Nenek Sania kesal pada tuan Martin karena tuan Martin meminta Arlan dan keluarganya untuk pergi dari kota itu.
Nenek Sania tidak menahan kepergian Arlan dan keluarganya karena ia berharap jauh diluar Sana Arlan akan menemukan kehidupan yang lebih baik, lebih baik keluar dari rumah itu ketimbang Arlan menjadi supir dan terus terusan dihina begitu pikir nenek Sania.
Nenek Sania menatap sedih saat Arlan keluar dari rumahnya, tapi ia tidak mengatakan apapun.
Usai kepergian Arlan dan keluarganya, nenek Sania meminta Dennis untuk pergi.
"Dennis sebaiknya kamu juga pergi dan jangan datang kerumah ini lagi." Ucap Nenek Sania seperti sebuah perintah yang tidak bisa ditolak.
"Ibu, kenapa ibu mengusir Dennis?" Tanya tuan Martin, ia tak mengerti dengan sikap ibunya.
"Kamu bisa mengusir Arlan, kenapa aku tidak bisa mengusir Dennis? Sebelum Dennis datang Arlan itu adalah orang yang baik dan sopan, tapi setelah Dennis datang mendadak Arlan dituduh berbuat kurang ajar. apa kamu tidak berpikir? mungkin saja ini fitnah." Dengan wajah yang masih terlihat kesal Nenek Sania pergi meninggalkan ruangan itu.
Tuan Martin dan Istrinya saling berpandangan, Sania juga menatap Dennis. Sania seakan membenarkan kata kata Neneknya.
Sania menatap Dennis penuh rasa curiga, ditatap seperti itu membuat Dennis jadi gugub. Tidak ingin kebohongannya terbongkar Dennis kemudian bergegas pergi meninggalkan rumah Sania.
"Kalau begitu saya pulang dulu." Tanpa menunggu jawaban Sania dan keluarganya Dennis langsung berjalan cepat keluar dari rumah Sania.
Rencananya, setelah aku mendapatkan Sania. aku akan pergi keluar negeri, tapi semuanya berantakan gara gara Arlan. Dennis sangat kesal.
Hari begitu cepat berlalu, sejak kepergian Arlan sikap Sania mulai berubah. Sania yang dulunya pemarah sedikit demi sedikit berubah menjadi gadis yang pendiam.
Jauh didalam hatinya sebenarnya Sania merasa kehilangan, ia merindukan sosok Arlan yang selama ini selalu berada disampingnya dan menemaninya kemanapun ia pergi.
Beberapa tahun kemudian
"Sani... Sani... " Ibu Amina memanggil manggil Sania.
Ketika itu Sania dan ibunya sedang menonton tivi diruang tengah, mendengar namanya dipanggil Sania segera menghampiri neneknya yang berada diruang tamu.
Ibu Sania penasaran kenapa nenek Sania memanggil manggil Sania. ibu Sania berjalan mengikuti Sania.
"Ada apa nek? nenek sakit?" Tanya Sania merasa cemas.
"Apa benar kamu sudah menjual rumah ini?" Nenek Sania duduk karena ia merasa lelah.
Nenek Sania baru saja pulang dari berjalan jalan. karena bosan dirumah nenek Sania jalan jalan ditaman yang tidak jauh dari rumah mereka.
"Siapa yang mengatakan itu?" Sania sebenarnya tidak ingin memberitahu neneknya kalau ia sudah menjual rumah yang mereka tempati, Sania baru akan memberi tahu neneknya saat ia sudah mendapatkan rumah untuk disewa.
"Jangan mengalihkan pembicaraan jawab saja benar atau tidak." Ujar nenek Sania merasa kecewa.
"Maafkan aku nenek." Hanya itu kata kata yang keluar dari mulut Sania.
"Jadi itu benar? Sani... kenapa kamu melakukan ini? kenapa kamu menjual rumah kita?" ucap nenek Sania sambil berderai air mata.
Nenek Sania memang sangat menyukai rumah itu, ia betah tinggal dirumah itu.Ketika tuan Martin mengajaknya tinggal dirumah itu nenek Sania tidak menolak, ia langsung setuju dengan permintaan anaknya itu.
"Aku terpaksa nek." Melihat neneknya menangis Sania jadi ikut meneteskan air mata.
"Siapa yang memaksamu?"
"Nek.. perusahaan kita kebakaran, kerugiannya sangat besar. aku terpaksa menjual rumah ini untuk membayar gaji karyawan. belum lagi aku harus mengganti rugi dengan beberapa perusahaan yang bekerja sama dengan perusahaan kita dan masih banyak lagi uang yang aku harus keluarkan karena kebakaran itu." Sania pada akhirnya berterus terang pada neneknya.
"Selain itu, kita juga akan memberikan uang pesangon untuk karyawan perusahaan yang tiba tiba harus berhenti bekeja dan orang orang yang bekerja dirumah ini. kita juga harus memberikan gaji terakhir dan uang pesangon." Ibu Sania membantu Sania bicara.
Nenek Sania amat terkejut mendengar penjelasan Sania dan menantunya.
"Kenapa kalian tidak pernah cerita kalau perusahaan kita kebakaran? apa tidak ada cara lain selain menjual rumah ini?" Nenek Sania memegangi dadanya yang terasa sesak.
"Maaf nek, aku tidak ingin nenek khawatir. kita tidak punya harta lain. hanya rumah ini harta kita satu satunya, jadi tidak ada cara lain selain menjual rumah ini." Sania merasa bersalah pada neneknya.
"Nenek pikir, setelah perusahaan diurus olehmu. perusahaan akan semakin maju dan berkembang, tapi nyatanya nenek salah. seandainya ayahmu masih hidup. Dia pasti tidak akan rela rumah ini dijual." Dengan pipi yang basah karena air mata Nenek Sania lalu pergi meninggalkan Sania dan ibunya.
"Nenek... " Sania ingin menyusul neneknya yang sudah masuk kedalam kamar.
"Sania sudah, biarkan saja. nenekmu mungkin shock, dia butuh waktu untuk sendiri." Ibu Sania memegangi tangan Sania.
"Ibu benar. sekarang, nenek pasti ingin sendiri." Sania akhirnya tidak jadi menyusul neneknya.
🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃
Sania menjatuhkan dirinya diatas sofa, Sania duduk sambil memijat pelipisnya sesekali ia memejamkan matanya.
Ibu Sania duduk disamping Sania, ia menepuk nepuk bahu Sahia untuk memberi Sania semangat.
"Permisi nona, diluar ada tamu." Salah seorang yang bekerja dirumah Sania menghampiri Sania dan ibunya.
"Siapa mba?" Sania membuka matanya yang semula terpejam.
"Orang itu bilang, namanya pak Billy." ucap perempuan muda yang bekerja dirumah Sania.
"Suruh masuk saja mba?" Perintah Sania.
"Pak Billy itu Siapa nak?" Tanya ibu Sania.
"Dia yang mau membeli rumah kita ma, tadi pagi aku sudah bertemu dengannya. pak Biily juga sudah transfer uang untuk membayar rumah ini." Cerita Sania membuat Ibu Ranti bertanya tanya.
"Sudah tranfer semua?" Ibu Sania sedikit kaget. harga rumah mereka cukup mahal, tapi bisa terjual dalam waktu singkat.
"Belum, baru setengahnya. Setengahnya lagi akan dia bayar setelah ia melihat lihat rumah ini." Sania menjelaskan pada ibunya.
"Kalau begitu ibu kedapur dulu, ibu ambilkan minum buat pak Billy." Ibu Sania kemudian pergi meninggalkan Sania sendiri.
Setelah Ibu Sania pergi, Billypun datang. Sania lalu mempersilahkan Billy untuk duduk.
"Silahkan duduk pak." Sania tersenyum ramah.
"Terima kasih nona Sania, sebenarnya saya datang kesini bersama seseorang." Billy duduk dibangku yang berada dihadapan Sania.
"Kenapa teman bapak tidak ikut masuk?" Sania mengira Billy datang bersama temannya.
"Tadi dia sedang menelphone. mungkin sekarang sudah selesai." Billy melihat kearah pintu, ia melihat seseorang yang ia maksud sedang berdiri didepan pintu.
"Pak Arlan, Kenapa berdiri disana? ayo masuk."
Deg....
Jantung Sania berdebar kencang ketika Billy menyebutkan nama Arlan, Sania langsung menoleh kearah pintu dan ia melihat Arlan masih berdiri disana.
"Arlan." Selama beberapa detik Sania menatap Arlan, ia tidak menyangka Arlan akan datang kerumahnya.
Sama seperti Sania, Arlanpun sedang menatap Sania, mereka berdua saling berpandangan.
Entah dorongan dari mana, Sania tiba tiba berjalan cepat menghampiri Arlan dan tanpa rasa malu Sania memeluk Arlan. beberapa tahun tidak bertemu, membuat Sania merindukan sosok Arlan.
"Lepaskan aku." Arlan mendorong tubuh Sania hingga Sania terjatuh dilantai.
Billy ingin membantu Sania, tapi Arlan melarangnya. ia memberikan isyarat dengan sedikit menggelengkan kepalanya.
Arlan mengulurkan tangannya, ia bermaksud membantu Sania. Semula Sania merasa ragu menerima bantuan Arlan, namun Arlan terus menatapnya. tatapan matanya tajam, wajahnya dingin.
Sania bisa merasakan aura kebencian yang terpancar dari mata Arlan. karena merasa tidak nyaman ditatap seperti itu, Sania memilih menerima bantuan Arlan. Sania memegang tangan Arlan yang Arlan ulurkan padanya.
🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃
Arlan menarik tangan Sania sampai Sania berdiri lalu jatuh kedalam pelukannya.
"Perempuan lemah, baru didorong begitu saja sudah jatuh. apa kamu kekurangan makan? sampai tubuhmu jadi lemah." Bisik Arlan ditelinga Sania.
Sania mendorong dada Arlan hingga pelukannya terlepas.
"Kalian saling kenal?" Tanya Billy, ia merasa seperti penganggu diantara Sania dan Arlan.
Sania dan Arlan terlihat bagai dua orang yang sedang melepas rindu.
"Tidak." Jawab Sania membuat Arlan mematap kesal padanya.
"Aku kira dia Arlan yang aku kenal, tapi ternyata bukan. aku salah orang." Sania masih marah karena tadi Arlan mendorongnya.
"Begitu, ya... kalau begitu saya perkenalkan. nona Sania, ini Pak Arlan. dia yang akan membeli rumah anda."
"Apa?" Sania tidak menyangka orang yang akan membeli rumahnya ternyata adalah Arlan mantan supirnya.
"Saya ini cuma asistent pak Arlan, mengenai jual beli rumah. nona bicara langsung saja pada pak Arlan, kalau begitu saya permisi." Tidak ingin berlama lama menjadi pengganggu. Billy bergegas pergi meninggalkan Sania dan Arlan berdua.
"Apa yang terjadi Sania? Kenapa kamu ingin menjual rumah ini?" Tanpa diminta Arlan duduk, dengan santai ia menyandarkan tubuhnya dikursi.
"Perusahaan ayahku kebakaran, aku butuh uang."
"Apa papamu mengijikan rumah ini dijual?"
"Papaku..papaku sudah meningggal." Sania tampak sedih matanya berkaca kaca.
"Meninggal? memangnya papamu sakit apa?"
Arlan kembali bertanya, ia tidak terlalu kaget karena sebenarnya Arlan sudah tahu kalau tuan Martin sudah meninggal.
Setahu Arlan, tuan Martin tidak punya riwayat penyakit yang berbahaya. tapi mengapa umurnya tidak panjang? pertanyaan pertanyaan itu muncul dibenak Arlan.
"Satu tahun yang lalu, ada orang diperusahaan yang membawa lari uang perusahaan. jumlahnya tidak sedikit, untuk menutupi kerugian perusahaan dan supaya perusahaan tidak bangkrut papaku menutup lalu menjual cabang perusahaan yang ada diluar kota." Sania mulai bercerita.
"Orang yang menipu dan membawa lari uang perusahaan itu adalah teman papaku karena itu papa shock, papaku mengalami serangan jantung lalu... lalu papaku meninggal." Sania hampir saja menangis tapi ia berusaha menahannya.
Arlan ingin memeluk Sania tapi ia tidak jadi melakukannya karena Nenek Sania dan ibu Sania datang keruangan itu.
Ibu Sania datang dengan membawa nampan berisi gelas minuman, ibu Sania terkejut melihat kehadiran Arlan.
Prang...
Karena kaget nampan yang ibu Sania pegang terjatuh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Alenaya faraza
jangan lama lama up nya
2023-05-25
9