“Biarkan aku mati saja,” lirihnya dengan mata yang terpejam.
Lara merasa sudah tidak ada orang yang menginginkan kehidupannya lagi di dunia ini.
“Kak Lara nggak boleh ngomong seperti itu, Andri sangat menyayangimu jadi tolong kuat lah seperti kakakku yang hebat sebelumnya!” Mata Pemuda yang bernama Andri itu langsung berkaca-kaca, merasakan bagaimana perasaan Lara saat mendengar perkataan kedua orang tua mereka.
“Kalau begitu Andri panggilkan dokter dulu ya, Kak,” ucapnya hendak pergi.
Gadis itu senyum dengan kepala yang menggeleng pelan. Melihat Andri yang sudah berbicara dengan Lara membuat kedua orang tua Gadis itu akhirnya ikut mendekat dan memberikan tatapan sinis, merasa kesal karena sang putri kembali berbuat ulah hingga menimbulkan tiga orang korban kecelakaan maut yang tewas seketika di tempat kejadian. Entah apa yang akan terjadi nanti dengan keluarga minim kasih sayang itu.
“Kamu itu benar-benar anak pembawa sial, ya! Kenapa kamu nggak mati aja sekalian sih, ini malah membuat orang lain yang masuk kuburan! Kamu sudah membunuh satu keluarga penguasa di kota ini bahkan satu orang korban lagi yang belum jelas nasibnya hingga sekarang karena masih dalam keadaan koma!” raung Ibu Erna berdecak kesal.
Wanita itu memberikan tatapan tajam melihat pada perempuan yang masih berbaring di atas brankar. Sedikit pun tidak ada rasa empati di dalam hatinya melihat penderitaan sang anak tiri yang baru saja siuman, padahal selama ini Lara lah yang selalu membantu perekonomian keluarga mereka.
“Mama ini apa-apaan sih! Bukannya bersyukur Kak Lara udah bangun dari koma-nya, tapi malah ngedumel nggak jelas, bawa istighfar, Ma! Mama itu juga seorang manusia yang suatu saat bisa saja mengalami hal yang sama seperti Kak Lara!” sela Andri yang sudah tak tahan melihat penderitaan sang kakak yang bukan hanya saat sehat tetapi kala sakit seperti sekarang pun masih saja dimaki.
Andri memang selalu membela apa pun yang pernah dilakukan oleh sang kakak karena memang menurut pemuda itu, Lara adalah kakak terbaik di dalam hidupnya.
“Mama tetap aja nggak suka lihat kakakmu seperti ini! Udah selama dua hari ini dia menyusahkan kita, tapi tetap aja nggak mati-mati! Harusnya kemarin dia nggak usah diselamatin, biar kita nggak mendapatkan kesialan terus seperti sekarang!” lanjutnya mengomel dengan nada berapi-api.
Wanita itu sama sekali tidak menggubris ucapan Andri, anak kandungnya sendiri tetapi malah terus saja memaki Lara tanpa basa-basi, bahkan di depan suaminya sendiri yang notabene merupakan ayah kandung Lara sendiri.
“Sekali anak itu pembawa sial maka keluarga kita bakalan sial terus!” kompor Mario semakin membuat sang ibu semakin membenci Lara.
Erna menikahi Herman di saat lelaki itu menduda karena ditinggal sang istri – ibunya Lara yang meninggal persis di hari kelahiran Lara. Wanita itu membawa satu anak laki-laki dari suami pertamanya bernama Mario dan Herman sendiri memiliki Lara hadiah terakhir dari istrinya sebelum meninggal.
“DIAAM!!” teriak Andri marah.
“Ingat, Ma. Suatu saat bisa saja semua yang Mama benci malah itu yang paling menyayangi Mama! Kayak Mama gak bakal mati aja. Urus tuh dosa yang udah bejibun karena merundung anak piatu!” bentak Andri yang selama ini belum pernah meneriaki ibu yang telah melahirkannya itu dengan suara keras.
Mendengar ucapan setajam silat dari mulut putra bungsunya sendiri, membuat Erna semakin naik pitam karena tidak suka Andri malah membela anak tirinya, padahal Herman yang ayah kandungnya saja tidak pernah protes ketika dirinya membentak bahkan menyiksa Lara selama ini
“Kau!! Dasar anak durhaka, mama ini ibu kandungmu bukan ibu tiri, beraninya kau meneriaki wanita yang telah melahirkanmuu!!” raung Erna dengan mata nyalang dan rahang mengeras.
“Oh … Jadi karena Kak Lara merupakan Anak Tiri makanya Selama ini Mama selalu menyiksa dan merunduknya? Hebat ya, menyiksa seorang gadis piatu tanpa ibu tetapi uangnya selalu mama porotin! Dasar Mama tak punya hati!” Andri mengalihkan pandang ke arah brankar di mana kakaknya hanya mampu meneteskan air mata.
Andri kembali tersenyum pada kakaknya sebelum akhirnya memutuskan pergi meninggalkan ruang rawat Lara untuk memanggil dokter agar langsung bisa memeriksa keadaan sang kakak.
“Liat tuh, adikmu! Bahkan dia berani membentakku karena membelamu, dasar pembawa sial! Kamu bahkan nggak pernah tau kalau Andri sampai gak bisa tidur gara-gara merawatmu di sini. Ibu sumpahin kamu biar dipenjara sampai membusuk karena telah membunuh tiga orang sekaligus! Kamu akan sengsara karena sebentar lagi polisi akan datang ke sini untuk menangkapmu!” lanjut wanita paruh baya yang berstatus sebagai ibu tirinya itu.
Deg!
Kedua bola mata Lara membola sempurna seketika, saat mendengar ucapan ibu tirinya barusan. Sebegitu bencikah wanita itu padanya hingga tak ada kata manis sedikit pun dalam menyampaikan cerita yang menakutkan selain menyumpahinya mati? Dirinya merasa sudah tak ada harapan yang baik bisa memiliki keluarga sempurna ditambah lagi dia akan masuk penjara.
‘Ya Allah … apa aku beneran akan ngabisin sisa hidup dalam penjara? Apa aku memang membunuh tiga orang?’ Lara mengusap air matanya yang meleleh dengan menahan sesak di dalam dadanya.
“Hentikan, Ma! Kau jangan keterlaluan!” Herman membentak istrinya, merasa tidak tega melihat sang putri tertekan saat baru sadar dari koma.
Dia juga mulai sudah tidak tahan melihat putri yang tak pernah diberinya kasih sayang itu semakin merasa sedih dan terpuruk. Bahkan Herman selama ini selalu saja terlihat memusuhi Putri kandungnya sendiri tanpa memberikan kasih sayang yang seharusnya didapatkan Lara.
“Apa? Papa juga mau ngebela anakmu yang tak berguna ini? Silakan tapi jangan harap bisa pulang ke rumah dan dapat jatah dari mama!” ancamnya dengan tatapan mematikan.
Ancaman yang selalu mampu membuat bibir Pak Herman langsung menjadi bungkam karena rasa cinta yang terlalu dalam.
“Bu-bukan begitu, Ma … tapi cobalah lembut sedikit, Lara itu baru saja siuman. Apa salahnya kalian berdamai setelah kejadian musibah yang menimpa kita. Cobalah Mama mengerti posisiku sedikit saja! Aku ini papa kandung Lara, Ma,” bujuk Herman merangkul pinggang istrinya.
Pak Herman sebenarnya terkadang merasa sangat kasihan terhadap putrinya tapi keberadaan sang istri yang merupakan pengganti dan ibu sambung Lara, selalu membuatnya tak mampu berbuat apa-apa karena takut ditinggalkan.
“Sekarang Lara kan sudah sadar, jadi saatnya kita pulang! Aku nggak mau bertemu dengan polisi di sini dan mengetahui kalau kita merupakan keluarga seorang pembunuh! Aku malu, Pa! Mau taruh di mana muka kita kalau sampai para polisi itu mengetahui kalau kita ini orang tua dari seorang pembunuh!” ucap Sarah dengan tegas.
“Tapi, Ma … Lara hanya punya papa, tak ada lagi yang akan menemaninya. Tolong pengertianmu sedikit saja, Aku nggak mungkin meninggalkan putriku sendirian menghadapi musibah sebesar ini, Tolong kamu mengerti, Ma …!” pinta Herman kembali membujuk sang istri.
Laki-laki paruh baya itu memang memiliki rasa benci terhadap anak kandungnya sendiri karena kelahiran Lara bertepatan dengan meninggalnya istri tercinta tepatnya wanita yang telah melahirkan anaknya itu.
“Baiklah kalau itu maunya Papa. Sekarang silakan pilih ikut denganku pulang, atau Papa tetap bersama Lara setelah memberikan aku kata talak sekarang juga!” ancam Sarah yang malah membuat Lara semakin merasa sedih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
@C͜͡R7🍾⃝ᴀͩnᷞnͧiᷠsͣa✰͜͡w⃠࿈⃟ࣧ
wah Mak tiri hati nya di dengkul ini ,masak anak baru siuman udah di maki" dan di sumpahin segala
2023-05-11
0
@C͜͡R7🍾⃝ᴀͩnᷞnͧiᷠsͣa✰͜͡w⃠࿈⃟ࣧ
mama tiri nya lara Erna apa Sarah sih 🤔
2023-05-11
0
💖⃟🌹Ʃеᷟʀͥᴎᷤᴀᷤ🌹💖👥
wah.. namaku nyempil disini ya Uni
hehehhehehehe
Koq yg jatuhin talak si ibu tiri, gak kebalik ya
2023-05-09
0