Sesudah membayar tenda atas gelas yang kupecahkan, aku beranjak keluar sembari membawa kotak penyimpanan, siap untuk mengunjungi dunia para Elf, Alfheim.
"X! Tunggu!" Seru Rico yang terburu-buru mengejar, berhenti menghela napas panjang sesudah menyusaikan pernapasan, lalu merogoh sesuatu dari dalam jubah hitam miliknya "Hampir saja lupa, seseorang memintaku memberikan ini padamu" Ia menyerahkan sebuah kotak penyimpanan berukuran kecil, hanya lebih besar sedikit dari sebuah kotak cincin.
"Kau telah memastikan ini aman?" Tanyaku waspada.
Rico mengangguk "Sudah dan apapun yang berada di dalamnya aman dari penyadap. Tak ada kutukan, tak ada bom, tak ada apa-apa yang justru membuatku bertanya-tanya, apakah kau sedang mendekati seseorang?" Tanyanya dengan tatapan penuh arti berhias seringai lebar "Mengapa seseorang memberikanmu sebuah cincin? Hehe, dasar. Seandainya aku tahu lebih awal kau akan menikah, aku pasti memberikanmu hadiah. Sayangnya poinku hampir habis"
Cincin? Aku sama sekali tak memesan ataupun membeli benda ini "Kau yakin orang itu tak salah? Aku tak pernah memesan sesuatu seperti cincin dan aku tak dekat dengan siapapun, seharusnya kau tahu itu"
Rico tampak terkejut, berpikir sejenak lalu kembali menghadapku "Hmm, aku mengira kau akhirnya telah mau menerima seseorang, ternyata tak seperti itu ya. Kalau begitu, aku juga tak tahu alasan orang tersebut memberikannya padamu. Anehnya, dia tahu kode kita, jadi aku pikir kau yang memesan"
Apa? Orang lain mengetahui kode rahasia yang kami gunakan? Kode tersebut seharusnya hanya kami seorang yang tahu dan cuma digunakan ketika akan bernegosiasi atau bertemu di suatu tempat.
Aku harus mencari tahu ini, tapi sekarang masih ada hal yang lebih penting "Aku akan melacak orang tersebut, kau tenang saja, aku pamit" Kataku, kemudian berjalan menjauh dengan pandangan terus melihat ke depan, seperti yang selalu aku lakukan.
Perjalanan menuju Alfheim tak membutuhkan waktu lama, hanya perlu datang ke HQ yang tersedia di masing-masing kota, menggunakan Pod yang tersedia dan jiwamu akan dipindahkan ke sebuah tubuh lain yang telah disiapkan oleh para Codes dalam HQ di kota tujuan.
Hanya membutuhkan waktu 5 menit bagiku untuk mencapai HQ berkat letak jalan masuk Unheaven yang tak jauh dari sana.
Tiap kali aku memandang ke arah bangunan yang tampak seperti sebuah piramid berpuncak datar, aku diserbu oleh sebuah perasaan asing, campuran antara kagum, takut serta waspada. Kagum oleh bangunan futuristik berbahan asing dalam warna hitam metalik berhiaskan lampu-lampu neon ungu yang tampak dari sela pola-pola kotak rumitnya. Takut pada kenyataan bahwa bangunan seperti itu diciptakan oleh mahluk yang kini menguasai tiap dunia, mahluk yang asal-usulnya pun kami tak tahu dari mana, hanya berupa potongan-potongan informasi. Satu-satunya hal yang kami tahu mengenai mereka adalah Codes hanyalah 'pelayan' karena mereka selalu menyebut 'Nya'. Seperti 'Apa yang telah diperintahkan olehnya, berkat dirinya kami dapat terus hidup, hidup kami berada di dalam tangannya'. Kemudian waspada, karena aku tahu bahwa di belakang ras yang super canggih ini, sesuatu memegang kendali, menyaksikan semua dan memegang kekuatan absolut. Jika dia menginginkan sebuah ras untuk menghilang, maka para Codes dengan patuh melaksanakan perintah.
Tiap bulu kudukku berdiri tegak membayangkannya dengan kepala yang terasa akan pecah tiap kali memikirkan sosok tersebut. Entah karena terdapat sebuah larangan untuk mencari tahu lebih dalam mengenai dia ataukah karena kepala kami tak mampu untuk menahan beban tersebut.
Di kiri dan kanan, terdapat sebuah obelisk besar berbahan sama, memancarkan sebuah sinar terang ke atas yang takkan pernah mati, baik pagi maupun malam. Sinar yang sudah menjadi sebuah tanda bagiku bahwa dunia ini bukanlah mimpi, melainkan dunia nyata. Dulu, tiap pagi diriku terbangun, aku selalu mengecek jendela, mencari apakah sinar di kiri-kananku ini masih ada, berharap tak menemukannya hanya untuk ditampar oleh kenyataan. Sekarang, aku sudah tak begitu peduli, justru aku mencarinya demi meyakinkan diri bahwa aku masih hidup ataukah telah kehilangan nyawa, mengingat semua hal yang sudah terjadi hingga sekarang, aku takkan kaget jika sedetik kemudian nyawaku menghilang.
Langkah kaki kembali kulanjutkan, menapak sebuah jembatan besar yang terletak di sebelah barat, salah satu dari empat jembatan, masing-masing mengarah pada empat mata angin utama, penghubung antara dunia kami dengan HQ. Sebagian besar dari tengah kota hancur tak berbentuk ketika bangunan raksasa ini dibangun oleh mereka yang hanya memakan waktu sebanyak tiga hari saja. Masih dapat terlihat dengan jelas di bawah sana, reruntuhan kota. Sesuatu yang pernah menjadi bagian dari kehidupan kami, kini bahkan hanya mendapatkan sebuah tatapan sebelah mata, tak diperdulikan, terbuang dan terlupakan.
Hanya di sinilah, dapat terlihat dengan jelas perbedaan antara kami, manusia dan mereka, Codes. Meski kami telah maju ke era selanjutnya, era di mana anggota tubuh dengan mudah tergantikan oleh mesin dan transplantasi otak, masih terlihat dengan jelas betapa tertinggalnya kami dibanding mereka. Sebuah ras yang membuat kami merasa seperti tikus percobaan untuk menentukan siapa yang berhak bertahan dan siapa yang akan terbuang.
Setelah mengusir perasaan tak nyaman tersebut, aku lanjut berjalan, mendekati sebuah gerbang yang sepenuhnya terbuat dari cahaya kebiruan, hanya mengizinkan orang-orang ber-ID untuk masuk ke dalam sementara mereka yang belum menerima ID tak dapat melangkahkan kaki ke dalam dengan cahaya tersebut berubah seperti sebuah kaca bagi mereka.
Tampaknya, hari ini pun masih ada orang-orang seperti itu, mereka yang mendukung Rebels dari luar Archsoul, mereka yang hanya diam di tempat tanpa melakukan apa-apa demi membantu ras sendiri, hanya memegang sebuah kertas karton tua bertuliskan 'Codes' yang dicoret merah menggunakan cat kaleng sembari menyahut "Tolak Codes! Rebut kebebasan! Manusia bukanlah alat!"
Aku cuma dapat menghela napas sembari menggeleng pelan melihatnya. Namun, ketika akan masuk ke dalam, seorang anak kecil tahu-tahu menghadang, mengangkat tinggi karton di genggamannya sambil menyerukan "Kebebasan untuk manusia! Kakak juga setuju bukan?"
Sebelum aku dapat menjawab, bocah tersebut telah ditarik oleh seorang gadis remaja yang kemungkinan adalah kakaknya "Jangan melakukan hal seperti tadi! Dia adalah Mercenary, kau lihat hologram merahnya itu? Dia berbahaya, jangan dekati seseorang sepertinya" Jelas Sang kakak sembari melayangkan tatapan setajam silet ke arahku.
"T-tapi, kakak itulah yang menolongku ketika aku tersesat" Bantahnya, memberiku sebuah senyuman tulus.
Ahh, pantas saja wajahnya terlihat familiar. Dia adalah bocah yang kutemukan sedang berjalan tanpa arah di distrik 10. Bukan distrik berbahaya layaknya 11 tapi juga bukan distrik yang cocok untuk menjadi tempat berpetualang seorang anak kecil, jadi aku mengikutinya untuk sesaat, memastikan dia benar-benar tersesat (Aku tahu ini terdengar salah), kemudian memberi pilihan apakah dia ingin aku mengantarnya pulang atau tidak. Karena anak ini berbeda dari bocah seusianya, tatapan mata itu adalah tatapan seseorang yang tak takut menerima tantangan, mengingatkanku akan diriku yang dulu.
Sang kakak, menatapku untuk sesaat, lalu melangkah mendekat meskipun beberapa teman dia berusaha menghentikannya dan mengulurkan tangan "Sebagai kakaknya, terima kasih telah mengantarkan adikku"
Aku melirik tangan yang tampak kotor dan kasar tersebut, menerimanya. Tak sampai sedetik, tanganku sudah diremas kuat dengan sepasang mata hazel menatapku tajam tanpa rasa takut "Namun, sebagai pendukung Rebels, aku membencimu, kau penghianat" Ia membuang tanganku ke samping, kembali ke tempat tanpa berbalik ke belakang, berusaha untuk tak menunjukkan rasa takut meski dapat kulihat dengan jelas, dia menjadi sangat tegang.
Kuhela napas, memerhatikan bocah yang kini melambaikan tangan untuk terakhir kalinya sebelum masuk ke dalam HQ dengan sebuah senyuman tampak pada wajah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments