Sebelum baca yuk like dulu biar ga lupa😍
**
5 bulan kemudian.
"Ian bego lari!" teriak Dhea sambil terus manahan lengan Andy agar tidak mengejar nya.
Rian menolehkan kepalanya kebelakang, mengacungkan jari tengahnya sambil terus berlari menjauh dari kedua orang tersebut dengan seringai puas di bibirnya.
Dhea merutuki dirinya sendiri karena telah menolong Rian, sedangkan Rian sendiri malah semakin membuat Andy menggeram kesal karena mengacungkan jari tengahnya yang menurut Andy itu artinya Rian telah mengibarkan bendera perang dengan nya.
Dan benar saja, sesaat kemudian Andy menatap tajam pada Dhea. "Temen Lo?" tanya Andy tak percaya.
Dhea hanya bisa mengangguk ragu dan mulai ketakutan. "Jangan pernah deket lagi sama tuh cowo! Kalo gak, gue gak akan segan-segan mutusin lo!" bentak nya sambil memakai helm dan naik ke atas motor. "Cepetan Naik!" bentak Andy kembali karena kesal karena melihat Dhea yang daritadi hanya diam.
Tanpa di suruh dua kali Dhea langsung naik ke atas motor, hatinya terus meneriaki nama Rian. Kalau saja tadi Rian tidak mengejek Andy, pasti keadaan nya tidak akan seperti ini jadinya.
**
Sementara di sana. Rian terus berlari memasuki gerbang sekolah menuju lorong sepi yang berada di belakang sekolah dengan senyum mengembang.
Sesampainya di lorong, Rian melihat ketiga teman yang sudah menunggunya. Rian mengatur nafasnya yang terengah-engah saat menghentikan larinya di depan ketiga orang itu. Iqbal, Rizky, dan Yosie. "Gimana?" tanya mereka serempak.
Rian tersenyum bangga mengangkat jempolnya kanannya sedangkan tangan kirinya masih ia gunakan untuk memegang dada nya yang naik turun seperti habis maraton. "Berhasil lah. Mana uang taruhannya?" tanya Rian seraya mengadahkan tangannya.
Saat di kelas tadi mereka berempat membuat taruhan untuk siapa saja yang berani membuat Andy-pacar Dhea sekaligus anggota geng motor- marah, akan mendapatkan uang seratus ribu dari setiap orangnya dan dengan gantle nya Rian menerima taruhan itu.
Rizky mengeluarkan uang lima puluh ribu dua lembar dari sakunya dengan santai dan memberikan nya kepada Rian. Sedang kan Yosie dengan wajah masam memberikan uangnya kepada Rian. "Uang jajan gue buat empat hari abis," gumam Yosie menatap sedih uang serutus ribunya ditangan Rian.
"Lu masih untung Yos, seratus ribu buat empat hari. Lah gue buat tujuh hari, belum bensin!" komentar Iqbal sambil memberikan uangnya pada Rian yang tak memperdulikan adu nasib perihal uang 100 ribu.
Rian pun langsung memasukkan uang itu ke dalam sakunya. "Sabar Bal!" Yosie menepuk pundak Iqbal dengan keras membuat wajah Iqbal semakin kesal.
"Lo kan udah nerima uangnya. Sekarang mendingan lo cerita ke kita," ucap Rizky tak sabar.
Rian mengangguk semangat, ia pun tak sabar menceritakan kejadian tadi, semoga saja mereka bertiga bisa ikut tak tenang dalam menjalani hari mereka. "Awalnya gini. Dhea kan lagi nungguin pacarnya yang anggota geng motor itu di Halte sendirian, ya udah gue temenin," ucap Rian memulai cerita.
"Ck, udah tau itu mah. Kan kita yang nyuruh lo nyamperin Dhea pas tadi," potong Iqbal sambil berdecak, maklum, dia memang orang paling tak sabaran.
Rian yang mendengar itu memasang wajah malas dan menatap Iqbal dengan tajam. "Ya makannya dengerin gue cerita dulu jangan maen potong!" lalu Rian meneruskan ceritanya. "Baru aja dua menit gue ngajak ngobrol Dhea, pacarnya dateng. Kaca helmnya di buka terus ngeliatin gue songong. Ya udah gue ngomong aja yang sejujurnya, gue nanya ke Dhea 'pacar lo?' si Dhea jawab iya terus ngenalin gue ke pacarnya."
"Terus?" tanya Yosie sambil mengerutkan keningnya bingung, tidak ada yang menarik dari cerita murahan nya Rian.
"Gue ngomong ke Dhea. 'Pacar lo cantik ya putih, bibir pink, bulu mata lentik' gue liat tuh cowok melolot ke gue. Dhea malah ketawa 'bukan cantik, Andy tuh ganteng' terus gue keceplosan malah bilang 'iya Dhe, coba kalo pake wig panjang, kaya banci!' gue ketawa kenceng!" Rian bercerita sambil tertawa mengingat kejadian beberapa menit yang lalu.
Seketika itu pun ketiga orang itu langsung saling bertatapan dengan raut wajah tak menyangka. "Gila! Beneran cari mati luh. Terus gimana?" tanya Rizky sambil menggelengkan kepalanya kagum.
"Ya namanya juga jujur. Gue gak abis pikir aja, masa ada anak motor yang kayak gitu. Mukanya tuh mulus banget, kaya perawatan, kinclong. Terus tuh cowo turun dari motornya, ngelepasin helm, tangan jaketnya di naikin sampe siku nya terus diem di depan gue. Kalian tau? Gue baru nyadar tuh cowo laki banget pas gak pake helm, keliatan banget anak motornya. Gue jadi mati kutu!"
"Idiot!" komentar Yosie.
"Gila!" komentar Iqbal sambil bertepuk tangan.
Rizky terlihat sangat serius dan menyentuh bahu Rian. "Tapi lo gak terkesima kan sama Andy?" tanya Rizky was-was.
"Gila! Gue normal lah. Lo semua harus tau ya, tuh cowo suaranya gede banget—
*flashback
Andy melepaskan helm hitam sehingga memamerkan rambut berantakannya yang dengan sengaja ia tidak cukur dan turun dari motor besar miliknya, memperlebar langkahnya menuju Rian yang berada di dekat kursi Halte. Wajahnya mengeras, di angkat nya lengan jaket coklatnya sampai siku. "Lo ngomong apa?" tanya Andy dengan suara yang besar namun serak. Membuat Rian dan Dhea sama-sama menahan nafas mereka. Rian tidak menyangka pacar si Ratu Alay itu semenyeramkan ini. "Lo ngatain gue apa tadi? Banci?" Fandy menarik kerah seragam Rian.
Dengan keringat dingin yang mulai terasa, Rian tersenyum dengan sedikit kaku. "Gue bercanda bro. Jangan di masukin ke hati, ntar baper," canda Rian berusaha melepaskan kerah nya dari tangan Fandy.
"Bercanda kata lo? Lo gak tau gue siapa?" tanyanya marah, matanya benar-benar menyeramkan menatap Rian saat itu.
Dhea yang merasa keadaan sudah tidak akan aman mulai berusaha meleraikan keduanya. "Di udah lah, mending kita pulang aja ya." Dhea berusaha melepaskan tangan Andy dari seragam Rian.
Rian menelan saliva nya, ia harus ingat pada tantangan yang sudah ia terima, jangan sampai ia kalah dan berakhir seperti laki-laki tak mempunyai nyali seperti ini. Akhirnya, dengan memberanikan diri Rian pun tersenyum miring seakan mengejek, jangan sampai ia tersulut emosinya dan berakhir dengan perkelahian juga.
"Diem lo!" bentak Andy pada Dhea.
Rian yang melihat sikap itu langsung tersentak, laki-laki seperti apa yang bisa berteriak pada seorang perempuan? "Santai, gue cuma bercanda oke!" Rian menepis kasar tangan Andy dari seragam nya. "Gue kan bilangnya kalo lo pake wig, lo kaya banci. Banci Thailand yang cantik." Rian kembali tertawa membuat Andy mengepalkan tangannya bersiap menonjok wajah Rian dan bodohnya mengapa ia harus memancing lagi orang itu!
"Ian bego lari!" hingga teriakan Dhea menghentikan tawanya. Benar, ia harus segera lari dari pada urusan tambah rumit.
*flashback off
"Keren, gue gak nyangka punya KM se-idiot lo!" Iqbal tertawa kencang bersama Yosie dan Rizky.
"Oke, target selanjutnya macan cantik! Siapa yang berani? Gue enggak," ucap Rian menghentikan tawa mereka.
Semuanya terdiam dan menunjukkan wajah ragu. "Ngerjainnya gimana?" tanya Rizky.
"Ya bebas, yang penting cewe Hits itu kesel kaya si Andy tadi, kalo bisa sampe nangis!" jawab Rian semangat dengan hati yang masih dipenuhi dendam saat MOS waktu itu.
"Gue gak ah, Bunga galak!" komentar Iqbal.
Tanpa diduga. "Ya udah, gue terima tantangan," ucap Yosie mantap.
Iqbal dengan cepat menggelengkan kepalanya. "Eh tapi jangan besok ya, lusa aja, besok gue gak akan masuk sekolah. Gue kangen sama warnet tercinta gue."
"Ck, bukannya sekali gak masuk lo langsung tiga hari ya?" herdik Rizky.
Iqbal mengacungkan jarinya membentuk V. "Asli. Kali ini cuma sehari."
"Oke, kalo lo boong traktir baso," ucap Rian dan Iqbal pun mengangguk.
"Eh, gue mau ngasih minum bebeb gue dulu," Rizky berdiri dari duduknya di atas meja. Mengambil air mineral yang masih tersegel di pojokan meja.
"Selvi or Riska?" tanya Yosie.
Rizky menaikkan sebelah alisnya. "Ya Riska lah," jawab nya enteng sambil melangkahkan kakinya menyusuri gerbang dan menjauhi mereka yang masih menatapnya aneh.
"Tuh anak aneh ya. Pertama bilang nya Selvi Ketua Volly Ball, kenapa sekarang Riska ketua Mading?" tanya Iqbal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments