"Sinta, tolong kamu siapkan berkas penting untuk meeting sekarang ya," perintah Angga kepadaku, dimana aku menganggukan kepala berjalan masuk ke dalam ruangan bekas almarhum ayah.
Menatap tas Shireen, membuat aku mulai berdrama layaknya orang yang tengah syok kehilangan berkas penting di dalam ruangan Angga.
"Berkasnya tidak ada."
Menghampiri Angga yang masih berdiri mengobrol dengan Gunawan, " maaf sebelumnya pak, berkas itu tidak ada di ruangan ini?"
Angga mengerutkan dahinya, " bukannya aku simpan di meja kerjaku?"
" Sudah saya cari tapi tidak ada!"
Angga terlihat panik lelaki berbadan kekar itu, masuk ke dalam ruangan. Membuat aku yang melihatnya hanya tersenyum sinis, " sepertinya akan ada perdebatan yang semakin seru."
"Hmm." Aku terkejut mendengar Gunawan berpura-pura batuk di hadapanku, iya terlihat begitu mencurigaiku. Sejak pertama kali masuk ke perusahaan Angga, sampai saat ini.
" Wajahmu terlihat happy begitu, apa kamu sedang merencanakan sesuatu?"
Pertanyaan Gunawan membuat aku gelisah, berusaha menenangkan hati agar tidak terlihat panik, " Ahk, itu hanya perasaan anda saja. "
"Gunawan, Sinta. " Teriakan Angga membuat kami berdua berlari, menghampiri Angga yang terlihat menahan rasa kesal.
"Ada apa, Angga?"
"Berkas penting untuk kita meeting tidak ada?"
Gunawan masih terlihat begitu santai, dia menjawab perkataan Angga, " Apa ada seseorang yang sengaja menyembunyikan bekas itu. "
Kedua mata Gunawan malah melirik ke arahku, membuat aku hanya bisa menunjukkan kepala.
Lelaki yang menjadi kepercayaan Almarhum Ayahku dulu, mengusap pelan dagunya.
"Sinta, aku bukan menuduhmu ya. Hanya saja aku curiga padamu?"
Aku berusaha melawan rasa takut, mengangkat kepala menatap ke arah Gunawan yang menyudutkan ku sebagai tersangka.
"Tidak apa apa, karena saya tahu saya ini baru bekerja disini, jadi anda berpikir jika saya yang sudah sengaja menyembunyikan berkas itu.".
" Pintar, oh ya kenapa kamu tidak membela diri. "
Aku hanya tersenyum kecil dan menjawab," Untuk apa, toh jika saya tertuduh tidak ada bukti kalau saya bersalah. "
Gunawan malah diam setelah aku menjawab pertanyaannya.
Shireen tiba-tiba saja muncul di hadapan kami bertiga, " serius sekali, ada masalah apa sih?"
Angga mulai menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi di dalam perusahaan, " Berkas untuk meeting sekarang hilang. "
Wanita yang selalu aku sebut janda bolong itu, terkejut dengan perkataan Angga, " Loh kok bisa. "
Iya melipatkan kedua tangan, tatapan matanya kini tertuju ke arah ku, " Kok aku curiga sama gadis ini ya."
"Gimana kalau kita geledah tas ya, saja, " ucap Shireen kepada Angga dan juga Gunawan.
Kedua lelaki berbadan kekar itu setuju, di mana aku yang hanya seorang pegawai baru mempersilahkan mereka mengecek tasku.
Dan yang lebih dulu memegang tasku itu adalah
Shireen, wanita yang menjadi musuhku itu begitu antusias dan juga bersemangat, saat membuka tas yang tergeletak di atas meja tempat kerjaku.
"Kita lihat sama sama, apa isinya. Kalau benar wanita itu bersalah dan menyembunyikan berkas penting untuk meeting sekarang. Aku pastikan dia akan dipecat saat ini juga."
Sebuah ancaman yang sangat luar biasa yang baru aku dengar, dari perkataan wanita yang selalu aku sebut janda bolong itu.
Saat itu juga aku mempersilahkan semua orang yang ada di ruangan mengecek tasku.
"silahkan."
Shireen mengambil dengan menampilkan raut wajah sinisnya, ia terlihat tak suka denganku.
Menggeledah, namun mereka hanya melihat alat make-up dan juga dompetku saja.
"Gimana? Masih menyalahkan saya yang sudah menyembunyikan berkas itu? Kenapa tidak kalian cek tas milik nyonya ini!"
Angga dan Gunawana kini menatap ke arah Shireen, dimana wanita itu mengerutkan dahinya," Halo, untuk apa aku mengambil berkas itu?"
Aku menatap tajam ke arah Shireen, " kalau nyonya merasa tak mengambil berkas penting untuk metting kenapa nyonya seperti orang yang takut. "
Shireen menunjuk ke arahku wajahku, " kamu ini orang baru di perusaahan, jadi jangan seenaknya menuduh orang. "
Angga kini mengambil tas Shireen tanpa meminta izin sedikit pun, " Angga."
Angga tak mempedulikan panggilan dari istrinya, yakini menggeledah tas sang istri, sampai di mana lelaki berbadan kekar itu terkejut, membulatkan kedua matanya mengambil berkas yang ternyata ada di tas sang istri.
"Ini apa, Shireen. "
Aku tersenyum melihat wanita yang berada di hadapanku itu terkejut, Iya seperti gugup saat ingin menjawab perkataan Angga.
"Angga, aku .... "
Belum perkataan Shireen terucap semuanya, Angga membentak istrinya itu," jangan banyak alasan, sudah sebaiknya kamu cepat pulang, biar kita selesaikan saja di rumah. "
"Angga, kamu dengar dulu penjelasanku, aku benar-benar tidak mengambil berkas penting itu, untuk apa coba," ucap Shireen, terlihat ia semakin panik dan gelisah.
"Sudah cukup. " Menunjuk ke arah sang istri, Angga mempelihatkan kekecewaanya, " jangan bicara lagi, cepat pulang ke rumah. "
Shireen menangis, ia memegang tangan Angga, " percaya padaku. "
Angga melepaskan tangan Shireen, " Ayo Gunawan, Sinta, waktu meeting akan di mulai sebentar lagi. "
Kami berdua mengikuti langkah Angga, meninggalkan Shireen sendirian di ruangan.
Wah, menarik, ini yang aku harapkan.
Aku tersenyum tipis, menatap sekilas ke arah wanita itu, " ini belum seberapa Shireen masih ada kejutan yang sudah aku persiapkan untuk kamu nikmati bersama Angga. "
Setelah sampai di ruangan Metting, aku melihat Angga menggerutu kesal, ia sepertinya tak bisa menggendalikan diri untuk tidak marah.
Membuat kesempatan untukku.
Berjalan perlahan mendekat, memegang punggung Angga, " mm, kenapa? Masih kesal?"
Angga memijat kepalanya, dimana aku berusaha melayangkan kata kata lembut, " biar nanti saya pijat ya. "
Menghindar dari hadapan Angga, saat metting sudah dimulai.
Angga perlahan melirik ke arahku, ia tersenyum kecil. " Sepertinya Angga mulai tertarik padaku."
Mengedipkan mata, mempelihatkan kecentilanku padanya. " Bukannya seperti ini yang ia inginkan. "
Aku terus bergumam dalam hati, dimana sosok Gunawan mendekat dan berbisik, " apa sesuatu mengganggu matamu."
Melirik ke arah Gunawan dan mendelik kesal, " ya, sarang tawon masuk, memangnya kenapa?"
Gunawan menjauh dariku ia berucap, " dih, galak amat. "
Sepertinya aku harus waspada terhadap Gunawan, karena ia selalu menggangguku.
Beberapa jam kemudian meeting sudah selesai, aku membereskan semua berkas-berkas penting yang sudah ditandatangani oleh Angga.
Di mana orang-orang sudah keluar, dan sekarang hanya ada aku dan juga Angga di dalam ruangan metting.
"Hem."
Angga memperlihatkan gerak-geriknya, suara langkah kakinya mendekat ke arahku, membuat aku berusaha tetap tenang dan memperlihatkan gemulai indahnya tubuhku ini di hadapan Angga, agar ia semakin tertarik kepadaku.
"Sinta."
Bisikan manja itu mulai dilayangkan oleh Angga pada telinga, perlahan membalikan tubuh untuk menghadap ke arahnya.
"Sinta, kamu cantik. "
Tangan kekar itu mulai mengelus rambut panjangku, dimana kedua pipi memerah.
"Terima kasih atas pujiannya. "
Wajah Angga semakin mendekat, sampai.
Brakkk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments