Dewi hanya beralasan bahwa mobilnya nggak bisa nyala karena tidak berselang lama setelah kepergian Eric, ia pun berangkat menggunakan mobil tersebut dan semua ini disaksikan oleh Anna yang mengintip dari jendela kaca rumahnya.
"Tittt, tittt, tittt!" ponsel Eric berdering pertanda ada pesan yang masuk.
Ia memeriksa ponselnya dan benar ada pesan ynag masuk dikirim oleh seseorang yang namanya tidak tercantum dalam penyimpanan memori pada ponselnya, hanya nomor yang muncul.
(Jangan bohong Kak, saya tahu kamu masih cinta sama aku dan itu dapat kulihat pada sorot matamu. Kamu hanya takut kepada istrimu sehingga berpura-pura tidak kenal denganku. Aku tidak seperti yang kamu kira, buktinya sampai sekarang aku belum menikah karena masih mengharapkan cintamu. Aku tidak bisa melupakan dirimu!)
Eric memeriksa foto profil yang punya nomor tersebut dan dugaannya benar bahwa siapa lagi yang berani mengirim chat seperti itu kalau bukan mantan kekasihnya.
Ia mengabaikan pesan tersebut dan berusaha untuk konsentrasi dengan pekerjaannya namun bayangan Dewi justru semakin menari-nari di pelupuk matanya. Senyuman yang selalu menghias bibir seksinya kembali memenuhi kepalanya. Ia juga teringat dengan sikap mantan kekasihnya itu yang kadang membuat dirinya kewalahan tapi Dewi selalu berhasil menggodanya.
(Kenapa chatku nggak dibalas? Aku sangat merindukanmu makanya aku nekat mencari tahu alamatmu dan aku siap kok jadi istri ke-dua buat kamu!)
Eric semakin tidak tenang dibuatnya apalagi chat berikut yang dikirim disertai foto dengan bibir seksi yang sangat menggiurkan. Dulu bibir itu sering ia ***** hingga lupa segalanya.
(Kalau Kakak udah siap mau ketemu denganku, hubungi aja nomorku soalnya kantor kita berdekatan loh! Aku kerja di kantor BPJS Ketenagakerjaan.)
Letak kantor yang disebut oleh Dewi hanya berjarak dua bangunan dengan kantor tempat Eric bekerja.
(Ya udah dulu Kak, aku mau kerja dulu. I love you!)
Chat dari Dewi masuk lagi.
Sepanjang hari itu Eric tidak bisa bekerja dengan baik. Bayangan Dewi dan Anna, istrinya sedang mengganggu pikirannya. "Kenapa Dewi tiba-tiba muncul lagi setelah saya hidup bahagia? Mampukah saya menghadapi cobaan ini?" rintihnya dalam hati.
Sebelum pulang ke rumah untuk makan siang, Eric tak lupa menghapus semua pesan dari Dewi karena takut jika Anna melihatnya.
Ia memasang wajah ceria ketika tiba di rumah dan seperti biasa ia selalu memuji masakan istrinya sehingga Anna ikut senang.
Eric berdoa dalam hati agar Tuhan menjauhkan segala godaan dari luar karena sesungguhnya ia sudah hidup bahagia bersama sang istri dan buah hatinya.
Tak bisa dipungkiri bahwa Dewi memang lebih cantik dari pada Anna tapi dua-duanya punya kelebihan.
"Sebentar malam kita jalan-jalan, yuk!" kata Eric setelah beristirahat di ruang keluarga.
"Yang benar, Mas?" tanya Anna dengan senang.
"Iya Sayang, udah lama loh kita nggak pernah jalan-jalan," sahut Eric sambil tersenyum.
Ia senang melihat respon istrinya dan dalam hati berharap agar Anna bisa terhibur dari masalah yang sedang membuatnya risau.
Setelah Eric kembali ke kantor, Anna mempersiapkan segala sesuatunya sehubungan dengan rencana jalan-jalannya sebentar malam. Ia senyum-senyum membayangkan bagaimana serunya nanti bahkan ia sudah merencanakan untuk berbelanja pakaian dan tas agar tidak kalah oleh tetangga baru.
***
"Sudah siap, Sayang?" seru Eric yang telah mengenakan jaketnya.
"Tunggu sebentar, Felyn masih ingin buang air kecil!" suara Anna terdegar dari dalam kamar.
Setelah Felyn keluar dari kamar mandi, mereka bersiap untuk berangkat. Anna mengunci pintu dan bergegas membuntuti suami dan anaknya yang sudah jalan duluan ke halaman rumah.
"Kalian mau ke mana?" suara Dewi mengagetkan mereka.
"Mau jalan-jalan, memangnya kenapa?" tanya Anna dengan ketus, ia tidak suka perempuan itu datang dan merusak moodnya.
"Sabar..., tadinya aku mau minta tolong kepada Kak Eric untuk mengantarku beli sesuatu, maklum aku 'kan orang baru yang belum tahu letak toko-toko di sini tapi rupanya kalian mau bepergian jadi besok aja deh," ujar Dewi dengan suara yang begitu lembut namun bagi Anna, sangat memuakkan.
"Kenapa harus minta tolong ama suami saya? Memangnya Mbak nggak punya suami?" ucap Anna dengan emosi.
"Yah, namanya juga tetanggaan, masa nggak boleh minta tolong? Kalau aku udah punya suami, mana mungkin mau minta pertolongan sama orang lain. Aku tuh masih single loh, mau puas-puasin masa muda dulu!' kata Dewi sambil senyum-senyum dan sesekali melirik ke arah Eric yang pura -pura sibuk memeriksa motornya dan seolah-olah tidak mendengar percakapan mereka.
Anna sudah malas meladeni tetangga yang satu ini, bikin masalah saja. Ia berlalu meninggalkan Dewi yang masih berdiri di dekat teras rumah.
"Yuk, kita berangkat, Mas!" ajak Anna kepada suaminya.
Eric mengangguk dan menyalakan mesin motornya lalu segera berangkat tanpa menghiraukan Dewi lagi. Sepanjang perjalanan Anna terdiam, pikirannya galau dengan sikap Dewi yang selalu mengganggunya. Baru satu hari jadi tetangga tapi kelakuannya sudah menjadi-jadi, apalagi kalau sudah seminggu, sebulan, atau setahun.
Pertama, Eric membawa istri dan anaknya ke rumah makan yang terletak di sudut kota. Ia tahu Anna sangat menyukai menu yang ada di situ. Keduanya sering mengunjungi rumah makan tersebut waktu masih pacaran dulu.
"Mau pesan apa, Sayang?" tanya Eric ketika mereka sudah duduk.
"Terserah Mas aja, selerah makanku sudah hilang gara-gara perempuan gatal itu!" Anna menggerutu dengan kesal.
"Jangan gitu dong Sayang, kita ke sini mau bersenang-senang, bukan mau ngebahas sesuatu yang tidak penting.
"Harusnya tadi Mas gertak dia atau setidaknya ngomong satu kalimat aja biar mantan kamu itu nggak ganggu kita lagi, tapi Mas malah diam aja!" seru Anna dengan nada emosi.
"Yah, udah Sayang, Mas yang salah," ucap Eric mengalah. Ia tidak mau memperpanjang masalah lagi. Malu dilihat oleh para pengunjung yang lain.
Tanpa bertanya lagi, Eric langsung memesan makanan kesukaan mereka sementara Anna sibuk dengan ponselnya untuk meredam kemarahan dalam hati.
Eric menggendong putrinya sambil berceloteh. Ia mencoba mencairkan suasana yang lagi tegang dengan bermain bersama Felyn.
Tak lama kemudian makanan yang dipesan sudah datang. Eric langsung mencicipinya setelah membaca doa sambil menyuapi anaknya sedikit demi sedikit.
"Ayo Sayang nasinya dimakan, entar keburu dingin. Enggak enak loh kalau sudah dingin!" kata Eric kepada istrinya yang masih sibuk dengan ponselnya.
Anna menyimpan ponselnya ke dalam tas lalu menikmati makanannya karena sebetulanya perutnya juga sudah keroncongan.
Usai makan mereka masih menyempatkan diri untuk berbelanja di toko yang tidak jauh dari rumah makan tersebut. Wajah Anna sudah tidak murung lagi. Ia kembali sadar bahwa apa yang terjadi tadi bukanlah kesalahan suaminya.
Eric membebaskan istrinya untuk berbelanja karena tadi ia baru terima THR di kantor sehingga apa yang direncanakan oleh Anna tadi di rumah sebelum berangkat, kini semuanya sudah terkabul.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments