3. Belum akur.

Papa Sanca berlari ke luar rumah. Bang Rawa pun ikut kaget mengintai dengan celana pendeknya sedangkan Bang Seba turun berlari melewati anak tangga sembari membenahi letak sarungnya.

Bian di pusat masalah membuka pintu memakai baju mini dress satin berwarna merah jambu yang menggoda.

"Ada apa Bang?" Tanyanya sambil mengikat rambut model ekor kuda.

"Mana kutahu, si Dewo datang buat huru hara padahal datang baik-baik juga bakalan di kasih pintu." Jawab Bang Rawa.

"Wooo.. tadi Papa sudah bilang, kalau kamu mau tidur disini ya silahkan. Kenapa sekarang buat masalah subuh begini. Kenapa sih lu????" Tegur Bang Seba.

"Lebih baik aku bawa dia pergi Bang. Nggak baik sudah menikah harus terpisah jarak." Kata Bang Dewa.

Bang Seba mengambil nafas panjang. Matanya melirik Bian dengan gaya nakalnya nan menggoda kemudian berganti melirik Bang Dewa. Mungkin sebagai Abang kandung, dirinya sudah terbiasa melihat ulah nakal Bian namun tidak bagi Bang Dewa. Terlihat dari cara juniornya itu memperhatikan Bian. Mulutnya ternganga dan terbuka lebar, matanya melotot nyaris terlepas dari bingkainya, untuk sementara siapapun tau Lettu Sadewa sedang terpana.

Bian yang tau reaksi suaminya malah semakin nakal pura-pura tidak melihat sengaja mengekspose tubuhnya yang seksi. Bahkan dengan segala tingkah absurdnya.. Bian sengaja membuka paha dari lantai atas.

"Yang sopan kamu Bian. Masih ada Abangmu disini..!!" Nada suara Bang Seba sedikit lebih keras.

"Tutup mulutmu Wo, banyak lalat..!!" Tegur Bang Seba. "Naik dan selesaikan secara pribadi di atas..!!" Perintah Bang Seba.

Tak membuang banyak waktu, Bang Dewa berlari naik ke lantai atas dan mengajak Bian masuk ke dalam kamar, kamar tidur yang lebih banyak di dominasi warna pink dan ungu.

"Masuukk..!!" Ajak Bang Dewa.

"Nggak mauu.. ini kamar Bian..!!!!" Tolak Bian.

Bang Dewa tak mau tau dan menarik Bian masuk ke dalam kamar lalu menguncinya rapat.

Mbak Raya sempat keluar dari kamar membawa perut besarnya karena mendengar suara gaduh tapi Bang Seba dengan sigap mengajak Mbak Raya masuk ke dalam kamar.

//

"Apaaa??? Mau minta jatah??? Nggak ada..!!" Ucap ketus Bian sengaja membuat Bang Dewa kesal agar pria itu segera menjauhinya.

"Ilmu apa yang kamu punya untuk menyenangkan saya sampai saya harus memohon minta jatah sama kamu??" Bang Dewa membalas gemas ucap Bian. "Cepat kemasi barangmu.. ikut saya..!!!"

"Nggak.. kalau Bian ikut sama Mas pasti Bian di apa-apain. Bang Seba dan Bang Rawa sudah mengajarkan sifat laki-laki yang jelalatan dan tidak bisa di percaya, jadi Bian yakin.. Abang hanya mau cari kesempatan dalam kesempitan."

Bang Dewa sampai mengusap wajahnya gemas sendiri menghadapi Bian. Tak tau apa yang sudah di ajarkan kedua Abang sampai Bian mampu menjaga diri sampai seperti ini.

"Cepat berkemas.. jangan sampai saya memaksa..!!" Ancam Bang Dewa.

"Paaaa.. Mas Dewo ngintiiipp...!!!!" Teriak Bian setiap mengadu pada Papanya.

"Teriak saja sampai urat lehermu putus. Abang sampai Papamu sekalipun tidak akan membantumu..!!"

"Papaaaaa.. Mas Dewo ngintiiiiiipp..!!" Bian semakin memperjelas suaranya dan benar saja. Kedua Abang dan Papanya tidak ada yang membantunya sama sekali.

Kini Bang Dewa tersenyum menyeringai. Ia mendekati Bian lalu melonggarkan ikat pinggang. "Cepat kamu bereskan barang dan pakaianmu atau kamu yang saya bereskan tanpa sisa..!!" Sebenarnya jelas Bang Dewa hanya berpura-pura tapi respon tubuhnya bukanlah hal yang pura-pura. Sebagai pria normal jelas batinnya terusik, tubuhnya menegang sempurna. Hatinya gelisah bukan main namun tak mungkin dirinya mengatakan pada Bian.

Bian menggerutu. "Halaah.. mau pamer apa?? Sebesar ulat sagu saja di banggakan..!!"

"Apa kamu bilang???? Ulat sagu??????? Ngenyek tenan kowe ndhuk.. sekali kamu kena red viper nya Mas Dewo.. iso lali omah dek..!!" Balas Bang Dewa semakin geregetan.

Bian lumayan gemetar dan deg-degan sebab matanya melirik di satu titik ke arah senjata yang sudah siap di kokang.

"Lihat apa kamu???" Bang Dewa meninggikan suaranya.

Bian tersenyum nakal, tanpa kata apapun ia membuka dress-nya hingga mengekspose lekuk tubuh Bian yang bagai gitar Mongol.

"Astagfirullah.." Bang Dewa memalingkan wajah sembari memejamkan matanya. Imannya langsung terombang ambing di ubun-ubun kepala. Tangannya membuka dan mengepal dengan gelisah.

Tawa renyah Bian pun semakin menjadi melihat Bang Dewa tidak tenang melihat penampilannya. Kini ia merasa menang sudah bisa membuat Bang Dewa mati kutu. Masih dengan penampilannya itu, Bian mendekati Bang Dewa lalu mengalungkan kedua lengannya di belakang leher Bang Dewa. Ide nakalnya semakin menjadi karena tiba-tiba Bang Dewa keringat dingin di dalam kamar ber AC miliknya. Saat Bang Dewa mengintip dan melirik ke arah bawah, saat itu juga Bian menurunkan wadah mendhut yang membuat Bang Dewa seketika langsung pucat.

"Jangan cari perkara, atau Mas akan celaka..!!"

Mendengar kata yang penuh ancaman tidak masuk akal itu, Bang Dewa pun tidak tinggal diam. Ia mencekal kedua tangan Bian lalu mendorongnya hingga ke ranjang.

"Maas.. Masss mau apa??" Tanya Bian mulai panik.

"Menunjukan padamu arti celaka yang sesungguhnya." Bang Dewa melepas gesper ikat pinggang lalu membebaskan tawanan dan menyentuhkan pada Bian.

"Aaaaaaaaaaaaaaa...."

...

Pagi hari Bian demam tinggi. Papa Sanca dan Mama Hemas sampai bingung karena dokter pribadi pun sedang pulang kampung.

Mbak Raya memeluk Bian karena adik iparnya itu sejak tadi diam tanpa kata dan memeluknya.

"Bian kenapa?? Apa Mas Dewo kasar??"

Bian menggeleng pelan. Ia seakan enggan mengatakan apapun.

Di luar sana Papa Sanca sibuk menghubungi bagian kesehatan. Bang Rawa mencari obat seadanya di rumah sedangkan Bang Seba menginterogasi Bang Dewa.

"Ada apa dengan Bian?" Tidak enak juga Bang Seba ikut campur dalam urusan rumah tangga adiknya tapi semalam ia seakan mendengar jerit ketakutan dari seorang Bian.

"Nggak ada apa-apa Bang." Jawab Bang Dewa dengan wajah datar saja namun tidak ada yang bisa menerka isi hatinya. Hanya sebersit wajah sedih tidak bisa menipu semua orang.

Terus terang saat itu Bang Seba dan Bang Rawa sangat cemas. Kedua Abang sangat takut jika mungkin selama ini Bian tidak bisa menjaga diri hingga membuat suaminya menjadi kecewa.

"Dewo, apa Bian begitu mengecewakan hatimu? Maafkan kami kalau tidak bisa mendidiknya..!!"

"Bagi saya nggak masalah karena semua hanya masa lalu." Jawab Bang Dewa.

"Lalu apa masalahmu?? Mungkin kamu bisa sharing biar hatimu sedikit lebih tenang?" Bujuk Bang Seba.

"Saya minta es batu..!!" Pinta Bang Dewa.

Bang Rawa segera mengambilkan littingnya segelas es batu. Ia menyangka litting yang sekarang adik iparnya itu tengah kehausan. Setelah mengambil dari lemari es, Bang Rawa segera menyerahkan pada Bang Dewa.

Bang Dewa menerimanya lalu membungkus es batu dengan sapu tangan yang ada di sakunya.

"Badanmu pegal? Apa keseleo?? Ada yang salah urat?" Tanya Bang Seba.

"Bagaimana nggak salah urat? gagal fight Bang."

"Owalaaaaahh..!!!!!!!" Bang Rawa dan Bang Seba terkikik geli.

.

.

.

.

Terpopuler

Comments

Iis Cah Solo

Iis Cah Solo

😀😀😀😀😀😀..geemeesss akuu

2023-09-02

1

mommyanis

mommyanis

kayaknya nich ya....kayaknya nich...pas Bian menjerit itu dia ketakutan liat ulat sagunya bang Dewa yang ternyata BIG WOW......sampe Bian refleks nendang si ulat sagu itu 😁😁😁😁😁😁😁

2023-07-17

2

Kaniya Jaenes

Kaniya Jaenes

Ada apa dengan Bian, ach penasaran kan...
opo Bian... trauma sesuatu?

2023-05-18

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!