Kemunculan Kereta Hantu

Kereta Pasundan tiba tepat sesuai jadwal. Hujan turun dengan derasnya. Ferdian menatap keluar jendela dari ruangan khusus masinis beristirahat.

"Nggak pulang mas?" tanya Dimas pada Ferdian yang masih belum merubah posisinya sedari turun dari lokomotif.

Ferdian menggeleng dan menghela nafas berat. Membuka bungkus rokok yang baru saja ia beli di kantin stasiun. Dimas memperhatikan wajah lelah Ferdian dan caranya mempermainkan sebatang rokok yang tak kunjung dinyalakan.

"Mas bisa cerita kalau mas mau, saya siap dengerin kok."

Ferdian menatap Dimas sejenak, lalu berkata lirih. "Nggak ada yang bisa bantu saya, Di! Masalah saya ... sangat rumit."

Ferdian menyalakan rokok dan menghisapnya dalam-dalam. "Mia masuk rumah sakit, harta benda habis, dikejar penagih hutang yang luar biasa galak ngelebihin bos kita, apalagi yang lebih buruk dari itu, Di?"

Dimas menarik kursi di dekat Ferdian, "Manusia hidup selalu ada ujian mas, sabar terus berdoa dan ikhlas."

Ferdian tersenyum sinis, "Ya, kamu bener terus berdoa tapi … sama siapa? Aku sudah lelah sama hidup Di, doaku nggak pernah didengar Tuhan. Nggak nyampe mungkin!"

"Astaghfirullah, jangan pernah berpikir begitu mas Ferdi. Nggak ada doa yang tidak didengar Allah meskipun doa jelek sekalipun. Semuanya tembus ke langit ketujuh, apalagi kalo mas Ferdi berdoa dengan ikhlas dan sungguh-sungguh memohon bantuanNya!"

"Ya, ya … itu kan cuma katanya pak ustad nyatanya saya sudah berdoa berbulan bulan tapi tak pernah ada jawaban Di, yang ada ujian saya semakin berat dan rumit! Saya … udah nggak percaya Tuhan!"

Tiba-tiba saja suara petir menggelegar begitu besar membuat Dimas tersentak kaget, "Waduh kan, Gusti Allah sampe marah langsung! Kalo ngomong itu dijaga mas, malaikat pasti nyatet semua lho belum lagi kalo ada setan lewat, bisa bahaya!"

Ferdian tersenyum sinis ia menatap keluar jendela sambil menghisap dalam-dalam rokoknya. Pikirannya sudah buntu, hatinya beku dan otaknya tak lagi bisa berpikir jernih. Kilatan petir dan bunyi yang menggelar bahkan tak lagi ditakutinya. Suara peringatan alam yang jelas memberikan pertanda, tak lagi bisa mengusik hati nuraninya.

"Mas Ferdi butuh berapa biar saya bantu carikan pinjaman?"

"Nggak perlu, kamu juga butuh buat istri kamu yang mau lahiran kan? Saya masih bisa mengatasi semuanya sendiri!"

Ferdian menjawab tanpa menatap Dimas. Asistennya itu hanya menghela nafas panjang, usia mereka memang berpaut tiga tahun dan Ferdian malah lebih muda darinya tapi urusan rumah tangga Dimas masih nol besar. Ia baru enam bulan menikah dan istrinya hamil tiga bulan dengan kondisi yang bisa dibilang lemah karena berkali kali harus keluar masuk rumah sakit.

"Yakin mas, saya ikhlas kok bantuin mas?" tanyanya sekali lagi memastikan.

"Iya, sudah sana pulang saja. Sudah larut istri kamu pasti khawatir!" Ferdian mengusir halus Dimas.

Lelaki berkulit eksotis dengan wajah yang lumayan tampan itu akhirnya mengalah. Ia beranjak pergi meninggalkan Ferdian yang masih terpaku menatap derasnya hujan.

"Mas nggak ke rumah sakit? Nengok mbak Mia?" Dimas bertanya sekali lagi sebelum ia pergi.

"Nggak, besok pagi aja sekalian! Sudah sana pulang! Saya mau sendirian!" Ferdian memejamkan mata dengan kaki yang menyilang di atas meja.

Dimas menyerah, ia memilih pergi membiarkan Ferdian berpikir dan menenangkan diri.

Benarkah itu? Mungkin saja tapi sayangnya tidak, Ferdian semakin diliputi rasa gelisah tak karuan. Rintik hujan yang bagi sebagian orang bisa menenangkan bagi Ferdian bagai siksaan yang menyakiti telinganya.

"Aaaargh! Brengsek!"

Ferdian memukul meja dengan keras, ia lalu berdiri dan keluar ruangan. Hujan semakin deras disertai angin dan petir yang menggelegar. Ferdian mengacak rambut dengan frustasi. Ia berjalan di sepanjang jalan rel, tak peduli dengan cipratan air hujan yang mengenai tubuhnya.

Untuk sesaat ia berdiri ditepian rel, berpikir jauh ke depan. "Seandainya aku mati pun Mia dan Agung tetap harus bayar hutang," ujarnya lirih menatap ke sisi timur rel.

Sempat terlintas di pikirannya untuk mengakhiri hidup dengan cepat, tapi ia urung melakukannya. Tak ada yang menjamin hutang lunas setelah kematiannya. Ferdian kembali menghela nafas berat.

Lampu sorot sangat terang tiba-tiba saja terlihat dari kejauhan. Suara sinyal tanda perpindahan jalur juga terdengar nyaring. Ferdian mengernyit, ia melirik jam dinding besar tepat di depannya.

"Jam satu, nggak ada jadwal kereta jam segini? Terakhir masuk ya Pasundan yang aku bawa, terus itu apa? Orang iseng?"

Lampu itu terlihat semakin mendekat diikuti sirine kencang. Kereta dengan tiga belas gerbong menembus derasnya hujan dengan cepat. Ferdian mengusap wajahnya kasar, ia heran karena tak ada tanda-tanda kereta akan berhenti dan kecepatannya pun diluar batas ketentuan saat memasuki stasiun.

"Gila, siapa masinisnya? Bisa gawat kalau kereta itu nggak berhenti sampai batas pemberhentian!'

Ferdian berlari menuju ruangan pengatur lalu lintas yang kosong, dengan cepat meraih peluit dan bendera untuk memberi sinyal pada masinis kereta yang kini menuju ke arahnya. Berkali kali dia melambaikan bendera dan meniup peluit tapi tak ada respon.

Ferdian bergidik ngeri membayangkan yang terjadi, ia pun kembali berusaha menghentikan laju kereta dengan memberi sinyal berhenti.

"Sial! Masinisnya buta apa gimana sih!"

Kereta terus melaju, hembusan angin dari tumbukan pergerakan cepat badan kereta bahkan terasa sampai di tempatnya berdiri, Ferdian menutup mata dengan lengannya karena cahaya silau lampu sorot yang terasa lebih terang berkali lipat.

Suara deru mesin terdengar keras dan kasar, menderit dan bergesek dengan bantalan baja rel, memekakkan telinga. Ferdian nyaris terjatuh saat angin kencang yang datang bersamaan dengan kereta menerpa tubuhnya. Ferdian yang masih menutup mata bisa merasakan jika kereta itu berhenti sempurna dari energi panas yang juga terasa menyapa kulitnya.

Ia lantas membuka mata dan terbelalak, sebuah kereta api kuno dengan mesin uap ala jaman Belanda berhenti di hadapannya.

"What the hell! Apa ini lelucon?!"

Seumur hidup ia baru kali ini melihat kereta api kuno yang masih bisa berjalan dengan kecepatan luar biasa. Ferdian hanya melihat kereta kuno ada di museum perkeretaapian. Dengan hati berdebar Ferdian mendekati kereta itu, kabut tipis menyelimuti peron. Tak ada tanda tanda penumpang ataupun masinis yang terlihat.

"Aku kebanyakan pikiran sepertinya, sampai berhalusinasi ada kereta api kuno disini."

Ferdian kembali melangkah dan menyentuh gerbong terdekat. Gerbong aneh dengan cat silver yang unik, terlihat mewah tapi juga sedikit kuno. Ia ingin memastikan jika kereta itu ada dan nyata.

"Astaga, ini beneran lho." Ia mengetuk ngetuk dinding besi gerbong, "Nyata!"

Tiba-tiba saja pintu gerbong yang diketuknya terbuka. Kabut tipis kembali muncul bersamaan dengan sesorang lelaki yang mengenakan pakaian jas rapi berwarna hitam lengkap dengan topi fedoranya.

"Selamat malam tuan," sapanya ramah pada Ferdian.

Lelaki itu berdiri dihadapan Ferdian, tingginya sekitar 185 centimeter, berwajah khas Eropa, memiliki jambang dan kumis tipis menawan dengan rambut keperakan.

"Perkenalkan namaku, Thomas. Sang Penjaga Kegelapan."

"A-apa?" Ferdian menatap tak percaya pada lelaki yang bisa berbahasa Indonesia dengan baik.

"Kereta ini, dari stasiun mana? Saya nggak pernah melihat kereta ini sebelumnya," tanyanya ragu dan sedikit takut.

Aura kuat yang menekan keberanian Ferdian begitu terasa. Bulu kuduknya meremang saat senyum Thomas mengembang indah bak busur panah.

"Stasiun? Hhm, kereta ini tidak memiliki asal dan stasiun pemberhentian pasti, tapi kereta ini akan berhenti di satu tempat. Terowongan Kematian."

Terpopuler

Comments

Mahesa

Mahesa

dari sinilah babak baru kehidupan Ferdian dimulai.

2024-04-25

1

Kustri

Kustri

sereeem aja baru mulai baca

2024-04-29

1

🥰

🥰

mampir sini aku kak

2024-05-01

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!