Kenyataan Pahit

Peringatan Louise membuat Ferdian terkejut. Seharusnya rumah tempat ia menidurkan Tami aman dari pantauan mata gelap roh jahat, tapi rupanya kekuatan gelap mampu mendeteksi keberadaan Tami.

"Apa yang harus aku lakukan Louise?" bisik Ferdian pada wanita dibalik tabir itu.

"Kami sedang berusaha mengaburkan jejak Tami. Kau berusahalah disini!" Louise kembali menghilang.

Ferdian menunggu situasi tenang. Perawat jaga mengingatkan waktu berkunjung mereka telah habis. Asih memang tidak diperkenankan untuk terlalu lama menerima kunjungan dengan pertimbangan psikologis.

"Mas, kenapa badan Asih penuh luka begitu?" Rangga yang penasaran bertanya pada perawat lelaki yang mendampingi.

"Semalam ada kejadian aneh, kaca di bangsal tempat bu Asih dirawat pecah secara bersamaan. Bu Asih sendiri ditemukan dalam kondisi memprihatinkan. Entah apa yang terjadi tapi dari rekaman cctv ada sesuatu yang menyerang Bu Asih."

"Bapak dan ibu ini keluarga Bu Asih?" tanya perawat itu.

"Iya, kami dulu satu panti dan Bu Asih sudah seperti keluarga bagi kami." jawab Rangga.

Perawat itu menganggukkan kepala. Rangga kembali bertanya, "Apa nggak ada keluarga lain yang menengok?"

"Suaminya sudah meninggal sekitar empat atau lima bulan lalu, saya lupa. Kalau keluarga yang lain cuma adik iparnya saja yang sering kesini tapi itupun sebentar. Dia datang hanya menitipkan sejumlah uang untuk biaya perawatan."

Rangga dan Erna saling menatap dengan ekspresi rumit, "Maaf tapi apa boleh kalau Bu Asih kami bawa pulang? Apa kondisinya memungkinkan?"

"Kalau ini silahkan konsultasi dulu ke tim dokter yang menangani," perawat itu membuka jadwal visit lalu melanjutkan lagi bicara, "Kalau bapak dan ibu mau berkonsultasi, jam satu siang ada kunjungan dari dokter Thalia."

"Jam satu? Baiklah kami mau tunggu mas, bisa dimasukkan dalam daftar konsultasi hari ini?" Erna menyahut cepat.

Perawat itu mengangguk dan menuliskan nama keduanya ke jadwal konsultasi dokter. Ferdian sengaja menjaga jarak untuk memberi ruang keduanya mengobrol dengan perawat. Dari balik jendela besar, Ferdian bisa melihat Asih yang masih dalam posisinya. Diam termangu dengan tatapan kosong.

"Cck, aku penasaran sebenarnya apa yang buat dia depresi begitu? Jika hanya karena kematian Tami ini sedikit tak masuk akal." 

"Itu bukan urusan kita! Tami prioritas utama kita!" Louise kembali muncul dan duduk di sebelah Ferdian.

"Iya, tapi …,"

"Dengar, pekerjaan utama kita adalah menuntaskan keinginan terakhir klien. Masalah lain yang timbul bersamaan dengan itu anggap saja sebagai kesalahan sampingan yang menjadi bagian dari putaran takdir. Paham?" Louise menjelaskan dengan tegas.

"Ya, ya, baiklah kau bosnya manis. So, gimana Tami?" 

"Belum aman. Aku berharap malam ini semuanya berakhir untuk Tami."

Ferdian mencari tahu keberadaan sepasang suami istri yang tadi sedang berdiskusi dengan perawat. Ia menemukan keduanya sedang berdiskusi serius di depan mushola.

"Aku harus bicara dengan mereka terlebih dahulu."

Ferdian pergi meninggalkan Louise dan berjalan mendekati pasangan suami istri itu. "Maaf ada yang harus saya bicarakan dengan kalian berdua."

Erna dan Rangga terlihat tegang, mereka tak menjawab tapi menunggu Ferdian bicara. 

"Sebelumnya saya ingin memastikan jika benar Tami adalah putri kalian." Ferdian menjeda kalimatnya.

"Apa ciri fisik dari putri kalian?"

"Annisa punya tanda lahir di betisnya, waktu lahir tanda itu berwarna kemerahan bukan hitam seperti biasanya." Rangga menjawab dengan tepat.

"Sewaktu dia dibawa Asih, kami  membawakan sebuah boneka beruang untuknya, dari Asih kami tahu boneka itu diberi nama Bubu." Erna menyambung.

Jawaban keduanya meyakinkan Ferdian jika Erna dan Rangga memang benar orang tua Tami alias Annisa. 

"Dengar saya tahu ini berat untuk kalian berdua sebagai orang tua, tapi Tami ehm maksud saya Annisa sedang membutuhkan bantuan kalian."

"Maksud bapak?"

"Saya tahu ini tidak masuk akal, tapi seandainya kalian diberi kesempatan untuk bertemu lagi dengan Tami apa yang akan kalian lakukan?" Ferdian mengatakannya dengan serius.

Erna dan Rangga tak bisa menjawab, banyak sekali hal yang ingin mereka lakukan bersama semisal diberikan kesempatan untuk hidup kembali. Tapi itu jelas tidak mungkin, takdir telah memisahkan mereka.

"Andai waktu bisa diputar lagi, saya nggak akan pernah melepaskan Annisa untuk Asih. Saya menyesal dan ingin anak saya kembali. Saya ingin memeluk dia dan nggak mau berpisah." Erna menangis pilu.

Niatnya membantu Asih berujung pada penyesalan yang panjang. Semenjak kehilangan kontak dengan Asih, Erna selalu dihantui rasa bersalah. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencari keberadaan Asih, Erwin, dan Annisa tapi tak menemukan hasil. Hingga  hari ini, kabar itu datang meski berupa kabar duka.

"Pak Ferdi bisa bantu kami?" Rangga menatap serius pada Ferdian. "Saya tahu ini bukan kebetulan biasa. Pak Ferdi datang pasti karena ada maksud, anda bilang pembawa pesan bukan? Apa pak Ferdi tahu putri saya Annisa?"

Ferdian menatap keduanya bergantian, ia menarik nafas panjang dan mengangguk. "Putri kalian yang meminta saya untuk mencari orang tuanya. Dia merindukan kalian, dia sangat menyayangi kalian, dia hanya ingin disempurnakan oleh orang tuanya." 

 

Terpopuler

Comments

Mahesa

Mahesa

wah .. Ferdian mulai berani bermain api 😅

2024-04-29

0

A B U

A B U

next.

2023-08-04

1

Isnaaja

Isnaaja

uhuy,,dokter thalia muncul.😁

2023-05-24

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!