Isi Hati Salsha

"Lo ketinggalan berita" sahut Yosie, ia mendekatkan wajahnya agar bercerita tidak terlalu kencang. "Pas lagi istirahatkan si Rizky nyamperin Selvi yang selalu ada Riska di pinggirnya, lo tau sendiri lah tuh Kakak kelas matanya gimana, tajem. Si Rizky ngasihin coklat dan di tolak mentah-mentah terus bilang kalau—"

Flashback

"Sorry ya, gue udah punya cowok! Jangan ganggu gue lagi, ngerti!" bentak Selvia lalu pergi meninggalkan Rizky dan sahabatnya Riska. Selvi yang sudah seminggu ini selalu di ikuti Rizky merasa kesal dan membuat nya jengah lama kelamaan.

Riska yang melihat itu hanya tersenyum mengejek pada Rizky. Ia berjalan sambil berdecak pelan. "Kasian, panas-panas gini ditolak," ejek Riska dengan puas.

Sejak saat itu, Rizky menatap Riska tanpa berkedip, kenapa ia tidak melirik kakak kelas nya yang satu ini. Selvia memiliki mata tajam dan sinis, sedangkan Riska memiliki mulut yang pedas dan tajam. Tapi mereka berdua sama-sama cantik dimatanya. Namun untuk sekarang dan selamanya mungkin Riska yang berada diurutan pertama dihatinya. "Eh ada kak Riska. Ini coklat buat kakak," ucap Rizky menyodorkan coklatnya dan membuat Riska melipatkan kedua tangannya.

Senyum Riska yang awalnya mengejek kini sudah hilang di gantikan raut wajah tak suka. "Lo pikir gue mau nerima coklat yang udah lo kasih ke orang lain terus di tolak?" tanya Riska tak percaya.

"Ya udah, besok aku beliin yang baru deh," goda Rizky.

Riska yang tak habis pikir memutarkan matanya malas, ia menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Ogah!" ketusnya lalu meninggalkan Rizky.

"Kak Ris tungguin aa Rizky yang ganteng ini!"

"Idih, gila!" teriak Riska sambil berlari menjauh.

Flashback off.

—Gitu cerita nya," ucap Yosie mengakhiri cerita singkatnya.

Iqbal pun langsung mengangguk paham. "Keren si Rizky, sekali ditolak langsung dapet kecengan baru," gumam Iqbal kagum.

"Eh, itu si Sofie kan?" tunjuk Rian kearah sebrang sekolah, membuat kedua temannya ikut menoleh dan melihat ke arah yang dimaksud Rian.

Yosie membulatkan matanya tak percaya, ia menoleh pada Rian. "Iya bener, ngapain ya berduaan sama Pak Amar?" tanya Yosie saat melihat Sofie yang sedang berbincang bersama guru olahraganya di sebrang jalan sana.

Pak Amar duduk di atas motor sedangkan Sofie berdiri di sebelah motor Pak Amar sambil berbincang. "Pacaran kali," jawab Iqbal asal membuat kedua temannya mengerutkan keningnya bingung.

"Bego lo, masa iya anak kelas 1 pacaran sama guru," komentar Rian sambil menggelengkan kepalanya.

Iqbal berdecak pelan, pikiran Rian menurutnya sangatlah kuno. "Eh, apa salah nya? Pak Amar tuh baru umur 22 tahun, cuma beda 5 atau 6 tahun. Yang umurnya beda 10 tahun aja bisa nikah," celetuk Iqbal.

"Tante gue udah ngejemput. Gue balik duluan ya, udahlah jangan ngegosip in orang mulu." Yosie menghentikan ucapannya lalu menoleh pada Sofie dan guru muda tersebut. "Mending kita jailin—" lanjut Yosie.

"Heh, jangan lah. Masa guru di jailin juga!" larang Rian dengan cepat.

"Guru muda ini!" Iqbal tertawa kencang.

Yosie yang merasa jengah dengan tawa Iqbal yang mengganggu hanya menatapnya malas, ia lalu berdiri dari duduknya. "Udah ah, gue bercanda bego. Bye!" Yosie mengambil tas merah bertulisan 'HOAX' nya.

"Bye," ucap kedua nya sambil melihat Yosie yang berjalan menjauhi mereka.

"Gue juga pulang ah, mau nge-warnet," cengir Iqbal.

"Dota 2?" tebak Rian.

Iqbal mengangguk. "Iya lah. Apa lagi?" jawabnya santai.

"Gue juga mau ke rumah Salsha ah!"

Mereka berdua berjalan menuju parkiran yang sudah sepi, hanya ada beberapa motor yang di tinggal pemiliknya Extra kulikuler. "Duluan Bro," ujar Iqbal yang sudah menjalankan motor matic nya.

"Yo!" sahut Rian, lalu ia memakai Helm dan mulai menjalankan motornya, meninggalkan gerbang sekolah.

Di depan sebuah Minimarket Rian menghentikan motornya, dengan cepat ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam sana. Di ambilnya 1 kotak susu formula untuk anak di bawah 1 tahun dan beberapa cemilan lalu membayar nya dengan uang hasil taruhan tadi.

**

Sesampainya dikontrakan Salsha, Rian mengetuknya pintu itu dengan perlahan, menanti perempuan yang ia rindukan membukakan pintu. "Sal!" tak lama pintu rumah berwarna coklat itu terbuka. Menampilkan seorang wanita cantik dengan wajah ketusnya.

"Apaan?" tanya Salsha. Sebenarnya Salsha sudah mulai menerima bantuan Rian beberapa bulan ini, namun entah mengapa akhir-akhir ini Salsha kembali ketus dan seakan menjauhinya lagi.

Tak ingin berpikiran buruk, Rian pun mengembangkan senyumnya. "Ini susu buat Bima." Rian memberikan kotak susu yang di bungkus plastik putih pada Salsha dengan ekspresi yang sangat bahagia.

"Rian! Udah gue bilangin berapa kali sih. Gak usah bawa susu, popok, baju, mainan, ataupun yang lainnya. Lo mau bayarin kontrakan ini setiap bulannya aja gue udah syukur. Bisa gak sih lo gak usah baik sama gue? Inget, gue udah jahat banget sama lo! " bentak Salsha dengan mata yang tampak sedikit berkaca.

"Gue ikhlas Sal."

"Bukan masalah ikhlas nya Ian! Ayah kandung nya Bima aja gak peduli, malah kabur. Orang Tua gue malah ngusir gue dari rumah dan gak menganggap gue anak lagi. Terus lo dateng nolongin gue terus, gue kaya benalu tau gak buat lo! Gue ngerasa kaya manfaatin lo terus."

Rian meletakan jari di depan wajah Salsha atau lebih tepatnya di dekat mulut. "Lo gak manfaatin gue oke! Gue malah dengan senang hati jadi ayah buat Bima."

"Please Ian. Gue udah nolak lo beberapa kali. Gue gak pantes buat lo. Masih banyak perempuan cantik dan terhormat di luar sana yang suka sama lo. Gue udah hina kaya gini masih aja lo deketin," ucap Salsha melemah.

"Tapi gue sayang nya sama lo." Rian mengacak-acak poni panjang Salsha.

Salsha menepis tangan Rian. "Ihh, gue ngomong serius!"

"Iya iya. Gue janji ini susu pemberian gue yang terakhir, terima dong," ujar Rian memelas.

Salsha pun menerimanya mau tak mau.

"Gue gak akan di suruh masuk? Gue kangen sama Bima," lanjut Rian.

Salsha menggeleng kepalanya. "Bima tidur, hari minggu aja lo kesini. Gue mau ngajak jalan-jalan Bima ke taman," ucap Salsha tidak tega melihat wajah semangat Rian yang ingin bertemu dengan Bima.

"Oke deh," jawab Rian. Tak lama Rian tersenyum jahil. "Emm, lo kan kemaren bilang mau kerja. Gue ada kerjaan," ucap Rian.

"Beneran? Kerja apaan?" tanya Salsha antusias.

"Kerja di hatiku," jawab Rian.

"Ihh Ian. Udah lo pulang sana!" Salsha memukul tangan Rian gemas lalu menutup pintu nya kencang. Wajah Salsha tersenyum malu, semburat merah di pipinya muncul. Sedangkan di luar sana Rian tertawa kencang.

"Ya udah, gue pulang sekarang ya. Bye bunda!" teriak Rian membuat Salsha semakin malu namun senang.

Tak lama senyum Salsha mulai hilang, ia kembali murung dan menggelengkan kepalanya. Orangtuanya Rian sudah memperingati Salsha dengan keras untuk menjauhi Rian, jika ia sampai membuka hati untuk Rian hanya ada rasa sakit yang akan ia rasakan nantinya.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!