Aku masuk untuk interview, menghadapi HRD bernama Pak Gunawan, lelaki yang dipercaya oleh almarhum ayah.
Lelaki tampan berkulit kuning langsat itu menatap ke arah wajahku, lalu melihat ke arah kertas lamaran yang sudah aku siapkan bersama Gina.
"Nama kamu Sinta. "
"Iya, pak. "
Pertanyaan yang begitu bertele tele membuat aku bosan, " jadi gimana pak, bisa saya bekerja di perusahaan ini. "
Gunawan yang terkesan judes itu, tak menjawab pertanyaanku, membuat aku mengepalkan tangan ingin meninju wajahnya saat ini.
Ceklek … .
Pintu ruangan ayah terbuka, dimana Angga dan Shireen keluar dengan perdebatan yang membuat aku penasaran.
"Angga, kamu dengar tidak. "
"Ahk, apa lagi, sudah aku bilang tunggu dulu. "
Angga kini menatap ke arah wajahku, membuat aku menundukkan pandangan, ia mendekat dan melihat surat lamaran yang dibolak balik oleh Gunawan.
"Kamu diterima."
Mengambil bolpoin dan menandatanganinya saat itu juga.
Gunawan hanya diam, dimana aku bertanya pada Angga, " terima kasih pak, jadi kapan aku bisa bekerja disini. "
"Sekarang juga kamu bisa bekerja disini, jadi sekretaris saya. "
Saking senangnya, aku berdiri, memperlihatkan betapa aku membutuhkan pekerjaan di perusahaan milik ayahku sendiri.
Berjabat tangan dan tersenyum lebar ke arahnya, " terima kasih, pak. "
Tangan kekar Angga masih memegang tanganku, sampai Shireen berpura pura batuk. " Huuk. "
Angga melepaskan tanganku begitu saja, membuat aku menundukkan pandangan berpura pura sok polos.
Angga mulai pergi dari hadapanku, dimana Shireen janda bolong itu mengejar Angga.
"Angga, kamu dengar dulu. "
Aku tersenyum, menyatukan kedua tangan.
"Ayo."
"Hah, iya, kenapa pak. "
"Saya tunjukkan ruangan kamu. "
"Baik pak. "
Melangkahkan, mengikuti Gunawan yang terkenal jutek itu. " Ini ruangan kamu. Tak jauh dengan ruangan Pak Angga. "
"Baik, pak. Terima kasih. "
Tiba tiba saja Gunawan membisikan suatu perkataan kepadaku, " Jangan pakai rok pendek seperti itu, kalau kamu tidak ingin jadi mangsa Pak Angga. "
Aku mengerutkan dahi, dimana ia pergi.
"Mm, bisa bisanya si Gunawan itu memberitahuku tentang kejelekan Angga. Tapi lumayan juga sih, toh aku kan masih istri sahnya, bakal seru nih. Hahhah. "
Saking kencangnya tertawa, membuat foto yang berada di meja ruanganku terjatuh.
Mengambil poto itu, " Ini kan?"
"Mm, siapa yang suruh kamu menatap foto ini?"
Aku terkejut, saat Angga tiba tiba muncul.
"Pak Angga. Maafkan saya, tadi …."
Angga mendekat memegang tanganku yang masih memegang foto, " Hust, tak usah dijelaskan aku sudah paham. "
Tiba tiba saja, tangannya memegang pinggangku, membuat tubuh ini berdempetan dengan tubuhnya.
"Pak, ini terlalu dekat. "
"Mm."
Apa yang dikatakan Gunawan benar, tangan Angga begitu jahil, ia hampir memegang daerah sensitif.
Aku yang berpura pura lugu dan sok polos berusaha menjauh dan berkata, " ahk, maaf pak. "
Namun, Angga seperti orang yang tak bisa mengendalikan napsu, ia malah tersenyum dan menarik bajuku, " Kamu begitu cantik."
"Terima kasih, pak."
Aku tak menyangka sekali, jika lelaki bernama Angga ini, begitu mudahnya tergoda dengan wanita.
"Dasar b@j*ng*n, b€r*ngs*k." Gumamku dalam hati, mengatai Angga.
Tangan kekar kini mengusap pelan pipiku, membuat aku berusaha menghindar lagi. " Aduh pak, jangan gini. Nanti kalau istri bapak tahu bagaimana. "
"Oh, yang tadi. Dia cuman istri sirih saya," Aku terkejut dengan kejujuran Angga, membuat rasa penasaran menggebu hati ini. " Kenapa hanya istri siri, kan bapak itu tampan, kaya raya. "
Angga memegang foto, memperlihatkan wajahku yang dulu. " Dia, istri sah saya."
"Jadi bapak punya dua istri dong. "
Angga menggelengkan kepala, ia melepaskan tangannya yang memegang pinggangku. " Istriku sudah lama meninggal dunia. Ia dibunuh oleh seseorang yang tak bertanggung jawab."
Pintar sekali si b€r*ngs*k Angga ini, mengarang cerita. Seolah olah orang lain pembunuhnya, hah, dia tidak tahu saja kalau istrinya ada dihadapannya sekarang. Dasar bod*.
Aku mulai mendekati Angga, memegang bahunya dan berkata, " yang sabar ya, pak. "
Angga menatap ke arahku, ia kini memeluk tubuh ini dengan begitu erat.
"Terima kasih. "
"Oh ya, kenapa bapak malah menikah siri. "
"Mm, itu adalah privasi keluarga, jadi kamu tak harus tahu. "
"Maafkan saya sudah lancang, pak. "
Sialan tangan Angga benar benar nakal, sampai dimana suara pintu di buka lebar.
"Angga."
Ternyata itu adalah Shireen, pas sekali dia datang di saat aku berpelukan dengan Angga.
"Apa yang kalian lakukan?"
Shireen tampak murka sekali pada Angga dan padaku.
"Heh, kamu baru juga kerja di sini sudah gatal sama laki orang," pekik Shireen, membulatkan mata ke arah wajahku.
"Maaf bu, tadi saya hanya menenangkan Pak Angga, dia sedih karena .... "
Aku tidak meneruskan perkataanku, karena Angga memotong perkataanku tiba tiba, " kamu jangan salah paham, tadi itu aku lagi pusing. Tak sengaja jatuh langsung memeluk Sinta. "
"Ahk, alasan saja. Hah, pengakuan kalian beda beda."
Angga mulai membujuk Shireen keluar dari ruanganku, " kita bicarakan semua ini berdua. "
"Mas, kamu ini gila apa ya. Malah membela wanita murahan itu. "
Aku melihat Angga menarik paksa tangan istrinya pergi keluar ruangan, dimana wanita bolong itu mengatakan jika aku wanita murahan.
"Sialan, jelas jelas yang murahan dia."
"Ahk, mas. "
Aku mengikuti langkah kaki mereka berdua, setelah mendengar Shreen teriak.
Mengintip dibalik tembok.
"kamu kenapa?"
"Masih nanya aku kenapa, semua ini gara gara kamu!"
"Kok kamu nyalahin aku sih. "
"Anak kita marah di dalam perut, karena bapaknya suka genit sama cewek. "
Deg ....
Mendengar perdebatan mereka membuat aku menyandarkan badan pada tembok, meremas baju, perasaan yang tak karuan ini membuat aku seketika menitihkan air mata.
"Apa aku tidak salah dengar, Shireen hamil?"
"Aduh anak papah ini. " Mendengar suara Angga, membuat aku mengintip mereka kembali, " kenapa kamu tendang tendang mama kamu, hah. Kasihan dia. "
Angga mengusap ngusap perut Shireen membuat aku membayangkan kejadian dimana lelaki b@j*ng*n itu menusuk perutku, membuat janin yang ada dalam perutku ini ikut terbunuh.
Bayangan kejadian itu malah mengelilingi otakku, membuat aku meremas rambut, menahan rasa trauma pada hati ini. Berusaha menahan diri agar tidak berteriak, " tanah, Kaira. Kamu tak boleh menunjukkan siapa dirimu. Kamu harus kuat. "
Aku berusaha mengigat perkataan Gina, yang menyuruhku untuk bisa mengontrol emosi, menarik napas mengeluarkannya secara perlahan.
"Aku harus tenang. "
Seketika uluran tangan membuat aku terkejut, dimana aku duduk dengan posisi memegang kepala.
Menatap ke arah tangan itu, " perlu bantuan. "
Aku mulai meraih tangan Gunawan, untuk bisa berdiri, " terima kasih. "
Gunawan menatap ke arah wajahku dengan bertanya," kamu menangis, apa Pak Angga melakukan sesuatu padamu. "
Aku tak bisa menjawab perkataan Gunawan, membuat aku pergi dari hadapannya.
"Sinta."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Shinta Dewiana
blm apa2 udah lemah
2023-10-24
0