Thalita merasa kalau sebentar lagi mungkin dadanya akan meledak. Setelah menunggu sekian tahun, untuk kali pertamanya Thalita menerima telepon dari Marlia yang mengajaknya pergi ke sebuah restoran di pusat kota. Jaraknya tidak begitu jauh dari apartemen tempat Thalita tinggal.
Sejenak, Thalita yang sudah sampai di parkiran restoran pun diam di tempat dan memperhatikan luar restoran itu dari dalam mobil. Pikirnya, ini pasti acara makan malam. Meskipun tidak dilakukan di restoran milik Thalita sendiri karena Marlia tidak mau, tetap saja Thalita merasa senang karena mendapat undangan dari ibu kandungnya tersebut. Dan dia harap, acara makan malam ini hanya dirinya dan Marlia saja.
Mencoba untuk tenang, Thalita yang merasa deg-degan pun segera turun dari dalam mobil. Mungkin ini lebih mendebarkan daripada akan bertemu dengan calon mertua. Padahal, Marlia itu adalah ibu kandungnya. Tapi rasa senangnya itu seperti berkali-kali lipat dan tidak bisa Thalita bandingkan dengan kata-kata.
"Selamat malam, Bu. Ada yang bisa dibantu?"
Begitu masuk, Thalita disambut oleh penjaga pintu yang sangat ramah. Setelah menyebutkan nama yang dipesankan oleh Marlia kepadanya, Thalita dibimbing untuk masuk ke sebuah ruangan yang didesain sedikit tertutup di restoran tersebut.
Begitu pintu terbuka, wajah Marlia yang datar langsung menyambut Thalita. Dan itu tidak urung membuat Thalita tersenyum lebar dan berhambur memeluk tubuh Sang Mama.
"Mama," ujar Thalita, yang saking semangatnya sampai resfleks mencium sebelah pipi Marlia dan tidak menyadari perubahan raut muka wanita itu.
"Ah, kamu udah datang. Ayo, duduk," kata Marlia mencoba tersenyum, agar terlihat baik di mata dua orang yang ada di tempat itu.
Namun, senyum terpaksa Marlia itu justru disalah artikan oleh Thalita yang mengira kalau Marlia itu hanya canggung untuk bersikap manis kepadanya.
"Mama,"
Thalita yang naif, yang sepertinya sudah dibutakan oleh cintanya pada Marlia, tidak menyadari tempat lagi. Dia memeluk lengan Marlia dan menyandarkan kepalanya di sana sambil memejamkan mata.
Sesaat, dia tidak menyadari suasana yang tercipta di sekitarnya. Sampai akhirnya sebuah tawa halus yang berderai, menyadarkan Thalita kalau di tempat itu bukan hanya ada mereka berdua.
"Wah, kayaknya Thalita ini tipe-tipe anak manja sama Mamanya, ya? Benar-benar anak Mama banget, kayaknya, ya…."
Ziiiiitz!
Seketika, Thalita menegang. Dia membuka mata dan memperhatikan meja yang ada di depan mereka.
Di seberang sana, ternyata ada seorang wanita paruh baya yang tengah tersenyum manis ke arahnya dan seorang pria dengan wajah datar terus menatapnya tanpa berkedip.
"Ma,"
"Nggak gitu juga kali, Mbak. Biar kayak gini juga, aslinya Lita itu mandiri banget. Kan udah saya bilang, saking mandirinya dia, dia bahkan tinggal di apartemen sendiri dan bahkan bisa mengelola restoran punyanya sendiri," kata Marlia pada wanita paruh baya di depannya, dengar terus tersenyum tanpa mengindahkan Thalita di sebelahnya.
"Eh, Lita, kamu udah datang, Nak?"
Belum sembuh keterkejutan Thalita dengan dua orang di depannya, dia kembali dikejutkan oleh suara pria yang sangat tidak ingin dia dengar.
Saat berbalik, ternyata Edwin sudah berdiri satu langkah di depannya dan memeluk Thalita tanpa sempat gadis itu berpikir untuk menghindarinya.
"Papa kangen sama kamu," bisik pria itu, seketika membuat wajah Thalita memucat. Tubuhnya pun bahkan sampai bergidik dan tanpa sadar mencengkram lengan Marlia yang masih dia pegang.
"Duduklah, Pa. Nanti Mbak Laila pikir, Thalita juga anak yang manja sama Papanya," ucap Marlia terdengar datar, langsung membuat Edwin melepaskan pelukannya dari Thalita secara halus dan duduk tepat di samping Marlia.
Rasanya, otak Thalita menjadi kosong. Dia yang termakan oleh ekspektasinya sendiri hanya bisa terbengong tanpa bisa memahami situasi yang terjadi saat ini.
Alasan sebenarnya Marlia mengundang Thalita untuk datang, dan siapa dua orang yang ada di depannya saat ini.
"Jadi, Thalita. Ini Evan. Anak Tante. Dia ini dokter, loh. Dan Tante rasa, mukanya juga ganteng. Jadi, Tante harap, kamu suka sama anak Tante ini," ujar Laila tiba-tiba, menarik perhatian Thalita yang beberapa detik lalu menunduk dan merenung.
"Ya?" respons Thalita bodoh, tanpa melirik sedikitpun wajah pria yang baru dikenalkan itu padanya.
Melihat wajah Thalita yang bingung, Laila mengubah arah pandangnya pada Marlia. Seolah bertanya, apakah Thalita tidak tahu dengan rencana perjodohan mereka ini sebelumnya?
"Thalita pasti terkejut, melihat wajah Nak Evan yang ternyata jauh lebih ganteng dari yang kami duga. Kami udah membicarakan soal ini kemarin. Dan Thalita bilang, dia setuju. Makanya dia datang ke sini sekarang," jelas Marlia tentu saja mengarang, karena hal itu seketika membuat Thalita terbelalak dan menatap kaget ke arahnya.
Merasa butuh penjelasan, Thalita justru dikecewakan dengan cara Marlia yang bahkan tidak melirik sedikitpun ke arahnya. Mencoba untuk mencari jawaban, Thalita akhirnya paham kalau Marlia tidak ada niatan untuk bersikap baik kepadanya.
Di sisi lain, Evan yang sejak awal memperhatikan Thalita, menyadari hal aneh dari keluarga gadis itu. Dia bukannya orang bodoh yang akan percaya begitu saja kalau Thalita menerima perjodohan ini. Dari ekspresinya saja, Evan bisa menduga dengan jelas kalau gadis itu tidak mengetahui tentang perjodohan ini sebelumnya. Ya, walaupun Evan sendiripun baru diberitahukan oleh ibunya tentang perjodohan ini saat mereka tiba, tapi tidak seperti Thalita, Evan bisa mengatur mimik wajahnya dengan sangat baik.
Dan hal yang paling mengejutkan Evan sampai kehilangan kendali ekspresi untuk sesaat adalah, Thalita yang muncul dan tidak menyadari kalau ini bukanlah kali pertamanya mereka berdua bertemu.
...🍂...
"Thalita,"
Langkah kaki Thalita berhenti, saat mendengar suara rendah Marlia memanggilnya dari arah belakang.
Saat menoleh, dia melihat ibunya itu menatapnya dalam seolah tengah memikirkan sesuatu yang berat.
Sekarang, Thalita, Marlia dan juga Edwin sedang berjalan keluar dari restoran. Tadi, Laila dan anaknya, Evan, sudah pamit pulang lebih dulu. Meninggalkan ketiganya dalam suasana agak canggung, mengingat Marlia tidak mengatakan apapun pada Thalita perihal perjodohan nya dengan Evan sebelum ini.
"Kamu… benar-benar mau menerima perjodohan ini, kan?" tanya Marlia hati-hati, pada Thalita yang terus menatapnya untuk beberapa saat.
Tidak segera menjawab, Thalita hanya melihat satu per satu bola mata Marlia, sebelum akhirnya tersenyum.
"Mama pengennya gitu kan?" tanya Thalita tersenyum manis, dibalas Marlia dengan sebuah anggukan kepala ragu.
"Ya udah, kalo itu yang Mama mau," sahut Thalita singkat, kemudian berbalik berjalan meninggalkan Marlia yang masih terdiam.
"Lita udah nggak punya siapapun lagi di dunia ini. Semua hal yang kata orang seru juga udah pernah Lita coba. Tapi, membuat Mama bahagia, belum pernah Lita lakuin," ujar Thalita berhenti, menundukkan kepalanya sejenak, dengan posisi masih membelakangi Marlia.
"Kalau memang pernikahan Lita dengan anaknya temen Mama itu bisa bikin Mama senang, Lita bakal coba," kata Thalita lagi, kali ini terdengar sedikit murung. "Biarpun Lita nggak yakin, apa Lita bisa bahagia ataupun enggak,"
Sejenak, Thalita merenung. Dia sudah cukup kaget dan kecewa dengan apa yang Marlia lakukan padanya. Dia ingin menyendiri dulu untuk menenangkan hati dan pikirannya dulu seperti biasa yang dia lakukan.
Namun, suara lembut Marlia yang memanggilnya barusan membuat semua kekesalan Thalita menjadi luntur. Jiwanya yang lembek seperti kotoran ayam pun jadi goyah kembali untuk menoleh ke arah belakang.
"Mama bilang, Lita dan anaknya Tante Laila bakal nikah 2 bukan lagi, kan?"
Thalita terbalik dan melemparkan senyum ke arah Marlia.
"Oke, lusa Lita bakal ketemuan sama anaknya Tante Laila. Dan Lita janji, kali ini nggak akan bikin Mama malu lagi kayak yang waktu itu," ujar Thalita masih mempertahankan senyumannya sebelum akhirnya berbalik dan meninggalkan Marlia serta Edwin yang berdiri di belakangnya.
......Bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Nysa Barasa
😟😟
2023-05-22
0
Decy zifara fatul
😍😍😍😍
2023-05-02
2