Cahaya menaruh piring berisi nasi beserta lauknya di depan Bintang, termasuk dengan air minum dan juga obat untuk pria itu. "Cepat makan! Sebentar lagi aku harus membantu Tanteku!" serunya.
"Makanan apa itu? Kenapa kelihatannya tidak enak? Pembantu di rumah gue saja makanannta lebih enak dari itu?" tanya Bintang ketika melihat hanya ada tempe goreng dan telor dadar di atas piringnya. Menu sesederhana itu jarang ada dan hampir tidak pernah ada di meja makan keluarganya.
"Kalau kamu tidak mau makan ya sudah, aku juga nggak maksa kok." Cahaya mengambil kembali makanan yang baru ditaruhnya. Namun dengan cepat Bintang menahannya.
"Jangan!"
"Kenapa? Bukannya kamu bilang makanannya nggak enak?"
Bintang tidak menjawab, dia tidak mungkin bilang kalau dia kelaparan saat ini karena sejak semalam dia belum makan. Dan dompetnya entah ada dimana sekarang. Mungkin saja dompet itu ikut jatuh ke sungai semalam. "Itu semua gara-gara DIA, awas saja, saat gue kembali gue akan bikin perhitungan!" batin Bintang.
"Aya, gimana? Anak itu sudah minum obatnya?" suara Tante Laksmi dari arah dapur.
"Belum, Tante," jawab Cahaya.
"Suruh dia minum obatnya agar cepet sembuh. Kamu udah bawain dia makanan kan?" tanya Tante Laksmi lagi.
"Udah sih, Tante. Tapi sepertinya dia tidak terbiasa makan makanan seperti ini," jawab Cahaya sambil melirik ke arah Bintang.
Mendengar jawaban dari Cahaya, Tante Laksmi yang masih berada di dapur langsung datang menemuinya.
"Beneran kamu nggak bisa makan dengan lauk seperti ini?" tanya Tante Laksmi dengan mata melotot.
"Bu... Bukan seperti itu. Gue... Maksudnya aku hanya tidak terbiasa makan dengan lauk seperti ini," jawab Bintang sedikit gelagapan. Meski dia urakan, dia masih memiliki sifat tidak enakan dengan orang yang lebih tua apalagi orang tersebut sudah menolongnya.
"Aku... aku akan memakannya." Buru-buru Bintang memakan makanan yang ada di hadapannya tersebut. Meski ingin muntah, dia tetap menelan makanan tersebut dan memakannya hingga habis. Apalagi wanita yang belakangan baru ia ketahui sebagai tante dari Cahaya itu terus mengawasinya.
Cahaya tersenyum melihat Bintang yang terpaksa harus memakan makanan yang tidak ia sukai.
"Mau tambah?" Tante Laksmi menawari.
"Ti... Tidak. Terima kasih," jawab Bintang.
"Ya, sudah. Sekarang minum obatnya setelah itu pergilah dari sini. Aku yakin saat ini keluargamu sedang mengkhawatirkanmu."
Mendengar perkataan Tante Laksmi Bintang terdiam. Dalam hati dia bertanya-tanya, mungkinkah mama-papanya mengkhawatirkan keadaan dirinya saat ini? Atau justru mereka merasa senang karena anak yang selalu membuat masalah bagi keluarga kini tidak ada di rumah?
"Kenapa? Kamu punya masalah sama orang tua kamu?" tanya Laksmi lagi ketika melihat perubahan raut muka Bintang.
"Tidak, kebetulan aku tidak punya keluarga," jawab Bintang dan tentu saja langsung membuat Cahaya melotot. Apalagi Cahaya tahu jika kedua orang tua Bintang masih ada dan dalam keadaan sehat karena ia pernah melihat mereka di kampus.
"Benarkah?" Cahaya menatap sinis Bintang. Dia tidak mengerti kenapa cowok arogan itu berkata demikian. "Aw, Tante," ringis Cahaya saat sang Tante memukul lengannya.
"Kamu ini! Kamu kan juga sudah merasakan bagaimana rasanya nggak punya orang tua. Harusnya kamu yang paling mengerti akan perasaan dia," tegur Tante Laksmi.
"Tapi, Tante. Dia itu masih punya orang tua," sahut Cahaya.
"Darimana kamu tahu? Kamu kan nggak mengenalnya?" balas Tante Laksmi lagi. "Bagaimana kalau orang tuanya benar-benar sudah meninggal? Kamu ini, kamu itu harus belajar lebih peka terhadap perasaan orang lain." Kembali Cahaya mengomeli Cahaya.
Cahaya hanya hanya bisa menggerutu dalam hati. Dia baru ingat kalau dia berbohong kepafa tantenya bahwa dia tidak mengenal Bintang.
"Maafin, keponakan saya, ya," ucap Tante Laksmi. "Padahal dulu dia itu anak yang paling peka, lihat kucing terluka aja dia nangis. Mungkin karena di kampusnya dulu dia sering dibully makanya rasa empatinya sedikit berkurang. Sekali lagi maafin keponakan Tante ya."
Bintang menatap Cahaya, namun gadis itu langsung membuang muka. "Aku mau ke dapur, mau cuci piring dulu." Cahaya memilih pergi dari sana. Dia tidak mau keceplosan dengan mengatakan kepada tantenya bahwa pria itulah yang dulu sering membullynya dan membuatnya kehilangan bea siswa.
"Ohya, siapa nama kamu? Kenapa kamu bisa jatuh ke sungai?" tanya Laksmi.
"E... nama saya Bintang, Tante. Saya mengalami kecelakaan motor saat pulang kerja," jawab Bintang berbohong.
"Ouh... Berarti kamu tinggal tidak jauh dari sini dong?"
"Kebetulan saya merantau." Satu kebohongan lagi keluar dari mulut Bintang. Saat ini dia memang belum ingin kembali ke rumahnya. Dia ingin tahu, apa kedua orang tuanya akan mengkhawatirkan dirinya.
"Ya sudah, sampai keadaanmu benar-benar membaik, kamu bisa tinggal disini. Tenang saja, Pak Mantri orangnya baik. Tinggal pasang wajah memelas, dia akan mengobatimu secara cuma-cuma." Dibagian yang membicarakan Pak Mantri, Tante Laksmi berbicara dengan berbisik.
Bintang tersenyum.
"Ya sudah, Tante juga mau ke pasar. Mau beli bahan buat jualan nanti sore. Kalau kamu butuh apa-apa kamu bisa minta bantuan sama keponakan Tante. Ohya, disini selain ada Tante dan Aya, ada suami Tante juga. Ya sudah ya, Tante tinggal ke pasar. Kamu bawa piring kotor ini ke belakang. Biar dicuci sama Aya sekalian!"
"Baik, Tante," jawab Bintang. "Sekali lagi terima kasih."
"Hah. Orang miskin, memang mudah dikibulin," ujarnya Bintang.
"Tapi, kenapa si Culun itu nggak ngasih tahu sama Tantenya kalau dia kenal gue ya? Jangan-jangan dia punya maksud lain?" gumam Bintang. Dia pun bangun dari tempat duduknya.
"Baju apaan ini? Sudah sempit, nggak nyaman lagi dipakai," keluh Bintang. "Sudahlah. Biar gue tanya sama si Culun dimana baju gue?"
Bintang segera mencari keberadaan Cahaya di dapur. Di sana ia melihat Cahaya sedang mencuci piring.
"Culun, mana baju gue?" tanya Bintang.
Cahaya mengabaikan. Wanita berhijab yang selalu memakai kacamata itu sama sekali tidak memberikan respon apa pun.
"Hei. Lo denger gue kan?" tanya Bintang lagi.
Cahaya masih diam.
"Culun, lo mau gue.... "
"Apa?!" Dengan berkacak pinggang, Cahaya melotot ke arah Bintang. "Inget ya. Ini rumah Tante aku, bukan kampus. Dan disini kamu tidak bisa berbuat seenaknya."
Bintang menelan ludahnya. Baru kali ini, ia melihat ekspresi Cahaya yang seperti ini. Padahal di kampus dulu, gadis itu terlihat pendiam dan terlihat pasrah tiap kali ia dan anggota gengnya membullynya. Namun, entah kenapa Bintang lebih menyukai Cahaya yang seperti ini.
"Satu lagi. Jangan panggil aku Culun, aku punya nama dan namaku adalah Cahaya. Ingat C A H A Y A." Cahaya mengeja namanya.
"Ohya, kamu nanyain dimana bajumu kan?" Bintang mengangguk.
"Bajumu ada di sana, tuh!" jawab Cahaya sembari menunjuk. Bintang mengikuti arah yang ditunjuk oleh Cahaya. Kali ini giliran dia yang melotot melihat keberadaan bajunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments
ᵇᴇɴɪʰᴄɪɴᴛᴀ❤️ʳᵉᴍʙᴜˡᵃⁿ☪️
dibuang niih kayaknya 😀😀😀😀
2023-07-11
1
Yuli maelany
kenapa bin, heran yaa liat cahaya yang gak takut dan malah ngelawan saat kamu bully ..
2023-05-08
0
Hafifah Hafifah
wah ditaruh dimana tuh baju sibintang ampe shok gitu lihat
bajunya
2023-05-06
3