Reno mengikuti langkah Indira. Keduanya berhenti di belakang rumah. Tepat menghadap ke arah kebun sayur yang terbentang luas di hadapan mereka.
Reno merasa matanya begitu disegarkan melihat pemandangan di depannya ini. Di sampingnya berdiri Indira dengan raut wajah yang tak bisa Reno perkirakan.
Rasa canggung hadir di antara keduanya. Reno sedikit segan dengan ketenangan Indira.
"Indira," panggil Reno akhirnya,dia ingin memecah kecanggungan diantara mereka. Reno memperhatikannya sejak tadi.
"Iya mas," jawabnya lemah lembut. Suara Indira begitu tenang masuk ke dalam telinga Reno. Namun gadis itu tidak berani menatap wajah Reno.
"Apa kamu punya kekasih atau orang yang kamu sukai di sini?" tanya Reno tanpa berbasa-basi. Pertanyaan itu membuat Indira semakin menutup rapat bibirnya.
Dia dalam kebimbangan antara harus menjawab apa.Jika dia mengatakan tidak memiliki kekasih. Nyatanya ada seseorang yang bersemayam di hatinya. Jika dia mengatakan iya, maka dia belum berhak atas pria itu.
Indira hanya bisa menghela napas panjang. Dia takut menyakiti dirinya namun juga tak ingin menyinggung Reno. Jika sampai perjodohan mereka benar-benar terjadi.Indira tidak tahu apa yang harus di lakukan.
"Maaf mas, Indira tidak bisa mengatakannya sekarang,bisakah mas memberi Indira waktu untuk memikirkannya? Semua ini terlalu mendadak bagi Indira," pinta Indira lembut.
Reno menganggukkan kepalanya,dia juga tidak tergesa-gesa. Dia ingin mendekati Indira dengan sewajarnya.
"Baiklah, mas ngerti kok. Kamu bisa memikirkan semuanya terlebih dahulu. Tapi mas harap kamu bisa nyaman sama mas. Jangan takut saat bersama ku," balas Reno diselingi senyum di bibirnya.
"Iya mas," jawab Indira sopan. Setelah itu keduanya kembali berjalan ke arah rumah milik Indira. Di sepanjang jalan banyak pasang mata yang menatap heran pada keduanya.
Mereka tengah bertanya-tanya siapa pria yang bersama dengan Indira saat ini.
"Assalamualaikum," ucap Indira ketika dia masuk ke dalam rumah.
"Waallaikumsalam," jawab tiga orang yang berada di ruang tamu rumah itu.
"Sudah jalan-jalannya?" tanya Aminah pada keduanya.
"Sudah bu," jawab Indira singkat. Dia dan Reno berjalan ke arah kursi dan duduk di tempat mereka sebelumnya.
"Gimana nak? Di sini suasananya bagus kan?" tanya Wahid berbasa-basi pada Reno.
"Bagus kok paman, di sini masih asri dan segar," jawab Reno disertai senyuman.
"Sering-sering datang ke sini ya nak,sekalian kalian berdua saling mengenal terlebih dahulu," pinta Aminah.
"Iya bi," Reno sangat sopan pada kedua orang tua Indira. Namun gadis itu belum bisa menerimanya saat ini.
Mereka kembali berbincang sambil menikmati suguhan yang telah di sediakan oleh Aminah. Hingga akhirnya pak Ilham dan Reno berpamitan untuk kembali ke kota.
"Loh kenapa tidak tinggal semalam di sini?" tanya Aminah menyayangkan keduanya harus pulang secepat itu.
"Maaf bibi, besok ada pekerjaan penting di kantor. Jadi kami harus kembali," jawab Reno.
"Benar, kami pasti akan sering ke sini. Khususnya Reno, ya kan nak Indira?" ucap pak Ilham.
"Iya om," jawab Indira.
Setelah selesai berpamitan, Reno dan ayahnya segera naik ke mobil mereka yang telah di parkir di depan rumah milik Indira.
Pak Wahid dan istrinya serta Indira mengantar sampai di depan rumah. Mereka masih berdiri di depan pintu.
Para tetangga memandang ke arah mobil yang mulai melaju. Setelah jauh, mereka berkerumun di rumah Indira.
"Bu Aminah, siapa mereka tadi? Sepertinya dari kota?" tanya salah satu tetangga mereka.
"Iya mereka dari kota, yang muda itu calon suaminya Indira," ucap Aminah bangga. Karena sebentar lagi dia akan memiliki menantu dari kota.
"Wah calon suami?" tanya ibu-ibu terkejut. Indira merasa tidak nyaman dengan pembicaraan itu.
"Ibu," ucap Indira hendak menghentikan ibunya berbicara sembarangan di depan para tetangga.
"Memang benar kan Indira, biarin para tetangga tahu," jawab Aminah. Indira hanya bisa menghela napas panjang. Dia segera berbalik dan masuk ke dalam rumah. Di ikuti sang ayah,sedangkan Aminah masih asik mengobrol dengan tetangganya.
Kabar Indira,si bunga desa di persunting pria kota tersebar dengan cepat. Tak terkecuali Heru, dia sudah mendengar berita itu. Hatinya mulai di landa gelisah.
Gadis yang diam-diam berada di hatinya itu hampir di rebut oleh pria lain. Heru yang sibuk berada di ladang segera meninggalkan pekerjaannya untuk sementara.Dia berlari menuju ke arah rumah Indira.
Sesampainya di sana,dia melihat Indira yang duduk di samping rumah. Seperti biasanya,tempat gadis itu suka menyendiri. Heru berjalan ke arah Indira. Di dalam hatinya berharap bahwa kabar yang dia dengar itu hanyalah kabar burung saja.
"Indira," panggil Heru dengan suara pelan.
Indira memalingkan wajah ke arah Heru. Tatapan gadis itu sendu, Heru bisa melihat raut kesedihan dari wajahnya.
"Heru!" Indira beranjak dari tempatnya duduk. Menghampiri Heru yang berada di depannya.
"Indira,apa benar kabar yang beredar itu. Kamu di persunting pria dari kota?" tanya Heru ingin mendengar berita itu langsung dari mulut Indira.
Indira tidak langsung menjawabnya,dia masih terdiam sambil mencoba mengatur napas di rongga paru-parunya. Sesak, mendengar pertanyaan dari pria yang dia harapkan akan menjadi imamnya. Namun malah harus pria lain yang menggantikan dirinya.
Indira menganggukkan kepalanya,lalu menunduk lemas. Begitu pula Heru, dia seperti kehilangan daya untuk berdiri.Bukan itu yang dia harapkan selama ini.
"Lalu apa kamu menyetujuinya?" tanya Heru.
Kali ini Indira berani menatap kedua mata Heru.
"Aku belum menjawabnya, semua ini terlalu mendadak bagiku Heru."
Heru masih memiliki kesempatan sebelum janur kuning benar-benar melengkung.
"Jangan menerimanya Indira," pinta Heru.
"Kenapa?" tanya Indira, dia ingin mendengar alasan apa yang akan di ucapkan oleh pria di depannya itu.
"Karena aku sebenarnya," ucapan Heru terhenti ketika Aminah memanggil Indira.
"Indira!"
"Iya bu," jawab Indira.
"Maaf ya Heru, ibu sudah memanggilku. Besok kita bisa melanjutkan pembicaraan kita," ucap Indira.
"Tapi Ra," Heru ingin mengatakannya sekarang. Namun Aminah tidak berhenti memanggil Indira untuk segera masuk ke dalam rumah.
Alhasil Heru gagal mengatakan isi hatinya pada Indira. Bagaimana pun dia ingin Indira tahu bahwa Heru menyukainya. Dan berharap Indira tidak menyetujui lamaran dari pria lain.
Indira masuk ke dalam rumah. Tampak Aminah sibuk menyiapkan makan siang mereka.
"Kenapa bu?" tanya Indira.
"Sini bantu ibu, sebentar lagi kakak-kakakmu pulang. Mereka pasti lapar," pinta Aminah pada putrinya.
"Baik bu," Indira akhirnya membantu ibunya menyiapkan makanan. Dia juga merasa sangat lapar setelah pagi tadi belum sarapan. Dan sekarang sudah masuk waktunya makan siang.
Heru memilih untuk kembali ke rumahnya terlebih dahulu.Dia akan kembali menemui Indira nanti malam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments