Beberapa tahun kemudian
Melalui ketekunannya, Adnan berhasil lulus dari bangku kuliah. Setelah itu pun, pak Aji meminta Adnan untuk menjadi manager umum dan beliau berjanji akan menaikkan gaji.
Kesempatan emas tentunya, Adnan langsung mengiyakan tawaran dari pak Aji. Adnan merupakan pemilik karakter yang mudah akrab, sehingga sedikit banyak Adnan sudah mengetahui sistem bekerja disini karena ia sering bergabung dengan para pekerja lainnya.
Jabatannya memang manager, tapi, Adnan tetap merangkap sebagai supir yang mengantar jemput anak-anak bos karena putri bungsu pak Aji sangat manja kepadanya dan tidak mau di antar jemput orang lain.
Jika mau di jemput oleh orang lain pun itu karena Adnan tengah sibuk dan harus menggunakan rayuan yang sangat panjang. Terkadang Adnan juga terpaksa akan mengabari pak Aji dan beliau atau istrinya yang melakukan antar jemput sendiri. Jika sama-sama sibuk, karyawan lain yang diminta untuk menjemput anak-anaknya, karena mereka tidak memperkerjakan supir untuk keluarga.
##
Kantor
Suasana ramai seperti biasanya, bekerja diselingi dengan suara candaan. Apalagi ketika pemilik perusahaan tidak ada di kantor.
"Bakal ada anak baru nih!" seru salah 1 karyawati di ruangan tersebut.
"Dari mana?" tanya yang lain antusias.
Yang lain pun ikut saling bertanya karena penasaran.
"Sama kayak Adnan tuh asalnya kata si Bos." jawab Ayu melirik pada Adnan sekilas.
"Wiihh, siapa Mbak namanya?" tanya Adnan yang ikut antusias dan ia belum mendengar informasi apapun mengenai karyawan baru.
"Ada 5 orang sih ini yang mau datang, tapi, kayaknya yang 1 cuma ngantar soalnya sering kesini dan 4 orang karyawan baru." jawab Ayu menjelaskan.
"Sebutin semua nama-namanya, Mbaaakk." protes Adnan gregetan.
"Sabar kali Bosss!" jawab Ayu kesal.
Sudah hal biasa bagi mereka untuk adu mulut setiap hari, bagaikan kucing dan tikus yang sulit untuk akur.
"Rahman, Rian Saputra, Amelinda, Rehan Faizal, sama Haningtyas." sebut Ayu.
"Kenal nggak?" tanya Ayu menatap Adnan yang masih nampak berfikir.
"Pak Rahman, Linda, sama Reee-han kayaknya kenal deh, kalau siapa tadi? Rian sama Haningtyas ya? nggak kenal deh, mungkin beda daerah.'' jawab Adnan.
''Yaahhh, mana ku tau juga.'' jawab Ayu mengangkat kedua bahunya.
''Kok pada repot, kalau orang-orang itu sudah pada sampai sini 'kan bisa kenalan satu-satu! di kekepin dah itu semuanya biar paham.'' sahut salah satu karyawan di ruangan itu yang sedari tadi terdiam karena dipusingkan oleh komputernya yang tiba-tiba mati disaat sedang fokus mengetik data, dan belum sempat menekan control S.
Adnan dan Ayu pun langsung berhenti bersitegang, termasuk yang lain pun ikut terdiam dan saling melempar kode untuk bubar barisan.
Mereka kembali mengerjakan tugas yang belum selesai, mengerjakan pekerjaan yang sempat tertunda karena kebanyakan becanda.
Zrrtt zrrtt
Adnan langsung menatap layar hpnya yang berdering, tertera nama "MY BIG BOSS" tengah menghubunginya. Sudah pasti ada perintah atau informasi.
"Iya hallo, Pak." jawab Adnan.
"Iya, Nan, Besok siang ke Bandara jemput ada karyawan baru." suruh pak Aji.
"Siap Pak, siap." jawab Adnan.
Pak Aji langsung menutup sambungan teleponnya setelah mendapat jawaban dari Adnan.
Besok adalah hari Minggu, maka dari itu Adnan tidak ragu untuk mengiyakan perintah dari pak Aji karena bebas antar jemput anak-anaknya.
...
"Om Adnaaann!!" panggil si cantik Agatha, putri bungsu dari pak Aji.
"Iya, sayang." jawab Adnan langsung menggendong tubuh mungil Tata, sapaan Agatha.
Malam Minggu, Adnan mendapat tugas mengantar si bungsu ke playground, karena kedua orang tuanya sedang berada di luar kota untuk perjalanan dinas pak Aji, sementara istrinya senantiasa mendampingi sang suami.
Tata bermain dengan di dampingi mbak Sela, baby sitter dari Tata. Setelah melirik jam di pergelangan tangannya, Adnan beralasan tidak betah dengan suasana dan pura-pura bersin terus karena Tata tidak mau di tinggal, padahal Adnan ingin menelepon putrinya, hal rutin yang ia lakukan setiap malam. Akhirnya Tata percaya karena melihat permainan yang banyak membuat dia tidak fokus kepada Adnan lagi.
Adnan berjalan ke arah parkiran mobil sambil melakukan panggilan telepon. Deringan pertama, kedua tidak mendapat jawaban, Adnan terus mencoba menghubungi, dan akhirnya deringan ketiga tidak lama muncul menitan di layar hpnya.
"Assalamu'alaikum....." ucap Adnan.
Terdengar ibu dari anaknya itu menyuruh Rani untuk berbicara karena terdengar seperti suara lari dan memaksa, mungkin putrinya sedang asik bermain jadi tidak ingin di ganggu.
"Neng, Neng...." panggil Adnan pada mantan istrinya.
Adnan sudah mencoba membuka lembaran baru, ia sudah siap bangkit, mungkin sudah takdirnya dan mantan istri harus seperti ini. Adnan merasa keadaan ini lebih baik karena setidaknya sudah tidak pernah terjadi percekcokan lagi. Mereka pun sudah mulai menurunkan ego demi menjaga mental anaknya.
"Iya." jawab Tania, mantan istri Adnan
"Rani lagi mainan ya?" tanya Adnan.
"Iya, dia lagi mainan sama kakaknya (anak dari kakaknya Tania)." jawab Tania.
"Oh, Iqbal disitu? dari kapan, Neng?" tanya Adnan lagi.
"Dari kemarin, iya kemarin." jawabnya terdengar gagap, tapi, Adnan mencoba santai.
"Ini, Rani-nya lagi nggak mau ngomong." ucapnya.
"Oh, ya sudah nggak papa kalau gitu, gimana sehari ini? Rani ngapain aja?" tanya Adnan lagi.
"Ya, seperti biasa, nggak ada masalah kok, aman. Oh ya, uangnya sudah tak ambil kemarin, terima kasih." jawabnya.
"Alhamdulillah, semoga menjadi berkah untuk kamu dan Rani ya." balas Adnan.
"Iya." jawab Tania yang suaranya terdengar jauh.
Terdengar suara wanita itu menjawab ucapan salam, ntah siapa yang datang. Adnan mencoba mempertajam pendengaran supaya bisa mendengar dengan seksama sambungan telepon tersebut.
Kalau tidak salah, Adnan mendengar, "Bentar Mas, ayahnya Rani masih telepon."
Suara itu terdengar sedikit berbisik atau ponselnya yang sengaja dijauhkan. Kalau saudara yang datang, biasanya tidak pernah seperti itu.
Sakit?? iya sedikit cemburu,hehehehe
Tapi, Adnan harus menyadari dan mengerti semuanya. Tak ada hak campur tangannya untuk kelanjutan hidup wanita itu, kecuali tentang tumbuh kembang anak mereka.
Terkadang Adnan juga ingin memiliki sosok pendamping, tapi, selama ini belum ada yang benar-benar membuat hatinya memantapkan hati pada seseorang.
"Neng, ya sudah kalau Rani masih main, kalau dia mau telpon, langsung telpon aja ya." ucap Adnan.
"Oh, iya iya, nanti di sampaikan." jawab Tania.
"Salam juga buat Bapak sama Ibu." balas Adnan.
"Iya."
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam."
Adnan langsung memutuskan sambungan teleponnya lebih dulu dan kembali masuk ke tempat Tata sedang bermain.
Tata masih asik bermain di istana balon, Adnan tersenyum melihat pemandangan itu dari kejauhan. Saat bersama Tata, Adnan selalu merasa jiwa anaknya ada di Tata, setidaknya hari-harinya bersama Tata bisa mengobati rasa rindu kepada putrinya, Maharani.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments