelut dengan pikirannya sendiri, Anara pun beranjak. Satu demi satu langkah terayun. Degup jantungnya perlahan meningkat seiring dengan lebih dekatnya ia dengan lokasi di mana Bunda menunggu Arsenio pulang.

Lalu saat mendengar suara Arsenio yang berbicara dengan Bunda, langkah Anara terhenti. Berbeda dengan ketika sedang berbicara dengan Anara, nada suara Arsenio lembut sekali saat menyapa ibunya. Mungkin, nada itu juga yang selalu lelaki itu gunakan untuk berbicara dengan kekasihnya. Anara pikir, mungkin memang hanya kepadanya Arsenio selalu bicara dengan nada yang dingin.

Halaman belakang dari rumah yang Anara dan Arsenio tinggali memang tidak terlalu besar, namun tempat itu sangat cocok digunakan bersantai bahkan ketika matahari sedang bersinar begitu tinggi.

Hampir seluruh bagian bawahnya berhiaskan rumput Jepang yang hijau, sementara pada bagian yang tidak ditumbuhi rumput, diletakkan beberapa batu khusus yang disusun sedemikian rupa—membentuk jalur setapak untuk sampai pada pagar di ujung halaman.

Terdapat satu meja bundar dengan 3 buah kursi kayu di bagian pinggir dekat kolam ikan koi di sebelah kiri halaman. Di sanalah Bunda menunggu Arsenio sejak tadi. Tak jauh dari sana, ada beberapa pohon Tabebuya dengan kelopak bunga berwarna kuning mentereng yang menarik perhatian. Beberapa kelopak bunga berguguran, sebagian ikut terbawa angin hingga masuk ke dalam kolam, sebagian lagi berceceran di atas rerumputan—menimbulkan pertemuan warna yang kontras.

Anara termenung cukup lama di ambang pintu belakang. Di seberang, Arsenio dan Bunda masih berbincang. Suara mereka masih terdengar, namun ia tidak bisa menangkap dengan pasti apa yang sekiranya sedang mereka bicarakan.

Tak ingin mengganggu momen kebersamaan ibu dan anak itu, Anara pun memutuskan untuk pergi. Kembali ke dalam rumah, membawa sepi yang datang menghampiri untuk dia nikmati seorang diri.

Bersambung

Terpopuler

Comments

Fenti

Fenti

sabar Anara, hidup akan indah pada waktunya

2023-05-30

2

Fenti

Fenti

terus Anara rumah singgah gitu 😏

2023-05-30

1

lihat semua
Episodes
1 Pendahuluan
2 The Beginning
3 New Life
4 Mereka yang Kesepian
5 Keributan Tengah Malam
6 Jarak Kita Masih Jauh
7 Jika Itu Butuh Waktu, Tidak Apa-apa
8 Nanti
9 Asalkan Tidak Dibenci
10 Haruskah Merasa Senang?
11 Know Nothing
12 Abu-abu
13 Tak Diundang
14 That's Okay
15 Akankah Semuanya Menjadi Lebih Baik?
16 The Next Morning, When Everything Get Strarted
17 Unappreciated
18 Teman yang Hilang
19 Kenapa Mereka Tidak Berjodoh?
20 Tertuduh
21 Apology
22 Regrets
23 Photograph
24 Damai
25 Not Normal
26 Sudden Attack
27 Being Friends
28 Arsenio (Menyebalkan) Galandra
29 Kembali ke Masa Lalu
30 It's All About Anara
31 Di Balik Senyumnya, Dia Banyak Menangis
32 Cross The Line
33 Membaik?
34 Nothing Has Changed
35 Kabur
36 She Still His Number One
37 Mengungsi
38 Sakit
39 Si Menyebalkan
40 Dijemput Paksa
41 Kalang Kabut
42 Keep This As a Secret
43 Ketahuan
44 Berantakan
45 Bertemu Kembali
46 Bertahan Atau Tinggalkan
47 Persimpangan
48 Labil
49 New Chapter
50 Do You Like Her?
51 Reason
52 Menjadi Orang Tua
53 All For The Baby
54 Dangerous
55 Extremely Different
56 Kehilangan
57 We're Not Live in Disney Land
58 Try Again
59 Restart
60 Meet Her
61 A Goodbye
62 Still No
63 Whatever
64 Sisi Lain
65 Titik Balik
66 Arsenio (Gila) Galandra
67 Go to The Heaven With You
68 I'll Do Anything For You
69 Pulang
70 Kembali
71 Above The Sky
Episodes

Updated 71 Episodes

1
Pendahuluan
2
The Beginning
3
New Life
4
Mereka yang Kesepian
5
Keributan Tengah Malam
6
Jarak Kita Masih Jauh
7
Jika Itu Butuh Waktu, Tidak Apa-apa
8
Nanti
9
Asalkan Tidak Dibenci
10
Haruskah Merasa Senang?
11
Know Nothing
12
Abu-abu
13
Tak Diundang
14
That's Okay
15
Akankah Semuanya Menjadi Lebih Baik?
16
The Next Morning, When Everything Get Strarted
17
Unappreciated
18
Teman yang Hilang
19
Kenapa Mereka Tidak Berjodoh?
20
Tertuduh
21
Apology
22
Regrets
23
Photograph
24
Damai
25
Not Normal
26
Sudden Attack
27
Being Friends
28
Arsenio (Menyebalkan) Galandra
29
Kembali ke Masa Lalu
30
It's All About Anara
31
Di Balik Senyumnya, Dia Banyak Menangis
32
Cross The Line
33
Membaik?
34
Nothing Has Changed
35
Kabur
36
She Still His Number One
37
Mengungsi
38
Sakit
39
Si Menyebalkan
40
Dijemput Paksa
41
Kalang Kabut
42
Keep This As a Secret
43
Ketahuan
44
Berantakan
45
Bertemu Kembali
46
Bertahan Atau Tinggalkan
47
Persimpangan
48
Labil
49
New Chapter
50
Do You Like Her?
51
Reason
52
Menjadi Orang Tua
53
All For The Baby
54
Dangerous
55
Extremely Different
56
Kehilangan
57
We're Not Live in Disney Land
58
Try Again
59
Restart
60
Meet Her
61
A Goodbye
62
Still No
63
Whatever
64
Sisi Lain
65
Titik Balik
66
Arsenio (Gila) Galandra
67
Go to The Heaven With You
68
I'll Do Anything For You
69
Pulang
70
Kembali
71
Above The Sky

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!