Marlina terkejut melihat Sebastian sudah duduk di sofa yang ada di kamarnya, pria itu menatap tajam pada sang istri yang berjalan ke arahnya.
Wanita yang memakai dress ketat warna hitam gemerlap itu berusaha berjalan normal menghampiri Sebastian, meskipun ia sudah menghabiskan beberapa gelas racikan minuman dengan kadar alkohol yang tinggi. Namun, Marlina sudah terbiasa dengan itu. Dia cukup sering meminum minuman berat itu tanpa sepengetahuan sang suami.
"Kau mengejutkan ku, Sayang. Kapan kau pulang?" Tanya Marlina sambil membelai rahang kokoh milik sang suami.
Bau alkohol dan asap rokok begitu kuat menguar dari tubuh Marlina. Sebastian diam dan hanya menatap tajam pada sang istri yang sedang bergelayut manja di pangkuannya.
"Apa kau minum lagi?" Tanya Sebastian dengan amarah yang berusaha ia tahan.
Sebastian bukan tipe orang yang akan meninggikan suara saat marah pada pasangannya. Sampai saat ini dia belum pernah membentak Marlina, walaupun wanita itu terkadang menguji emosinya.
'Sial, aku tidak boleh membuat Tian marah, ah dasar. Kenapa dia harus pulang segala,' gumam Marlina dalam hati.
Andai saja Siti tidak melaporkan jika Sebastian pulang mendadak, mungkin sampai saat ini Marlina masih menikmati pesta bersama Hendra sampai pagi. Perduli setan dengan mertua cerewet yang sekarang menginap di rumahnya itu, Marlina yakin Sebastian akan lebih percaya padanya dari pada Sofia.
"Hiks... Hiks...."
Bulir-bulir air mata mulai berjatuhan di pipi Marlina yang tebal dengan make up, tubuh wanita itu gemetar. Dengan apik dia bersandiwara kayaknya seperti seorang menantu yang teraniaya.
"Aku bingung Tian, aku capek. Aku capek Mama terus mendesak aku buat hamil, hiks... Aku belum siap," ujarnya lirih dan penuh drama.
"Tapi bukan seperti ini, kamu ingatkan kalau kamu sudah nggak boleh minum lagi," ujar Sebastian sambil mengusap rambut pirang Marlina.
"Maaf," ucap Marlina dengan suara lirih dan penuh penyesalan.
"Aku tahu kamu sedih, kamu bisa cerita sama aku kan? Nggak harus lari ke minuman seperti ini, ini nggak sehat buat kamu. Bagaimana kalau kamu sakit lagi, hem?" Tanya Sebastian dengan lembut.
Sebastian sadar sedikit banyak permasalahan Marlina dan ibunya akan membuat sang istri tertekan. Meski sebenarnya Sebastian juga sudah sedikit setuju dengan apa yang sang ibu bicarakan kemarin. Jauh di lubuk hati pria bermata sipit itu juga menginginkan seorang anak, tetapi dia juga tidak ingin membuat Marlina merasa terpojok.
Dia takut Marlin akan kembali menjadi dirinya yang dulu. Peminum dan suka ke menghabiskan malam di klub hingga pagi menjelang, tidak. Sebastian tidak ingin istrinya seperti itu lagi.
Sebastian hanya bisa mengambil nafas dalam. Ia bangkit sambil membawa tubuh Marlina dalam dekapan, kemudian ia mendudukkan wanita itu di sofa.
"Aku akan menyiapkan air hangat untuk mu."
Marlina mengangguk sambil menyeka air mata yang membasahi pipinya yang merah. Setelah Sebastian berjalan menjauh, dia tersenyum tipis, Sebastian selalu memperlakukan dia dengan baik. Suaminya itu memang se bucin itu pada Marlina, dia pun merasa bebas melakukan apa yang ia suka tanpa khawatir Sebastian akan marah dan meninggalkan dia.
"Sekarang tinggal Nenek lampir itu, jika dia terus di sini, dia akan terus mempengaruhi Tian. Ck, aku tidak boleh membiarkan itu."
Setelah air dikamar mandi siap, Sebastian menyuruh sang istri mandi. Sementara dia sendiri pergi ke dapur untuk membuat segelas lemon hangat.
"Belum tidur Tian?" Tanya seorang wanita saat Sebastian sedang mengiris jeruk lemon.
"Eh Ma, iya belum Ma, " jawabnya singkat, kemudian melanjutkan tangan untuk mengiris lemon.
Sofia menggeleng perlahan, la memang tidak bisa menghentikan rasa cinta Sebastian yang sudah membuat anaknya itu menjadi bodoh.
"Dari mana istrimu?" Tanya Sofia basa-basi, ia sempat melihat Marlina berjalan sempoyongan saat masuk ke rumah. Dia sudah bisa menebak kemana menantunya itu pergi.
"Dari rumah temannya Ma," bohong Sebastian, dia tak ingin sang Ibu marah dan membuat hubungan dia dan Marlina semakin renggang.
Sofia duduk di kursi, menikmati teh herbal yang baru selesai ia seduh.
"Apa kau sudah bicara dengan istrimu Tian?" Tanya Sofia tanpa melihat pada Sebastian yang berdiri memunggunginya. Sebastian dia sejenak kemudian menoleh.
"Ma, bisakah kita bicarakan ini nanti. Aku tidak ingin membuat Alin tertekan, Mama tahu bagaimana keadaan dia dulu. Aku tidak ingin membuat dia kembali depresi Ma," jawab Sebastian dengan sedikit memohon, dia tidak ingin membantah Mamanya. Namun, di sisi lain dia juga tidak ingin membuat sang istri terus bersedih dengan memaksa kehendaknya.
Sofia mengambil gelasnya, ia beranjak meninggalkan dapur tanpa mengucapkan sepatah kata. Sebastian menatap nanar punggung wanita yang sudah melahirkan dia ke dunia. Dilema, itu yang Sebastian rasakan saat ini, dia tidak ingin menjadi anak durhaka yang terus membantah sang bunda, tetapi ia juga tidak tega untuk memaksa Marlina.
"Maafin Tian Ma," Liriknya pada keheningan malam yang dingin.
Sebastian membawa lemon hangat yang baru ia buat untuk sang istri. Marlina duduk di sofa dengan kimono handuk yang masih membalut tubuh polosnya. Rasanya sungguh segar setelah berendam air hangat.
Marlina membenarkan duduknya, menyambut Sebastian yang baru saja masuk dengan senyuman manis.
"Minumlah," Ucap Sebastian sambil memberikan segelas lemon hangat.
"Makasih Sayang." Marlina segera meminum lemon hangat buatan sang suami, Sebagai masih sama. Masih perhatian dan begitu mencintai, laki-laki itu akan selalu percaya pada apa yang Marlina katakan.
"Itu apa?" Tanya Marlina sambil menunjuk sebuah paper bag dengan logo yang sangat ia kenal.
"Ini." Sebastian mengambil benda yang Marlina tunjuk. Marlina mengangguk.
Sebastian duduk disamping sang istri kemudian memberikan hadiahnya.
"Buat kamu," ucap Sebastian singkat.
"Aku? Dalam rangka apa?"
Sebastian tersenyum getir, ah... Marlina pasti terlalu stres dan melupakan momen penting mereka, tidak apa, tidak semua orang mengingat dan ingin merayakan momen seperti dia.
"Nggak ada cuma pengen beliin kamu aja," kilah Sebastian dengan raut wajah kecewa, dan Marlina bahkan tidak menyadari itu. Dia terlalu sibuk membuka kotak yang ada dalam paper bag itu, dia bahkan tidak mengucapkan terima kasih pada Sebastian.
"Wah .. Ini kan tas H model terbaru, aku pengen banget ini. Woah.... Kamu memang tahu apa yang pantas buat aku Sayang."
Sebastian hanya tersenyum, Marlina beranjak dari sisi Sebastian. Dia berpose di cermin besar yang ada di wardrobe sambil menenteng tas dengan harga ratusan juta yang baru dia dapatkan.
"Sayang, cepat tidur sudah malam, nggak baik buat calon ibu hamil begadang!" Mendengar teriakan Sebastian membuat mood Marlina ambyar seketika.
Setelah menyimpan benda mahal itu di lemari khusus, Marlina menghampiri Sebastian yang sudah berbaring di ranjang dengan langkah yang sengaja ia hentakan.
Tanpa bicara ia berbaring disamping Sebastian.
"Kenapa kau masih membahas itu," Ketus Marlina, wanita itu tidur miring membelakangi Sebastian.
"Aku hanya bilang kan masih calon, aku tidak memintamu hamil sekarang."
"Itu sama saja kau menyindir ku!"
Sebastian mendesak nafasnya kasar, laki-laki bermata sipit itu memeluk sang istri dari belakang. Meski kesal tetapi Marlina membiarkannya.
"Iya maaf, apa yang membuat mu tidak siap Sayang?" Tanya Sebastian yang membuat Marlina semakin kesal.
"Ini tubuhku, kau tahu apa?! Kau yang memutuskan kapan aku siap atau tidak untuk hamil!"
Tak melanjutkan perdebatan lagi, Sebastian memilih untuk memejamkan matanya.
Sementara ditempat lain seorang wanita sedang memohon, menangis dan mengiba pada seorang wanita lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Anita♥️♥️
ya ampun sabar banget si Tian ini,,sadar dong Ian kalo kamu cuma dimanfaatin sama Alin
2024-04-01
0
Lilis Ika Supriatna
GK sabar aku pngen cpet² keburukan Alin terbongkar agar Tian tahu dn meninggalkan Alin
2024-03-03
0
Lilis Ika Supriatna
Agak kesel sih sma Tian, dia itu kan laki² dn kepala keluarga di rumah itu.... tp knpa dia GK bisa bersikap tegas sma Alin
2024-03-03
0