Cicak-cicak di dinding

"Angkat-angkat!" Edo berusaha untuk meraih kepala Mei. Namun, tiba-tiba saja Marvel melarangnya.

"Udah-udah, biar aku yang angkat dia. Minggir kamu!" titah Marvel kepada Edo.

Edo pun sedikit menjauh dan membiarkan Marvel mengangkat tubuh Meisie. Dengan mudah pemuda itu mengangkat tubuh mungil sang gadis. Meisie yang masih berpura-pura pingsan, hingga akhirnya ia tersadar jika Marvel tengah mengangkat tubuhnya.

"Eh kok dia sih yang angkat! Waahh nggak bener nggak bener nih. Bisa-bisa dia macam-macam lagi!" Mei berusaha untuk waspada, mungkin saja Marvel akan berbuat macam-macam kepadanya.

Hampir beberapa langkah Marvel tiba di pos kesehatan. Tiba-tiba Mei terbangun dan pura-pura siuman. Gadis itu berteriak dan spontan memukul pipi Marvel.

"Aaaaaa ...!" teriakan Mei membuat Marvel menurunkan gadis itu secara mendadak. Namun tiba-tiba ...

Plaaakk

Mei menampar pipi Marvel cukup keras. Tentu saja Marvel terlihat geram. Jika saja Mei adalah seorang laki-laki. Mungkin saat itu juga Marvel akan membalasnya. Sayangnya, Mei seorang perempuan. Pantang bagi Marvel berbuat kasar kepada wanita.

"Kau menamparku gadis sialan! Beraninya kau!" umpat Marvel sambil memegangi pipinya.

"Em ... sorry, sa-saya nggak sengaja, Kak. Habisnya, Kakak bikin kaget aja. Jadi tangan saya spontan dan reflek kalau ada orang yang mau jahat sama saya!" ucap Mei yang membuat teman-teman senior Marvel tertawa cekikikan.

Marvel melihat teman-temannya tampak menertawakannya. "Diam kalian semua! Dan kamu, seharusnya kamu berterima kasih kepadaku karena aku telah menolongmu. Bukannya terima kasih malah menampar. Kalau saja kamu itu cowok udah aku bikin perkedel," ucap Marvel sambil menatap emosi gadis itu.

"Iya iya maaf kan nggak tahu. Saya kira orang yang mau jahat. Lah Kakak juga sih pegang-pegang segala pakai digendong lagi, emangnya saya bayi." sahut Mei tanpa dosa.

"Memangnya kamu mau aku seret?" Marvel berkata dengan sedikit emosi. Membuat Edo untuk mendekati Marvel dan meredakan emosi pemuda itu.

"Sudah, Bro! Tenangkan dirimu. Gitu aja nggak usah dimasukin ke hati. Maklum dia masih baru, belum tahu siapa Marvel di kampus ini." Seru Edo di telinga pemuda jangkung itu.

Mia menghampiri Meisie, gadis itu mengkhawatirkan keadaan sang sepupu. "Ya ampun, Mei. Udah deh jangan cari masalah sama mereka. Minta maaf cepetan! Daripada kita nggak lulus ospek, nanti hukuman semakin berat." bisik Mia.

Sejenak Mei terdiam. Apa mungkin dirinya harus minta maaf kepada Marvel yang sudah membuatnya kesal? Dengan sangat terpaksa, Mei pun menyetujui usulan Mia untuk minta maaf kepada pemuda itu.

Mei berjalan menghampiri Marvel yang saat itu menatapnya sinis. Dengan menundukkan kepalanya, Mei meminta maaf. "Saya minta maaf kepada Kakak. Tidak seharusnya saya bersikap seperti itu. Saya mengaku salah. Saya sangat menyesal."

Mendengar ucapan permintaan maaf dari Mei. Marvel pun menarik salah satu ujung bibirnya. Terpintas dalam benaknya untuk memberikan hukuman lain kepada Mei. Marvel melihat ke arah tengah lapangan. Marvel ingin membuat gadis itu jera karena sudah menamparnya.

"Baiklah, aku akan memaafkanmu. Tapi, kamu harus mau bernyanyi untuk kami semua. Sebisa mungkin kamu harus bisa bikin kita semua terhibur. Kalau tidak kamu akan pulang paling akhir dan besok kamu akan mendapatkan hukuman lagi. Bagaimana?" tawar Marvel.

"Nyanyi? Boleh, siapa takut! Apa yang harus saya nyanyikan?" Mei balik bertanya. Marvel tersenyum menyeringai. Ia pun berkata dengan entengnya. "Lagu cicak-cicak di dinding tapi dalam bahasa Afrika!"

Sontak kedua mata Mei hampir terlepas dari cangkangnya. "Nggak salah denger nih! Kakak sebenarnya lahir dari mana sih? Dari rahim seorang ibu, kan? Kenapa kakak terlihat ling lung gitu sih! Hellow Kakak senior yang terhormat Kakak ... Kakak siapa sih namanya?" Mei menoleh ke arah Mia.

"Marvel!" sahut Mia cepat.

"Oh ya Marvel, Kakak Marvel yang sok kecakepan. Saya memang belum terlalu fasih bahasa asing. Mbok ya kalau ngasih tuh bahasa yang lazim yang bisa dimengerti. Masa sih bahasa Afrika. Situ waras, kan?" sahut Mei mulai kesal.

Mia terus berusaha untuk menenangkan sepupunya. "Mei udah jangan emosi dong!"

"Nggak emosi gimana, tuh cowok emang gila nggak sih, bayangkan aja masa iya aku disuruh nyanyi cicak-cicak di dinding dengan bahasa Afrika!" sahut Mei yang terlanjur kesal dengan sikap Marvel. Mia pun berusaha untuk menengahi mereka berdua.

"Em ... begini kakak-kakak, daripada Mei disuruh nyanyi cicak-cicak di dinding, lebih baik suruh dia nyanyi lagu dangdut aja. Suaranya bagus banget!" puji Mia. Sontak Marvel menaikkan kedua alisnya sambil menyilangkan kedua tangannya.

"Memang dia bisa nyanyi dangdut? Cewek model gini bisa nyanyi? Nggak percaya." Marvel tertawa meledek menanggapi ucapan Mia.

Edo pun tertarik mencoba ingin tahu apakah Mei benar-benar bisa bernyanyi seperti apa yang dikatakan oleh Mia tadi.

"Eh bener juga tuh kata si Mia. Siapa tahu aja gadis itu bisa bernyanyi dan punya suara bagus. Lumayanlah bisa menghibur kita di siang gini. Anggap aja intermezzo." Sahut Edo.

"Oke kalo gitu, aku beri kamu kesempatan untuk menghibur kita. Tapi ingat! Jika suaramu jelek dan vals. Maka kamu tidak pernah lulus ospek. Kamu harus membayar ganti rugi untuk suasana yang sudah kamu buat kacau hari ini." Ucap Marvel dengan nada mengintimidasi.

Mei pun tidak takut sama sekali dengan ancaman dari Marvel. Gadis itu justru tersenyum sembari berkata. "Kita lihat saja nanti. Jika saya tidak bisa menghibur kalian semua. Maka saya akan mengganti ganti rugi sesuai yang Kakak minta. Tapi, ada tapinya nih. Jika saya berhasil. Saya ingin kakak mengaku kalah dan rela berjemur di bawah tiang bendera selama yang saya mau. Bagaimana?" Mei menantang pemuda itu, dan entah kenapa Marvel bersemangat untuk menerima tawaran dari Mei.

"Deal! Bersiaplah untuk kalah, Nona!"

"Aku tidak takut!" jawab Meisie yakin.

Gadis itu pun naik ke atas panggung yang sudah disediakan oleh kampus. Ada anak band yang akan mengiringi Mei menyanyikan sebuah lagu. Dengan gaya santai Mei naik ke atas panggung. Meskipun penampilannya lucu dengan rambut dikuncir empat. Agaknya Mei tidak gugup sama sekali. Seolah dirinya sudah terbiasa berdiri di depan panggung.

Untuk sejenak, Mei berbicara kepada keyboardis. Mereka terlihat sedang berbicara mengenai lagu apa yang akan dinyanyikan oleh Mei. Setelah beberapa saat, sang keyboardis pun mengerti. Tak berselang lama, musik pun mulai dimainkan.

...BERSAMBUNG...

Terpopuler

Comments

Andi Fitri

Andi Fitri

seru mampir lgi ke karya author

2023-05-30

0

bunda R2

bunda R2

lanjut up lg kak thor

2023-05-08

0

Tari

Tari

lanjut

2023-05-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!