Hana berjalan mendekati Dennis yang seorang diri sedang memperhatikan dan memilih menu makanan di meja prasmanan.
Hana berdiri tepat di samping pria itu yang memegang piring hendak mengambil makanan. "Dapat darimana pakaian sebagus itu?"
Dennis sekilas memperhatikan pakaiannya lalu menatap Hana dan tersenyum tipis. "Ini dari Paman Alpha dan Bibi Astrid."
"Oh."
Dennis kembali melanjutkan mengambil makanan.
Hana bersedekap dada, "Aku tuh tak suka kamu berpakaian seperti itu!"
"Apa ada yang salah, Nona?" tanya Dennis sopan.
"Iya, semua orang jadi memperhatikanmu dan memujimu. Ingat, posisi kamu sekarang!"
"Iya, Nona. Saya sadar hanya seorang sopir," ujar Dennis.
"Bagus kalau kamu sadar!" Hana kemudian berlalu.
Hana lagi-lagi dibuat kesal ketika Dennis berbicara dengan Harsya dan Randy tampak berbincang masalah bisnis.
Anaya sedari tadi memperhatikan tatapan putrinya lebih sering melihat Dennis lantas berkata, "Kenapa lihatnya seperti itu?"
"Bu, kenapa ayah dan paman begitu akrab sekali dengannya?"
Anaya tersenyum, "Memangnya kenapa? Mereka juga sering bertemu."
"Sering bertemu?"
"Ayahmu lumayan sering bertemu dengannya, walau tidak di rumah atau di kantor makanya kamu hanya mengetahui Dennis ketika di perusahaan saja."
"Mau apa dia sering bertemu dengan ayah?"
"Bukan dengan ayah saja tapi dengan paman-paman kamu juga."
"Kenapa kalian begitu perhatian sekali dengannya, Bu?" tanya Hana.
"Kak Ana, ada yang ingin bertemu denganmu," Intan menghampiri ibu dan anak tersebut.
"Siapa?" tanya Anaya.
"Tidak tahu, Kak." Jawab Intan.
"Sayang, nanti kita lanjut mengobrol di rumah," Anaya menoleh ke arah putrinya dan tersenyum.
"Iya, Bu."
Anaya dan Intan pun berlalu.
Selesai acara Hana izin lebih dahulu pulang karena sangat lelah. Dennis pun mengantarkannya.
Di dalam mobil, Hana memperhatikan Dennis dari kaca spion yang berada di atas kepala sopir sebelah kiri dengan tatapan tajam.
Dennis tampak tak memperdulikannya dan fokus menyetir.
"Bisakah kamu pergi dari kehidupan keluargaku?"
"Nona, ingin saya pergi ke mana?" Dennis balik bertanya.
"Terserah yang penting jangan menampakkan wajahmu di depanku."
"Suatu hari nanti saya akan pergi, Nona tidak perlu khawatir."
"Kapan waktu itu?"
"Saya tidak tahu, Nona."
"Aku pegang janjimu!"
"Iya, Nona."
-
Dennis bersiap hendak kembali ke rumah namun motornya sedang tidak bersahabat padanya.
Berkali-kali ia mencoba menyalakan mesin motornya bahkan pekerja rumah Harsya juga turut membantunya.
"Tuan, sepertinya harus di bawa ke bengkel."
"Di mana bengkel motor sekitar sini?"
"Kalau jam segini sepertinya sudah tutup."
Dennis melihat arloji ditangannya menunjukkan pukul 10 malam.
"Tuan, bermalam di sini saja," saran pelayan pria itu.
"Dia tak boleh bermalam di sini!" Hana tiba-tiba datang menyela.
Kedua pria menoleh.
Hana mengarahkan pandangannya kepada pelayan pria, "Kamu masuk dan beristirahatlah!" titahnya.
"Tuan Dennis sedang...."
"Aku bilang masuk!" Hana berkata dengan dingin.
"Baik, Nona." Pelayan pria pun berlalu.
Kini tinggal Hana dan Dennis, "Kenapa masih di sini?" tanya wanita yang kini memakai pakaian piyama tidur.
"Motor saya...."
"Aku tahu, motor rongsokmu tidak bisa berjalan, 'kan?"
Dennis mengangguk.
"Dorong dan cari bengkel terdekat, bukan hanya diam di sini. Suara mesin motormu mengganggu pendengaranku!"
"Maafkan saya, Nona."
"Ayo cepat pergi, tunggu apa lagi?"
"Baik, Nona!" Dennis memegang stang motor, perlahan mendorongnya keluar dari halaman istana Harsya.
Belum sampai depan pagar, Dennis menghentikan langkahnya.
Mobil mewah putih berhenti, sepasang suami istri keluar dari kendaraan itu.
"Dennis, kenapa motornya dituntun?" tanya Harsya.
"Motor saya mogok, Paman."
"Menginap di sini saja semalam," saran Anaya.
"Besok pagi biar karyawan saya yang membawa motormu," Harsya menimpali.
"Tidak perlu, Paman, Bibi. Saya akan mencari bengkel meskipun harus berjalan kaki jauh."
"Tidak, Dennis. Ini sudah malam, bermalam di sini saja," ujar Harsya.
"Jangan menolak permintaan Paman kamu," ucap Anaya.
"Baiklah, Paman, Bibi."
Hana melihat Dennis berjalan dengan kedua orang tuanya ke arahnya lantas bergegas mendekatinya. "Kenapa dia kembali lagi?"
"Kenapa kamu tidak menyuruhnya bermalam di sini, sayang?" tanya Anaya.
"Buat apa dia bermalam di sini, Bu?" Hana balik bertanya.
"Motor dia lagi rusak, kenapa kamu membiarkannya pulang dengan mendorongnya?" tanya Harsya.
"Siapa suruh dia bawa motor tua itu?" Hana balik bertanya lagi.
"Besok temani Dennis memilih motor baru," ujar Harsya.
"Paman, Bibi, saya tidak butuh..."
"Dennis, kamu harus punya kendaraan yang sehat. Putri kami ini sangat cerewet, dia tak bisa menunggu lama. Jadi, terimalah pemberian dari Paman kamu," Anaya memotong ucapan pemuda itu.
"Yah, kenapa harus membelinya motor baru, 'sih?" Hana protes.
"Ayah tidak mau waktunya habis untuk motornya itu," jawab Harsya.
"Hana, Ibu dan Ayah sangat lelah. Besok saja lagi jika kamu ingin protes," ucap Anaya, lalu menoleh ke arah suami dan menarik tangan pria paruh baya itu. "Ayo kita tidur!"
"Paman dan Bibi mau beristirahat, nanti ada pelayan yang menunjukkan kamar dan memberikan pakaian ganti untukmu," ucap Harsya.
"Iya, Paman. Terima kasih!"
Harsya mengangguk kemudian berjalan memasuki rumah bersama dengan istrinya.
Hana masih berdiri di depan Dennis. "Cara kotor apa yang kamu gunakan untuk meluluhkan hati kedua orang tuaku?"
"Tidak ada, Nona."
"Aku tidak percaya!"
"Terserah, Nona. Mau percaya atau tidak!" Dennis melewati Hana dan berlalu.
Hana mendengus kesal.
***
Keesokan paginya....
Keluarga Harsya menikmati sarapan bersama seperti biasa tanpa Hanan yang sedang menempuh pendidikan di luar negeri.
"Tolong panggilkan Dennis, ajak dia sarapan bersama kami di sini!" perintah Harsya kepada pelayan wanita yang sedang menuangkan air putih di gelas.
"Baik, Tuan."
Wanita itu pun memanggil Dennis, tak lama kemudian ia datang kembali.
"Dennis, silahkan duduk!" ucap Harsya.
Dennis menarik kursi dan duduk.
"Kenapa Hana belum juga turun, Yah?"
"Entahlah, mungkin dia masih tidur. Ini 'kan hari libur," jawab Harsya.
"Aku sedang tidak tidur, Ayah."
Harsya dan istrinya menoleh.
"Selamat pagi, Nona!" sapa Dennis.
"Kamu?" Hana tampak terkejut. "Kenapa dia ada di meja makan bersama kita, Yah, Bu?" tanyanya menoleh kepada kedua orang tuanya.
"Tidak apa-apa, Nak. Dia juga keluarga kita, duduklah!" ucap Anaya.
Hana dengan wajah kesal duduk berhadapan dengan Dennis.
"Kamu mau ke mana pagi ini?" tanya Harsya.
"Aku mau pergi dengan teman-temanku, Yah."
"Ke mana?" tanya Harsya lagi.
"Jalan keliling kota ini saja."
"Dennis akan menemanimu bertemu dengan teman-temanmu," ucap Harsya.
"Kenapa harus dengan dia 'sih, Yah?" protesnya.
"Biar dia bisa menjaga dan mengawasimu," jawab Harsya.
"Aku bukan anak kecil yang harus diawasi, Yah. Bagaimana aku bisa mengobrol dengan santai, jika harus ada dia?"
"Kalau begitu Dennis akan mengantar dan menjemputmu," saran Anaya.
"Aku tidak mau, Bu. Aku ingin menyetir sendiri!" tolaknya.
"Baiklah, kalau begitu. Kamu harus menemani Dennis membeli motor sebelum pergi," ucap Harsya.
"Teman-teman ku pasti menunggu lama, Yah."
"Kamu bilang pada temanmu jika datang terlambat," ujar Harsya.
"Aku tidak bisa, Yah."
"Ayah tidak mengizinkanmu pergi jika belum menentukan pilihan," ucap Harsya.
"Baiklah, dia boleh mengantar dan menjemputku. Aku tidak sempat jika harus menemaninya membeli motor," ujar Hana.
"Dennis, selesai sarapan kamu antar Hana. Jangan berikan mobilnya kepadanya," Harsya berkata kepada pemuda yang duduk di sebelah kirinya. "Kamu bisa menghubungi Paman Biom atau Paman Alpha untuk menemani kamu," lanjutnya.
"Iya, Paman. Terima kasih," ucap Dennis tersenyum tipis.
Hana yang mendengar percakapan ayah dan Dennis menarik ujung kanan bibirnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Dwi Winarni Wina
Dasar gadis angkuh dan sombong sll rendahkan dennis....
2023-10-22
0