Arlan merasa risih karena Erika masih berada didalam mobil dan terus mengajaknya bicara, untunglah kuliah akan segera dimulai sehingga Erika pergi meninggalkan Arlan sendiri.
Saat Erika masuk kedalam kampus, Erika melihat Sania sedang bicara dengan seseorang.
Tanpa sengaja Sania menabrak seseorang, ternyata Sania mengenal orang itu. orang itu adalah Dennis, kakak kelas Sania saat Sania masih duduk dibangku sma.
"Dennis." Sania sangat senang bisa bertemu lagi dengan Dennis.
Sudah lama Sania tidak bertemu dengan Dennis, sejak lulus sma Dennis memutuskan kuliah diluar negeri.
"Sani.. sedang apa kamu disini?" Dennis tersenyum bahagia.
"Aku kuliah disini, kamu sendiri? bukannya kamu kuliah diluar negeri."
"Kuliahku sudah selesai, aku datang kekampus ini untuk menemui adikku."
"Jadi adikmu kuliah disini?"
"Iya... " Ujar Dennis masih dengan senyum yang merekah dibibirnya.
Mereka lalu ngobrol sebentar, saat Sania ingin pergi Dennis sempat meminta nomer ponsel Sania.
"Sani..kamu masih tinggal dirumah yang dulu?" Tanya Dennis ingin tahu.
"Iya...aku belum pindah rumah. ya sudah, aku masuk kedalam dulu. aku harus kuliah." Sania berpamitan, ia lalu masuk kedalam kampus.
Dennis masih memandang Sania sampai tubuh Sania menghilang dari penglihatannya.
"Dennis." Erika berjalan mendekati Dennis, sama seperti Sania Erika juga merasa senang bisa bertemu lagi dengan Dennis.
"Erika, Kamu kuliah disini?" Dennis seakan tidak senang bertemu dengan Erika.
"Iya.." Erika tersenyum ramah.
"Oh..." Dennis ingin pergi meninggalkan Erika.
"Dennis, tunggu! kamu mau kemana?" Erika memegang tangan Dennis.
"Aku mau pergi." Dennis menepis tangan erika lalu ia pergi meninggalkan erika yang masih terdiam karena sikap Dennis yang dingin padanya.
Kenapa Dennis bersikap seperti itu padaku? Dennis bersikap manis pada Sania sedangkan denganku... Erika merasa sedih.
"Apa bagusnya Sania? kenapa Arlan dan Dennis suka berdekatan dengan Sania? Sania memang cantik, tapi aku juga cantik. Sania memang berasal dari keluarga kaya, tapi keluargaku juga kaya." Erika memuji dirinya sendiri sambil mengepalkan satu tangannya
🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸
Siang itu udara begitu panas membuat Sania berkeringat, Sania buru buru masuk kedalam mobil dan disana Arlan sudah menunggunya.
"Kita mau kemana nona?" Tanya Arlan saat melihat Sania sudah masuk kedalam mobil.
"Kita pulang."
Biasanya pulang kuliah Sania tidak langsung pulang, ia sering menghabiskan waktu dengan teman temannya. entah itu berbelanja atau pergi ketempat tempat yang biasa ia kunjungi dengan temannya, tapi hari itu Sania tiba tiba ingin pulang membuat Arlan sedikit heran.
"Tumben."
Kata kata yang ingin Arlan ucapkan didalam hati keluar begitu saja dari mulutnya.
"Nanti ada temanku yang mau datang kerumah, jadi aku mau siap siap menyambutnya." ucap Sania penuh semangat
"Siapa teman nona yang mau datang? Erika?" Entah kenapa Arlan merasa kalau Erika bukanlah teman yang baik walaupun Erika selalu bersikap baik, tapi Arlan bisa merasakan kebaikan Erika itu palsu dan tidak tulus.
"Kamu pikir temanku cuma Erika." Sania jadi kesal.
"Kalau bukan Erika lalu siapa?" Tanya Arlan ingin tahu.
"Bukan urusanmu. supir bodoh, tugasmu itu cuma menyetir. jadi jangan banyak omong." Sania menatap sinis pada Arlan.
Arlan sebenarnya sakit hati setiap kali ia mendengar ucapan kasar Sania yang merendahkan dirinya, namun karena ia bekerja pada Sania ia tidak bisa membalas kata kata pedas Sania.
Sampai dirumah Sania segera mandi, Sania berendam selama sepuluh menit setelah itu ia memakai baju lalu berdadan, usai berdandan Sania terlihat lebih cantik.
Sania berjalan menuruni anak tangga sampai dibawah ia melihat Arlan yang sedang minum. Arlan hampir saja menjatuhkan gelas yang ia pegang ketika ia melihat Sania, hari itu Sania benar benar cantik hingga membuat mata Arlan tidak berkedip memandangnya.
"Apa liat liat? ada yang aneh?" dipandang seperti itu membuat Sania merasa ada yang salah dengan penampilannya.
Sania merasa dandanannya terlalu berlebihan.
"Tidak ada nona, tidak ada yang aneh. justru hari ini nona Sania sangat cantik."
Mendengar pujian Arlan Sania wajahnya memerah, entah mengapa Sania menjadi malu. ia menundukan wajahnya.
Beberapa detik kemudian Sania menyadari kalau ia sedang tersipu malu.
"Supir bodoh, kamu tidak perlu memujiku. aku sudah tahu kalau aku cantik." Sania menutupi rasa malunya dengan berpura pura marah.
Wajah Arlan berubah jadi tidak enak dipandang, ia yang semula tersenyum mendadak cemberut.
"Kalau tidak ada lagi yang nona butuhkan, saya, pulang dulu." Arlan berpamitan pulang.
"Aku sudah tidak butuh kamu lagi, kalau mau pulang pulang saja." Ujar Sania sinis.
Arlan kemudian pergi meninggalkan Sania sendirian, setelah Arlan pergi Sania keluar kehalaman rumahnya. Sania duduk didepan dihalaman rumahnya sambil menunggu seseorang.
Sania menunggu sampai langit yang terang berubah menjadi gelap, Sania mengira orang yang ia tunggu tunggu tidak akan datang.
Sania mencoba menelphone orang itu, tapi telphone Sania tidak jawab. Sania akhirnya memilih untuk masuk kembali kedalam rumahnya, Sania baru sampai didepan pintu rumahnya ketika ada seseorang yang memanggil namanya.
"Sani.... " Panggil orang itu.
"Dennis." Sania menoleh kebelakang, ia melihat Dennis sedang berdiri diteras rumahnya.
Tamu yang akan datang kerumah Sania ternyata adalah Dennis.
"Aku kira kamu engga datang." Sania berjalan mendekati Dennis.
"Kalau aku bilang aku akan datang, aku pasti datang." Dennis tersenyum manis.
"Diluar dingin, kita masuk." Sania mengajak Dennis masuk kedalam rumahnya.
🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸
Dennis duduk diruang tamu sambil menunggu Sania yang sedang mengambil minum, Beberapa saat kemudian Sania datang dengan membawa secangkir teh hangat.
"Ini diminum dulu." Sania meletakan cangkir itu diatas meja lalu ia duduk disebelah Dennis.
"Sani.... rumah kamu sepi, Dimana keluargamu?" Tanya Dennis, ia belum meminum teh yang disediakan Sania.
"Papa dan mamaku sedang pergi bersama nenekku dan orang orang yang bekerja disini sudah pulang semua."
"Jadi, tidak ada ditinggal disini selain keluargamu?" Dennis kembali bertanya.
"Tidak ada, semua orang yang kerja disini biasanya datang jam delapan pagi dan kalau pekerjaan mereka selesai mereka pulang kerumah mereka sendiri." Cerita Sania.
"Begitu ya. Sani, sebenarnya aku tidak suka teh. aku biasanya minum air putih, aku haus. apa boleh aku minta air putih?" pinta Dennis malu malu.
"Ya... boleh dong Dennis. Kamu tunggu sebentar, aku ambilkan." Sania berdiri lalu ia berjalan kearah dapur.
"Bagus.. kalau begini aku tidak perlu repot repot mencari tempat untuk bersenang senang dengan Sania, disini saja mumpung tidak ada orang." Dennis tersenyum licik.
Dennis kemudian mengambil kertas kecil yang terlipat, ia mengambil kertas itu dari saku celananya.
Dennis membuka lipatan kertas itu, didalam kertas itu ada sedikit serbuk. Dennis lalu memasukan serbuk itu kedalam cangkir teh yang berada diatas meja, Dennis memasukan kembali kertas yang tadi ia ambil kedalam saku celananya.
Usai Dennis melancarkan rencananya barulah Sania datang dari dapur.
"Ini air putih nya." Sania memberikan segelas air putih langsung pada Dennis.
"Terima kasih Sania." Dennis menerima segelas air putih yang diberikan oleh Sania, dengan cepat ia meminum air putih itu.
"Sani, tehnya kamu Saja yang minum." Pinta Dennis.
"Tadi ku sudah minum didapur." Sania menolak.
"Tapi sayang kalau tehnya dibuang." Ujar Dennis dengan wajah yang terlihat memohon.
"Ya udah.. oke aku minum." Sania menimum teh itu bahkan sampai habis.
Melihat itu Dennis tersenyum puas.
Yess berhasil. Batin Dennis, ia sangat senang.
"Dennis, kenapa rasa teh beda?" Sania memengangi kepalanya yang mendadak pusing.
"Mana aku tahu, itu kan teh buatanmu." Dennis pura pura bodoh ia mengangkat sedikit bahunya.
Dan beberapa detik setelah itu, tubuh Sania terjatuh diatas sofa.
"Sani....Sania." Dennis melambai lambaikan satu tangannya didepan wajah Sania.
"Rupanya dia sudah pergi kealam mimpi." Lagi lagi Dennis tersenyum.
Dennis menutup pintu ruang tamu lalu ia menguncinya, dihampirinya Sania yang sedang tertidur diatas sofa.
Dennis duduk tepat disamping Sania dengan lembut ia membelai belai rambutnya.
"Sania, kamu cantik. aku harus mendapatkanmu hari ini." Tangan Dennis mulai turun.
Tangan Dennis kini sudah berada diabawah leher Sania, dengan lancang Dennis membuka kancing baju Sania satu persatu.
🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸
Perasaan Arlan tidak enak, Arlan tidak tahu kenapa ia mencemaskan dan memikirkan Sania. Arlan merasa tidak tenang meninggalkan Sania sendirian.
Walaupun Sania mengatakan ada temannya yang akan datang, tapi tetap saja Arlan mengkhawatirkan keadaan Sania.
Bagaimana kalau kalau teman Sania tidak jadi datang, bagaimana kalau ada orang jahat yang masuk kedalam rumah Sania. itulah yang ada dipikirkan Arlan.
Sampai didepan rumah Sania, Arlan merasa ada yang aneh karena rumah Sania sepi. pintunya pun tertutup, Arlan mengira Sania sedang pergi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments