Hari pertama menjadi seorang istri, yang Anara lakukan justru memasak untuk dirinya sendiri. Arsenio sudah pergi, pagi-pagi sekali menyetir mobilnya entah ke mana, Anara sama sekali tidak diberitahu. Meski begitu, sepertinya ia tahu. Lelaki itu mungkin datang menemui pacarnya, yang kemarin telah dia buat menahan tangis sepanjang berlangsungnya acara.
Menilik lebih jauh soal kekasih Arsenio, Anara akan mengatakan bahwa; ia jatuh cinta kepada perempuan itu bahkan sejak pandangan pertama. Olin cantik. Definisi cantik menurut standar kecantikan yang dijunjung tinggi di Indonesia. Tubuhnya tinggi semampai, mungkin hampir menyentuh angka 165? Jika dibandingkan dengan Anara yang hanya setinggi 158 senti, Olin jelas terlihat jauh lebih tinggi. Rambutnya panjang sepunggung, lurus dari akar sampai ke perpotongan leher sementara sisanya bergelombang cantik, warna cokelat terang—Anara tidak tahu apakah dia mewarnainya atau itu memang warna asli rambutnya.
Lalu, iris matanya berwarna hazel, cukup menarik perhatian siapa saja yang bertemu dengannya untuk pertama kali. Bibir penuhnya berwarna merah, meski Anara tahu itu berkat bantuan lipstik, entah kenapa ia yakin warna aslinya juga tidak akan jauh berbeda. Kulitnya putih mulus, seputih salju yang kerap turun di negara-negara empat musim. Dan yang paling menarik perhatian Anara adalah aroma parfum yang Olin gunakan. Aroma mawar, dan itu adalah salah satu koleksi dari merek mahal yang tentu bagi Anara akan butuh banyak pertimbangan untuk membelinya.
Sempurna. Begitulah Anara menggambarkan bagaimana sosok gadis cantik itu di matanya. Sayangnya, kesempurnaan itu harus ternoda dengan kehadiran Anara yang—merebut kekasihnya.
Apa pun yang terjadi di dunia ini pasti memiliki alasannya tersendiri. Tidak ada yang kebetulan, sebab Tuhan tahu apa-apa saja yang harus berjalan di semestanya yang luas. Anara percaya pada kalimat itu lebih banyak daripada ia percaya kepada dirinya sendiri.
Namun kini, Anara jadi balik bertanya-tanya, apa kiranya alasan dari terjadinya perjodohan dan hadirnya ia sebagai orang ketiga di dalam hubungan sepasang kekasih yang saling cinta? Untuk menguji kekuatan cinta mereka kah, atau hanya sekadar untuk membuat Anara mengerti bahwa cinta saja tidak pernah cukup memberikan jaminan bahwa sepasang kekasih akan berakhir hidup bersama di dalam ikatan sakral pernikahan?
Anara menarik napas dalam-dalam, membiarkan pasokan oksigen memenuhi dada hingga menggembung sebelum akhirnya ia embuskan kembali dengan helaan super pelan.
“Jangan menyesali apa pun, An. Sebab sekali satu hal berubah dari masa lalu, maka hal-hal lain di masa depan akan turut berubah dan itu belum tentu lebih baik dari apa yang sudah kamu dapatkan.”
“Tapi, gimana kalau hal-hal yang terjadi itu justru memang sebaiknya enggak terjadi sama sekali?”
“Enggak mungkin seperti itu. Kalau ada skenario yang lebih baik, Tuhan pasti akan memilih untuk merealisasikannya. Apa pun itu, An, itu adalah yang terbaik. Percaya sama Papa."
“An percaya,” setidaknya, hanya itu yang bisa Anara katakan kepada dirinya sendiri. Kepala nya masih sibuk menerka ada alasan apa di balik semua ini, tapi ia akan tetap percaya bahwa skenario yang ini memang sudah yang paling baik. Persis seperti yang selalu papanya katakan ketika Anara mulai menanyakan apa saja yang terjadi di dalam hidup ini.
Jika diteruskan, renungan ini tidak akan selesai bahkan sampai nanti lewat tengah malam. Jadi selagi bisa, Anara segera menarik diri. Kemudian, ia mulai membereskan piring bekas makan, membawanya ke wastafel untuk dicuci dan dikembalikan ke tempat yang semula.
Selesai melakukan pekerjaan kecil itu, Anara tidak memiliki rencana apa pun untuk dilakukan. Rumah tempat ia tinggal sekarang masih sepenuhnya asing. Ia juga tidak yakin boleh menjelajah untuk mencari tahu lebih banyak sebelum mendapat izin dari Arsenio. Jadi, Anara tidak akan ide untuk melakukannya. Atau dia mungkin akan kembali menjadi bulan-bulanan lelaki itu.
Anara hendak berjalan kembali ke kamar, ketika bel di pintu depan berbunyi nyaring dan ia terpaksa membelokkan langkah ke arah sana. Pukul sembilan, masih teralu pagi untuk menerima tamu, namun Anara tetap membukakan pintu karena siapa tahu saja itu adalah tamu penting.
Dan ternyata, dugaan Anara tidak meleset terlalu jauh. Sebab yang kini berdiri di hadapannya adalah Sarah, ibunda Arsenio yang kini juga merupakan ibu mertuanya.
“Hai, Sayang.” Sapa wanita berambut sebahu itu seraya tersenyum.
Anara hanya membalas sapaan itu dengan senyum tipis, lalu menggiring Bunda masuk ke dalam rumah selagi perempuan itu menggamit lengannya begitu erat.
“Arsen mana?” tanya Bunda.
Otomatis, langkah Anara terhenti. Ia tidak mungkin mengatakan kepada Bunda bahwa Arsenio sudah pergi sejak pagi, dan ia sendiri bahkan tidak tahu di mana pastinya lelaki itu berada sekarang, benar? Kalau dilakukan, itu namanya bunuh diri.
“An? Kok malah melamun?”
Anara terkekeh canggung. “Arsenio lagi keluar Bun, katanya mau ke supermarket beli beberapa kebutuhan.” Bohongnya, sebab tidak mampu mencari alasan yang lebih baik.
Kening Bunda tampak berkerut karena jawaban Anara, entah kenapa. “Tumben.” Gumam perempuan itu.
Membiarkan Bunda terdiam lebih lama hanya akan membuat pertanyaan lain yang kemungkinan tidak bisa dihadapi bermunculan. Maka untuk mencegahnya, Anara segera menarik lengan Bunda menuju dapur, membujuknya untuk duduk sebentar mencicipi masakan yang sengaja ia buat lebih banyak sambil memikirkan bagaimana caranya menyuruh Arsenio segera pulang.
...🥀🥀🥀🥀🥀...
Di dalam dekapan Arsenio, Olin tak banyak bergerak. Hidung mancungnya yang terus mengendus leher sang kekasih yang terbuka sama sekali bukan sebuah gangguan. Bagi Arsenio, itu justru sesuatu yang menyenangkan.
“Kamu enggak tidur sama dia, kan?”
Percaya atau tidak, tapi Olin sudah menanyakannya sebanyak 12 kali sejak pertama kali Arsenio muncul di hadapan perempuan itu tiga jam yang lalu. Padahal, jawaban yang Arsenio berikan masih sama; tidak. Tetapi Olin seakan tidak puas dan berencana untuk terus menanyakannya kepada Arsenio, sebanyak apa pun yang dia bisa.
“Enggak atau belum?”
“Enggak, Sayang. Enggak akan. I promise I won’t touch her, even just the slice of her hair. “ Ucap Arsenio, berusaha meyakinkan. “Kamu enggak perlu khawatir, aku milikmu, kayak yang aku selalu bilang.”
Olin tidak menyahut. Ia menenggelamkan wajahnya kian dalam di dada bidang Arsenio, tangannya pun bergerak memeluk kekasihnya lebih erat, seakan tidak ingin melepaskan lelaki itu sama sekali. Seakan ini adalah kesempatan terakhir bagi mereka untuk bisa saling mendekap satu sama lain.
Arsenio tahu kata maaf tidak akan berarti banyak, jadi ia berhenti mengatakannya tepat setelah menyadari itu. Setelahnya, yang bisa diusahakan adalah untuk tidak menyakiti Olin lebih banyak. Untuk tidak meremukkan hatinya lebih parah. Untuk tidak membuatnya luluh lantak.
“Aku milikmu, Lin. Selalu, dan selamanya akan terus begitu.” Kelopak mata Arsenio kemudian tertutup, bersamaan dengan mengeratnya pelukan di tubuh Olin yang menguarkan aroma mawar dari Bvlgari Omnia Amethyste yang dia semprotkan di beberapa bagian tubuhnya. Arsenio selalu suka aromanya, menenangkan—sama seperti bagaimana Olin selalu punya seribu satu cara untuk membuat keresahannya menghilang.
“Gal,” Olin memanggil dari dalam pelukan.
Arsenio hanya berdeham, masih enggan membuka mata atau sekadar melonggarkan pelukan. Sementara masih di dalam pelukan, Olin tidak kunjung melanjutkan ucapannya bahkan sampai hampir satu menit kemudian.
“Kamu tahu, kan, kalau aku cuma punya kamu di dunia ini?” adalah kalimat pertama yang Olin lontarkan setelahnya. Dada Arsenio terasa sesak mendengarnya, namun ia tetap menganggukkan kepala dan akhirnya membuka mata.
Olin bukan yatim piatu seperti Anara. Kedua orang tuanya masih hidup, bahkan dalam gelimang harta. Ayahnya merupakan pemilik perusahaan penyiaran terbesar di Indonesia, sementara ibunya adalah kepala rumah sakit di sebuah rumah sakit elite tempat para pejabat dan kaum jetset mempercayakan penanganan kesehatan mereka. Olin memiliki satu kakak laki-laki yang usianya enam tahun lebih tua dan seorang adik laki-laki yang usianya baru menginjak 16 tahun.
Mungkin, kalian akan berpikir menjadi Olin terlihat mudah karena dia adalah satu-satunya anak perempuan yang ada di dalam keluarga. Dimanja, dielu-elukan, diprioritaskan.
Akan tetapi, kalian salah.
Menjadi satu-satunya anak perempuan justru membuat Olin terasingkan. Meski zaman sudah modern dan kesetaraan gender sudah lantang dibahas di mana-mana, kedua orang tua Olin masih saja menganut paham bahwa anak perempuan tidak bisa diharapkan untuk mewarisi apa yang sudah ada di dalam keluarga.
Memimpin perusahaan? Kakak laki-laki Olin yang sudah terjun lebih dulu ke dalam dunia bisnis jelas menjadi pilihan yang lebih baik. Meneruskan jejak sebagai dokter andal yang jabatannya terus naik dari waktu ke waktu, dan dielu-elukan oleh semua orang karena kompetensi yang tidak perlu diragukan? Tidak bisa juga. Olin memiliki kondisi di mana dia tidak bisa masuk ke jurusan kedokteran sehingga mau tak mau, dia malah berakhir mengambil jurusan ekonomi sebagai gantinya.
Intinya, Olin selalu merasa bahwa dia ada, namun keberadaan hanya sebatas pelengkap di keluarga. Hanya agar dia bisa dipamerkan kepada kerabat dan kolega sebagai anak yang cantik dan manis. Hanya seputar itu. Apa yang orang tuanya selalu banggakan kepada orang-orang hanya seputar kecantikan fisik Olin yang bisa dibilang jauh di atas rata-rata.
Di luar, hidup Olin tampak sempurna. Tidak ada yang tahu bahwa di dalamnya, Olin sudah sekarat dan hampir mati saking seringnya dia merasa tidak berharga.
“Aku cuma punya kamu, Galandra. Jadi tolong, tolong jangan pernah kamu punya pikiran untuk meninggalkan aku.”
Enggak akan, Olin. Tetapi Arsenio tidak berhasil mengatakan itu. Lidah lelaki itu mendadak kelu.
“Satu tahun. Dua tahun. Lima belas tahun sekalipun kamu harus terjebak di dalam pernikahan ini, aku enggak peduli. Asal jangan pernah lepasin aku. Asal kamu enggak pernah ninggalin aku sendirian.” Pintanya lagi. Penuh kesungguhan yang terpancar jelas dari kedua bola matanya.
Arsenio tidak menjawab, hanya kembali menarik tubuh Olin dan memeluknya lebih erat. Benar, yang harus Arsenio lakukan hanya tidak meninggalkan Olin sendirian. Maka seharusnya, ia bisa melakukan itu, benar?
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Dewi Payang
Pemikiranmu salah Olin....
2023-10-04
1
Dewi Payang
Arsenio dan Olin mengukir luka untuk mereka sendiri, sdh tahu Arsenio udah punya isteri.
2023-10-04
1