Suasana rumah sakit terlihat cukup ramai pagi ini. Perubahan cuaca ekstrem yang akhir-akhir ini terjadi membuat banyak orang jatuh sakit dan datang untuk berobat. Terlebih itu adalah orang-orang tua dan juga anak-anak.
Sebagai salah satu dokter di rumah sakit itu, Evan merasa cukup prihatin. Andai saja semua orang bisa menjaga kesehatan dengan banyak mengkonsumsi air mineral dan juga beristirahat cukup, setidaknya mereka tidak perlu mengalami sakit yang tentu rasanya pasti sangat membuat tidak nyaman.
"Dokter Evan mau pulang?"
Saat melewati meja resepsionis, Evan berhenti. Dia yang sedang memegang leher bagian belakangnya —karena pegal— menoleh ke arah seorang perempuan berdiri di balik meja resepsionis tersebut.
"Hm,"
"Hari ini, dokter nggak ada jadwal?" tanya gadis yang Evan kenal sebagai perawat bernama Dinda itu tersenyum.
"Hari ini saya off," kata Evan, yang kemudian melanjutkan ucapannya ketika melihat gadis itu hendak membuka mulutnya kembali.
"Saya mau istirahat karena ada janji nanti sore,"
Tampak perempuan muda itu kecewa dengan jawaban Evan. Raut wajahnya yang tadi terlihat begitu senang, mendadak masam dengan pipi yang menggembung sebelah.
Tanpa mempedulikan tatapan sedih itu, Evan segera berlalu begitu saja. Membiarkan suara-suara sumbang dari belakangnya yang pasti mulai bergosip lagi tentang dirinya.
"Ditolak lagi, sama dokter Evan?"
Tanya seorang perawat lain yang ada di sebelah perawat bernama Dinda itu, setelah melihat punggung Evan yang menjauh dari mereka.
Tidak langsung menjawab, Dinda hanya bisa menggerutu sebentar dan menghentakkan kakinya ke atas lantai.
"Sebenarnya, dokter Evan itu udah punya pacar belum, sih?!" rutuknya pada perawat sebelah, yang mana langsung mendapat sahutan dari perawat lain dari sisi yang satunya lagi.
"Gosipnya sih, belum. Boro-boro punya pacar. Lah, kelakuannya aja dingin banget gitu. Asal kamu tahu, ya, kamu itu udah termasuk orang yang dibalas cukup ramah sama beliau. Karena selain dokter Jenna, nggak ada lagi tuh, dokter ataupun perawat yang bisa berinteraksi lama sama dokter Evan kayak kamu," ujar perawat lainnya itu, sejenak membuat Dinda berpikir sesaat.
"Berarti, dokter Evan itu ada hubungan khusus dong, sama dokter Jenna?" tanya Dinda, yang lebih mengarah pada tuduhan ataupun anggapannya sendiri.
"Kalau hubungan khusus yang kamu maksud itu sahabatan sih, iya…."
"Sahabatan?" ulang Dinda menoleh sejenak, kemudian tertawa sambil mendengus. "Bullshit!" ujarnya ke arah lain.
"Kalian percaya, sama yang namanya sahabatan antara laki-laki sama perempuan?" kata Dinda pada dua temannya itu, dimana kedua perempuan sama mudanya itu saling melihat satu sama lain, dan menarik sudut bibir mereka datar.
"Katanya begitu," ujar dua orang itu sambil mengedikkan bahu acuh tak acuh.
"Aku sih nggak percaya, ya! Secara, jaman sekarang itu nggak ada tuh yang namanya persahabatan antara cowok sama cewek! Yang ada, kalo nggak salah satu dari mereka yang suka, ya pasti dua-duanya pasti saling suka. Jadi—"
"Jadi, kamu mau bergosip satu harian di sini sambil terus membicarakan soal dokter Evan dan dokter Jenna?"
Sedang asyik mengoceh, tiba-tiba Dinda didatangi oleh seseorang yang menginterupsi ucapannya dan membuatnya terdiam.
Sedikit terkejut, Dinda melebarkan kedua matanya sambil bergumam, "Dokter Bayu," dan langsung menundukkan kepalanya dalam-dalam.
"Ckckck! Kalian ini, bisa-bisanya kalian buka forum sendiri, sementara pagi ini udah banyak pasien yang harus diurus," omel seorang dokter dengan gaya rambut halus namun berantakan itu pada Dinda dan kedua temannya. "Kalian mau jadi perawat, apa jadi tukang bawa acara gosip?"
"Ma—maaf, dokter Bayu. Ka—kami benar-benar bakal kerja sekarang,"
Lantas dengan gaya terburu-buru, Dinda dan kedua temannya tadi pun langsung merapatkan mulut mereka untuk membahas hal penting dan mulai mengerjakan apa yang seharusnya sejak tadi dikerjakan oleh ketiganya.
Melihat salah satu dari tiga orang itu yang menjatuhkan beberapa barang-barang saking terburu-burunya, dokter yang bernama Bayu itu pun hanya bisa menggeleng dan meninggalkan meja resepsionis.
"Itu lagi satu. Dasar bujang lapuk! Ganteng-ganteng, tapi bawelnya minta ampun. Siapa coba yang—"
"Hust! Kamu lupa, dokter Bayu udah nikah?" tegur salah satu teman Dinda itu, yang mendengar gerutuan Dinda yang menatap punggung Bayu menjauh dari mereka.
Setelah berpikir sesaat, Dinda yang termenung pun menjentikkan jari dan membuka mulutnya sedikit lebar.
"Ah…. Iya, ya…. Dia udah nikah. Kalo nggak salah, sama anak magang yang waktu itu, kan?" ujar Dinda, yang diangguki oleh kedua temannya.
Saat sedang melihat ke arah Bayu lagi, ketiga tukang gosip itu tiba-tiba kembali kaget melihat Bayu yang mendadak membalikkan tubuhnya dan melihat ke arah mereka bertiga.
Sontak, tiga orang itu langsung memperhatikan pekerjaan mereka lagi dengan membuang pandangan mereka dari Bayu.
"Ya ampun, mudah-mudahan aja anak magang waktu itu nggak menderita, ya…."
...🍂...
Evan menghempaskan tubuh kurus nan tingginya ke atas sofa panjang yang ada di ruang tamu. Dia mendesahkan napas panjang sambil membuka satu per satu kemeja biru yang saat ini dia kenakan.
"Kamu baru pulang?"
Seorang wanita paruh baya yang sedang memegang pot berisikan bunga berwarna kuning, berjalan melewati Evan yang tengah duduk menuju teras samping yang pintunya sedang terbuka.
"Hm," sahut Evan tidak begitu mempedulikan, kemudian merebahkan kepalanya di badan sofa.
"Akhir-akhir ini kamu sering lembur, ya? Emang nggak ada lagi, dokter yang bisa jaga malam di rumah sakit? Kok kayaknya, Mama perhatikan kamu sering banget jaga malam, ketimbang masuk pagi ataupun sore,"
Ibunya Evan, orang yang tadi membawa pot bunga dari teras depan menuju samping, bertanya sambil fokus merawat tanamannya.
"Itu karena dokter Vika lagi cuti menikah, Ma…. Jadi, ya jadwalnya dokter Vika untuk sementara aku yang handle."
"Semua? Enggak nggak bisa dibagi rata sama dokter yang lain?"
Evan melirik ke arah ibunya sebentar. Tampak, ibunya itu masih fokus dengan tanamannya.
"Mama juga pengen kali, kamu itu ada di rumah pas udah malam. Kamu pikir, Mama nggak kesepian, kalo kamu nggak ada di rumah? Setidaknya, Mama pengen makan malam sama anak Mama satu-satunya," kata Laila jujur, kali ini menoleh ke arah Evan dan tersenyum.
Pelan, orang tua itu bangkit dari posisi duduknya di kursi teras samping. Lalu berjalan membersihkan tangan di wastafel yang ada di dekat pintu, sebelum akhirnya duduk di sebelah Evan yang terus memperhatikannya.
Sebenarnya, alasan Evan bukan begitu. Selain menggantikan salah satu dokter yang sedang cuti menikah, Evan juga diam-diam mempunyai alasan khusus kenapa dia mau mengambil jadwal jaga malam di rumah sakit.
"Mungkin aja, tadi malam dia larikan lagi ke rumah sakit kayak waktu itu."
"Evan?"
Evan mengerjap, dan tersadar dari lamunannya saat Laila menyentuh sebelah punggungnya. Ingatan Evan tentang seorang gadis yang beberapa kali masuk rumah sakit karena mencoba untuk bunuh diri membuat Evan sedikit mengusik hati. Bagaimana jika malam ini dia dilarikan lagi ke rumah sakit seperti waktu itu? Atau, bagaimana kalau malam ini dia terlambat diketemukan, dan akhirnya dia mati sia-sia seperti apa yang perempuan itu harapkan selama ini?
"Kamu kenapa? Kamu baik-baik aja?"
Merasa cemas, Laila menyentuh kening Evan. Tapi, secara buru-buru, anaknya itu menangkap tangan ibunya dan mencoba tersenyum sebaik yang dia bisa.
"Evan cuma capek aja kok, Ma. Evan mau istirahat dulu, ya?" ujar Evan berdiri dari tempat duduknya.
"Kamu udah sarapan?" tanya Laila cepat, melihat Evan membalikkan tubuhnya sebentar.
"Udah, tadi sebelum pulang," jawab anak itu, lantas berbalik lagi menuju sebuah kamar tidur yang ada di lantai satu.
"Oh, ya, Van! Nanti kamu nggak jaga, kan? Mama mau minta temenin kamu ke suatu tempat," ujar Laila pada Evan, yang baru saja mencapai pintu kamar tidurnya.
"Kemana?" tanya Evan mengernyit samar, dibalas Laila dengan gerakan alis yang naik sebelah.
"Kamu nggak ada shift malam, kan?" tanya Laila menekan, kali ini membuat Evan berpikir sejenak.
"Nggak ada,"
"Oke, kalo gitu, kamu istirahat. Ntar malam, kamu temenin Mama ke suatu tempat!" ujar Laila semangat, beranjak dari tempat duduknya, menuju teras samping lagi untuk membenahi tanamannya.
Melihat Laila yang seperti menghindari pertanyaan dari Evan, membuat anak itu mencoba untuk pasrah. Toh, sekarang dia benar-benar sedang lelah dan membutuhkan yang namanya istirahat.
......Bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments