Istri Simpanan
Sania Anggara, gadis berusia dua puluh satu tahun itu memang bukan gadis biasa ia terlahir didalam keluarga Anggara, keluarga yang kaya raya. Ayah Sania, tuan Martin Anggara merupakan orang yang terpandang dikota itu.
Tuan Martin Anggara memiliki sebuah perusahaan besar dikota itu, perusahaannya sangat maju dan berkembang hingga tuan Martin berencana untuk membuka beberapa cabang perusahaan dikota lain.
Sania adalah anak semata wayang dari tuan Martin, sejak kecil Sania selalu dimanja oleh kedua orang tuanya. Apapun yang Sania minta, tuan Martin akan memberikannya.
Mungkin karena terlalu dimanja dan terbiasa mendapatkan semua yang ia inginkan Sania tumbuh menjadi gadis yang kurang mandiri dan suka berbuat seenaknya.
Sania masuk kedalam mobilnya, ia jadi marah melihat Arlan tidak ada didalam mobilnya.
"Pergi kemana supir bodoh itu?" Gerutu Sania.
"Arlan! Arlan!" Teriak sania.
Suara teriakan Sania membuat Erika jengah, ia memutar bola matanya malas. dengan cepat Erika memasang handsant dikedua telinganya, hal itu ia lakukan agar ia tidak mendengar suara cempreng Sania.
Sania sudah lama bersahabat dengan Erika, sahabatnya itu semalam menginap dirumahnya. pagi itu mereka akan pergi bersama sama kekampus.
Setelah beberapa kali berteriak memanggil nama Arlan, Arlan akhirnya datang. Arlan masuk kedalam mobil dengan dahi yang sedikit berkeringat.
"Supir bodoh! dari mana saja kamu?" Hardik Sania dengan wajah cemberut.
"Maaf nona Sania, saya barusan dari toilet." Arlan memakai sabuk pengaman tidak ada rasa takut meskipun Sania membentaknya. Arlan memang sudah terbiasa mendengar Sania marah marah.
"Alasan aja kamu." wajah Sania masih cemberut
Melihat kedatangan Arlan, Erika tersenyum senang. Erika melepaskan Handsant yang yang tergantung ditelinganya. Erika tidak suka Sania memarahi Arlan ia buru buru memotong pembicaraan Sania dan Arlan.
"Ayo kita berangkat."
Ujar Erika dengan senyum yang dibuat buat.Entah Erika sedang menutupi rasa kesalnya pada Sania atau ia memang benar benar senang melihat kedatangan Arlan. Hanya Erika yang tahu apa yang sebenarnya ia rasakan.
"Tunggu tunggu!" Sania membuat Arlan mengurungkan niatnya untuk menjalankan mobil.
"Ada apa nona?" Arlan menengok kebelakang, melihat kearah Sania yang sedang duduk dikursi belakang bersama Erika.
Erika segera menundukan wajahnya ketika pandangan matanya bertemu dengan mata Arlan.
Erika kenapa? Batin Arlan, ia menggelengkan sedikit kepalanya.
"Tas ku ketinggalan. cepat kamu ambil." Perintah Sania sontak membuat Erika dan Arlan tersentak.
Saat itu Sania, Arlan dan juga Erika masih berada didepan rumah Sania. untuk masuk kedalam rumah Sania memerlukan waktu dan juga kesabaran.
Rumah Sania sangat besar halamannya juga luas. untuk masuk kedalam rumah itu tidak cukup hanya dengan beberapa langkah apalagi kamar Sania berada dilantai dua, membuat Arlan menarik nafas.
"Kenapa kamu malah diam? cepat ambilkan."
Arlan masih diam walaupun Sania sudah memarahinya.
"Arlan, kamu engga mau ambil tasku? mau aku pecat?" Sentak Sania seraya menatap tidak senang pada Arlan.
"Saya mau mengambilkan tas nona, saya cuma bingung mau ambil tas yang mana?" Karena tidak ingin dipecat Arlan mencari cari alasan, tapi alasan Arlan terdengar masuk akal hingga Sania percaya dengan Arlan
"Arlan benar Sani.. tas kamu itu ada banyak." ucap Erika membela Arlan.
Mendengar ucapan Erika membuat Sania tidak jadi marah pada Arlan.
"Ambil tas aku yang ada dimeja rias, warnanya biru." Perintah Sania.
"Baik nona."
Arlan segera keluar dari mobil, ia berlari kecil memasuki halaman rumah Sania. sampai didalam rumah Arlan langsung naik kekamar Sania yang berada dilantai dua.
Rumah itu terlihat sepi karena orang tua Sania sedang tidak ada dirumah. orang orang yang bekerja dirumah Sania juga belum datang yang ada hanyalah Bu Amina Nenek Sania.
"Arlan dari mana kamu?" Nenek Sania menyapa Arlan
Dikeluarga Sania tidak ada yang bersikap baik pada Arlan kecuali Bu Amina.
"Saya habis mengambilkan tas Nona Sania." Jawab Arlan sambil tersenyum.
"Anak itu selalu saja menyusahkanmu." Nenek sania menggelengkan kepalanya.
"Tidak apa apa nek, ini memang sudah tugas saya. saya pergi dulu nek." Arlan berpamitan kemudian ia keluar dari rumah itu. setelah Arlan keluar dari rumah itu nenek Sania pergi kekamarnya.
Arlan lalu masuk kedalam mobil, ia terlihat lelah.
"Kamu itu, jadi cowo loyo. cuma disuruh begitu udah cape." Sania mengambil tas yang dipegang Arlan.
"Engga kok nona, saya engga cape." Arlan tersenyum kecut.
"Ya sudah, cepat jalan." Lagi lagi Sania menjukan sikapnya yang suka memerintah.
"Iya nona." Arlan menyeka keringat yang mengalir didahinya.
"Tunggu tunggu." Untuk kedua kalinya Sania mencegah Arlan yang ingin menjalankan mobil.
"Ada apa lagi nona Sania?" Arlan jadi kesal.
Arlan ingin sekali keluar dari mobil itu kemudian membanting pintu mobil dengan keras namun Arlan tidak melakukan karena ia tidak ingin dipecat.
"Hp ku mana?" Tanya Sania tanpa beban.
Sania semakin hari semakin membuat aku kesal, kenapa dia menanyakan hpnya pada Arlan? perempuan menyebalkan. kalau bukan karena Arlan rasanya aku malas berteman dengan Sania. Erika merasa marah.
"Saya tidak tahu nona." Arlan sedikit bingung.
"Kalau kamu engga tahu, ya kamu cari tahu. sekarang kamu masuk kedalam dan cari handphone aku sampai ketemu." Bentak Sania.
Arlan dan Erika menatap tidak percaya pada Sania. Sania baru saja meminta Arlan mengambil tasnya didalam rumah dan sekarang ia meminta Arlan untuk mencari ponselnya.
Sikap Sania benar benar membuat aku lelah, tapi kenapa aku tidak ingin jauh jauh darinya? Ucap Arlan dalam hati.
Tanpa bicara Arlan langsung keluar dari mobil Sania, Arlan kembali masuk kedalam rumah Sania untuk mencari ponsel Sania.
Sepuluh menit kemudian Arlan kembali lagi kedalam mobil Sania, tapi Arlan tidak membawa apa apa ditangannya hal itu membuat Sania marah.
"Mana hp aku?" Sania berharap Arlan menyimpan ponselnya disaku baju atau saku celananya.
"Maaf nona Sania. saya sudah keliling rumah mencari hp nona, tapi hp nona tidak ada." Ujar Arlan seraya menarik nafas dalam dalam.
"Maksud kamu? hp aku engga ketemu? aku sudah bilang cari hp aku sampai ketemu, kalau belum ketemu kamu jangan berhenti mencari." Sania marah marah.
"Nanti nona Sania bisa terlambat kuliahnya."
"Aku engga mungkin kuliah, tanpa membawa hp." Sania sangat kesal.
"Sudah! sudah! kalian jangan berdebat lagi. Arlan kamu miss call saja hp Sania." Erika tidak suka Sania memarahi Arlan.
"Supir bodoh, seharusnya dari tadi kamu miss call hpku. supaya kamu tidak terlalu repot mencarinya." Belum ada satu jam Sania sudah berkali kali memarahi Arlan.
"Saya engga punya pulsa non."
"Arlan! kamu jangan bikin malu aku. gaji yang diberikan papaku itu lumayan besar. masa sih, beli pulsa saja kamu engga mampu."
Kalau kamu ngomel ngomel terus, kita bisa terlambat kuliah karena waktu kita habis hanya untuk mendengarkan ocehanmu. Erika bicara sendiri dalam hati.
"Biar aku saja yang miss call hp Sania." Erika lalu mengambil ponsel yang ada didalam tasnya.
Saku baju Sania bergetar ketika Erika menelphone keponsel Sania, Sania baru menyadari kalau ponselnya berada didalam saku bajunya.
"Erika, kamu mau kemana?" Tanya Sania saat ia melihat Erika ingin membuka pintu mobil.
"Aku mau masuk kedalam rumahmu, mungkin didalam aku bisa mendengar bunyi suara hp kamu." Erika masih mengira ponsel Sania ada didalam rumah Sania.
Erika tahu Arlan sudah lelah, karena itu ia memutuskan untuk mencari ponsel Sania.
"Tidak usah." Sania melarang Erika pergi.
"Kenapa?"
"Hp aku udah ketemu." Sania mengambil ponsel dari saku bajunya.
Untuk beberapa saat suasana menjadi hening, Sania merasa bersalah sedangkan Arlan dan Erika merasa begitu kesal.
"Arlan, cepat jalan. malah bengong." Sebenarnya Sania merasa tidak enak pada Arlan, tapi karena gengsi ia tidak ingin menunjukkannya didepan Arlan dan Erika.
Mobil Sania berjalan dengan cepat, tidak ada yang bicara didalam mobil itu. Erika sibuk dengan ponselnya dan Arlan hanya diam sepertinya ia enggan untuk bicara. Sania sendiri juga tidak tahu harus berkata apa,Saniapun ikut diam tak bersuara sampai akhirnya mereka bertiga sampai dikampus.
"Sani, kamu masuk duluan. aku mau balas pesan dari mamaku." Erika berlaga sibuk memainkan ponselnya, padahal ia hanya ingin berduaan dengan Arlan.
"Iya, tapi jangan lama lama." Sania keluar dari mobil itu, ia pergi meninggalkan Arlan dan Erika.
Sebelum pergi Sania sempat menoleh kearah Arlan tapi pandangan mata Arlan lurus kedepan ia seakan tak mau memandang Sania, dengan hati yang kecewa Sania turun dari mobilnya.
🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸
"Sampai kapan kamu mau menjadi supir Sania?" Pertanyaan Erika membuat Arlan menengok kebelakang, tempat dimana Erika duduk.
"Maksud mu?" Arlan tidak mengerti kenapa Erika bertanya seperti itu.
"Arlan, kuliah kamu sudah selesai, kamu bisa mencari pekerjaan lain. kenapa kamu tetap bertahan menjadi supir Sania?"
Supir sania semula adalah pak Brata ayah dari Arlan karena pak Brata sakit, Arlan menggantikan posisi pak Brata menjadi supir Sania.
Beberapa bulan menjadi supir Sania, Arlan jadi merasa kasihan pada ayahnya Karena menjadi supir Sania ternyata adalah pekerjaan yang melelahkan.
Setelah ayahnya sembuh Arlan melarang ayahnya bekerja kembali dengan alasan ayahnya sudah tua dan lebih baik istirahat sambil menikmati masa tuanya dirumah.
Sudah satu tahun Arlan bekerja sebagai supir Sania namun ia tidak pernah mengabaikan kuliahnya yang hampir selesai. kini ia sudah lulus kuliah, tapi Arlan justru melupakan tujuan utamanya yaitu mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.
"Mencari pekerjaan itu tidak mudah, aku akan berhenti bekerja jika aku sudah mendapatkan pekerjaan baru."
Arlan mengungkapkan alasan kenapa ia tetap bekerja menjadi supir Sania.
Aku juga tidak mengerti, kenapa aku merasa berat berhenti dari pekerjaan ini? meskipun sikap Sania menjengkelkan, tapi aku merasa senang berada didekatnya. apa mungkin aku sudah jatuh cinta pada Sania. Batin Arlan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Lastri diah
lanjut thor
2023-05-03
10