Nyinyiran Ibu Yati

Hingga sesampainya di depan rumah umi Salma, aku segera saja menyandarkan motorku tepat di samping pagar rumah umi Salma, dan sekaligus membantu pak dokter itu untuk mengetuk pintu rumah umi Salma karena ini sudah cukup malam, aku pikir mungkin sebagian orang pasti sudah tidur jam segini.

"Ayo pak dokter saya bantu, kamu tunggu disini ya, sepertinya umi Salma ada di rumah sandalnya juga ada di luar." Ucapku kepadanya sambil membantu dia membawakan kopernya saat itu.

Segera saja aku ketukan pintu rumah umi Salma cukup keras beberapa kali saat itu hingga tidak lama terdengar suara umi Salma yang akhirnya menyahut dari dalam saat itu dan dia segera datang untuk membuka kan pintu saat itu juga.

"Ehhh....dokter Sendi, kamu sudah tiba ya, sama Tiktik juga? Ayo masuk...masuk," ucap umi Salma mempersilahkannya dengan cepat namun karena itu sudah malam aku memilih untuk langsung pergi saja.

"Aahh....umi kalau gitu aku mah mau pergi saja, ini sudah malam, aku juga cape mau cepat istirahat, aku pulang ya umi, assalamualaikum." Ucapku sambil mencium tangan umi Salma dan berpamitan dengan cepat.

"Hati-hati di jalan ya Tiktik," ucap umi Salma kepadaku dan aku hanya bisa mengangguk kepadanya dan segera menaiki motorku.

Aku pulang ke rumah dengan menghasilkan uang cukup banyak hasil dari mengojek dan menjadi kuli di terminal, ya setidaknya aku punya uang yang cukup untuk beberapa hari aku makan, karena uangku benar-benar sudah habis untuk membayar hutang pada rentenir durjana itu.

Dan yang paling menyebalkannya adalah rumahku berada dekat dengan rumah Bu Yati si rentenir sialan yang tidak memiliki belah kasih sedikitpun di dalam hatinya, saat aku pulang malam ini, mulutnya itu benar-benar minta untuk di sobek olehku karena dia tiba-tiba saja langsung berbicara nyinyir saat melihat aku baru pulang semalam itu.

"Ekmm....anak gadis kok pulang tengah malam sih, apa jangan-jangan kamu main dengan banyak pria di luar sana, makanya mendapatkan banyak uang untuk melunasi hutang ya?" Ucap ibu Yati kepadaku dengan bibirnya yang terlihat naik setengahnya.

Aku sedang malas untuk meladeni manusia bermulut sampah sepertinya sehingga aku sama sekali tidak meladeni ucapannya dan terus saja diam mengabaikan semua ucapan yang keluar dari mulutnya sambil segera memasukkan motorku ke dalam rumah dengan cepat.

Sampai akhirnya dia kesal sendiri karena aku tidak meladeni ucapannya dan dia malah semakin menjadi-jadi saat itu.

"Kau mau pura-pura tuli sekalipun, semua orang di kampung ini sudah tahu kau ketua preman di pasar yang sangat menyulitkan para pedangan dan kau itu aishh ...mana ada gadis yang selalu memakai celana jeans sepertimu, naik motor dan selalu berpenampilan seperti seorang pria, apa kamu tidak punya pakaian lain lagi? Aaaahaha....saya lupa kamu kan memang anak yatim piatu yang melarat, mana sanggup membeli pakaian wanita yang mahal, makanya hanya sanggup membeli kaos dan kemeja biasa saja," sindirnya lagi terus saja berbicara nyinyir tidak jelas.

Hingga kesabaranku benar-benar telah habis saat itu dan langsung saja aku membalasnya dengan penuh keberanian, aku berbalik menatap lurus kepadanya sambil berkacak pinggang dengan penuh emosi saat itu.

"Heh....nenek sihir, apa kau sudah cukup mengoceh sedari tadi, bicaralah dengan setan di luar sini, aku tidak mengerti bahasa hewan yang keluar dari mulutmu." Balasku kepadanya lalu segera masuk ke dalam rumah dengan cepat.

Mendengar jawaban dari Tiktik yang begitu berani kepadanya, tentu saja ibu Yati merasa sangat kesal dan dia terus menghentakkan kakinya dengan kesal sambil tidak bisa berhenti menggerutu mengenai Tiktik dengan merasa saat itu.

"Aaarrkkk...dasar gadis itu, dia sangat menjengkelkan, dia juga sudah menggagalkan niatku untuk menagih hutang pada kakek di pasar sebelumnya, aku harus memberikan pelajaran gadis sialan itu, dia tidak bisa dibiarkan begitu saja!" Gerutu ibu Yati dengan kedua tangannya yang di kepalkan dengan kuat.

Dan dia memang sangat membenci Tiktik sejak lama, sebab dari semua orang yang ada di kampung tersebut, hanya Tiktik seorang yang berani melawannya secara terang-terangan seperti itu, bahkan tidak akan segan untuk mempermalukan dia di depan umum, terlebih saat ini hutangnya benar-benar sudah lunas dan tidak ada lagi bahan yang bisa dijadikan ancaman oleh ibu Yati kepadanya sekarang.

Sedangkan anaknya yang bernama Ubay dia justru berteman cukup baik dengan Tiktik karena sejak kecil mereka sudah bertetangga, sekarang Ubay bahkan sudah menjadi seorang guru di sekolah dasar yang ada di kampung tersebut, sedangkan Tiktik masih saja menjalani hidup yang penuh dengan kesulitan, karena dia tidak memiliki orang dalam ataupun pengaruh dari siapapun yang bisa mendukung dia ataupun menyokong biayanya dalam menempuh pendidikan ataupun dalam membiayai kehidupan dia sehari-hari sehingga sangat sulit untuk seorang Tiktik bisa kuliah apalagi menggapai cinta-cintanya.

Dia terus tidak bisa menempuh pendidikan layaknya teman-teman dia yang lain ataupun bekerja ke kota seperti remaja lainnya yang hanya lulusan SMA di kampung tersebut, rasanya hanya aku yang tertinggal dari banyaknya teman-teman masa SMA ku yang lainnya, dimana mereka sudah ada yang menggapai cita-citanya, ada juga yang mendapatkan pekerjaan di kantoran, di toko swalayan yang besar ataupun di pabrik besar yang ada di kota, ada juga sebagian yang pergi merantau sampai ke luar negeri untuk bekerja pabrik atau menjadi art disana dengan iming-iming gaji yang besar dan mereka selalu pulang dengan penampilan yang begitu berbeda ketika hari raya tiba.

Hanya aku yang masih belum memiliki tujuan apapun dan selalu di sibukkan untuk mencari uang dan uang setiap harinya sedangkan uang itu bahkan tidak cukup hanya untuk biaya makan dan perbaikan rumahku jika sesuatu terjadi, atau terkadang uang yang sudah aku kumpulkan akan kembali aku pakai untuk servis motor dan biaya lainnya.

Sehingga keinginan untuk menempuh pendidikan yang tinggi dan menggapai cita-cita harus aku relakan dengan lapang dada.

Banyak juga diantara teman-teman masa SMA ku yang menawarkan pekerjaan padaku untuk ikut bekerja dengannya, di pabrik ataupun tempat yang lainnya.

Tapi sayangnya setiap kali aku hendak pergi mereka selalu mengatakan bahwa untuk bekerja disana harus memiliki uang dengan nilai yang hampir setara dengan gaji sebulan yang mereka berikan padaku nantinya, atau terkadang biaya masuknya itu jauh lebih besar, mereka bilang itu harus di lakukan agar bisa diterima bekerja langsung menjadi karyawan tetap disana.

Sayangnya hal seperti itu sama saja dengan merampok harta bagiku, karena orang miskin seperti aku, yang hanya bekerja serabutan saja, tentu tidak akan memiliki uang sebanyak itu untuk bisa pergi ke kota dan bekerja di pabrik, jika menjadi pembantu layaknya teman yang lain dan itu tidak menggunakan modal apapun, aku tidak bisa di perintah dengan di tunjuk-tunjuk oleh jari orang lain.

Meski aku miskin aku memiliki harga diri yang sangat tinggi dan hanya itu harta paling berharga yang aku miliki dan harus aku jaga sampai saat ini.

Jadi aku lebih memilih untuk bekerja di kampung saja, melakukan pekerjaan apapun asalkan halal dan aku bisa makan, aku pikir semua itu sudah lebih dari cukup bagiku.

Jadi aku sudah tidak pernah mengeluh lagi soal perbedaan pekerjaan diantara aku dan teman-temanku yang lainnya.

Semuanya sudah bisa aku ikhlaskan bahwa memang inilah jalanku, dan ini takdir terbaik yang tuhan berikan untukku.

Bunga memang memiliki waktu masing-masing untuk mekar dan kita tidak perlu menjadi sama karena kita di ciptakan lewat rahim yang berbeda-beda.

Jika orang lain lebih beruntung dalam bidangnya mungkin kita juga akan menjadi ahli dan sukses dengan cara kita sendiri.

Seperti apa yang terjadi denganku saat ini, pagi-pagi sekali aku suda kedatangan rejeki nomplok karena umi Salma datang menemui aku dan dia meminta aku untuk berhenti dulu bekerja di pasar, karena dia mau aku memandu pak dokter tampan itu untuk pergi berkeliling di kampung ini agar bisa mengenali wilayah di sekitar sini.

"Ehh....umi, ada apa pagi-pagi begini kemari mi?" Tanyaku kepadanya saat itu.

"Begini Tiktik, umi mau minta bantuan kamu, kamu tahu dokter Sendi yang semalam ku antarkan ke rumah umi bukan?" Balas umi Salma yang langsung saja aku anggukkan dengan cepat saat itu juga.

"Ohh....iya memangnya kenapa umi?" Balasku kepadanya lagi saat itu.

"Umi mau kamu memandu dia dan membantunya berkeliling di desa untuk hari ini saja, agar dokter Sandi bisa mengenali wilayah kampung kita ini, umi sudah menugaskan anak buahmu yang lain untuk menggantikan kamu jaga di pasar hari ini, jadi kamu tidak perlu cemas soal pasar." Balas umi Salma kepadaku.

"Baik... Aku akan dengan senang hati mengantar pak dokter, nanti aku pergi ke rumah umi setelah aku bereskan bersiap-siap." Ucapku pada umi Salma dan menyetujuinya dengan cepat tanpa pikir panjang lagi.

Sampai beberapa menit berlalu aku baru saja hendak mengunci pintu rumahku, si Ubay itu mengagetkan aku dengan menepuk pundakku dari belakang dan hampir saja aku akan menghajar dia saat itu.

"Hah!" Ucap dia mengagetkanku saat itu.

"Eee....eee..eehh..Tiktik...ini aku lepaskan aku Ubay, aku bukan orang jahat!" Ucap Ubay langsung saja memberitahu aku secepatnya.

Setelah mendengar pengakuan darinya dan aku juga sudah melihat wajah dia yang memerah menahan sakit dari tangannya yang aku pelintir kan saat itu, aku tidak tega dengannya dan segera saja aku melepaskan dia dengan cepat.

"Heh! Kenapa kau malah mengagetkan aku, apa kau sudah bosan hidup ya?" Bentakku kepadanya saat itu.

Dengan cepat Ubay langsung saja meminta maaf kepadaku dan dia terus tersenyum sendiri sambil naik ke atas motorku dan meminta aku untuk pergi bersama dengannya seperti yang biasa dia lakukan setiap pagi, selalu nebeng denganku untuk pergi ke sekolah.

"Ehehe...maafkan aku dong, tadi kan aku hanya bercanda saja, sudah ayo kita pergi aku hampir kesiangan nih, anak-anak pasti sudah menunggu gurunya sekarang." Ucap Ubay padaku.

Aku melangkah mendekati dia dan langsung saja menarik tangannya sambil menyuruh dia untuk cepat turun dari motorku secepatnya.

"Aishh...kemari kau, ayo cepat turun dari motorku, cepat turun Ubay Surabay!" Bentakku padanya dengan penuh kekesalan dan mengejek dia dengan celana yang biasa kami sebutkan di masa sekolah hingga saat ini.

"Eeeee.....eee...ehh...Tiktik....kenapa kau malah menyuruhku turun? Bukannya kita sudah mau pergi ya?" Tanya Ubay dengan heran kepadaku.

"Hari ini aku bukan ojek pribadimu, aku tidak mau berangkat ke pasar, jadi kau pergilah ke sekolah sendiri kita tidak searah sekarang." Balasku kepadanya saat itu.

Dengan cepat si Ubay itu langsung berdiri menahan motorku di depan dengan memegangi stang motorku dan terus bertanya kepadaku.

"Eeh....kalau kau tidak mau ke pasar mau kemana kau pergi dari rumah pagi-pagi sekali seperti ini?" Tanya dia begitu penasaran kepadaku.

"Heh....kenapa kau banyak bac*t sekali sih, sama minggir aku mau pergi ke rumah umi Salma, untuk apa kau menahanku, jangan ikut campur dengan urusanku, sana pergi nanti ibumu yang memiliki mulut pedas itu bisa mengomeli aku karena anaknya terus mengikuti aku kemana-mana seperti ini, sama pergi sendiri, aku sudah kesiangan." Balasku kepadanya sambi segera menyalakan motorku dan pergi meninggalkan dia dengan cepat.

Meski si Ubay itu terdengar memanggil namaku dengan kencang dan mau menghentikan aku, tetapi aku sama sekali tidak mau mendengar teriakkannya dan karena aku memakai helm jadi aku tidak terlalu mendengat teriakkan dia dengan jelas.

"Hei.....Tik...tunggu....Tiktik...hei..kenapa kau tega meninggalkan aku..." Teriak Ubay padaku saat itu.

Ubay terlihat kesal dan dia terus memasang wajah yang cemberut saat itu, sampai tidak lama ibunya keluar dari rumah dan melihat putra kebanggaannya itu masih berdiri di depan rumah gadis yang dia benci, sehingga langsung saja ibu Yati menghampiri Ubay secepatnya.

"Ubay kenapa kau masih berada disini? Sedangkan apa kamu masih berdiri di depan rumah gadis pemalas ini, sana pergi kamu itu seorang guru harus memberikan contoh yang baik untuk anak muridmu di sekolah." Ucap ibu Yati kepadanya saat itu.

Ubay pun segera saja berpamitan kepada ibunya dan dia terpaksa harus pergi jalan kaki dan mencari ojek lain di perjalanan nantinya, karena Tiktik sudah meninggalkan dia dan tidak akan mungkin kembali lagi.

"Baiklah Bu, aku mau pergi ngajar dulu." Ucap Ubay berpamitan sambil menyalami tangan ibunya dengan cepat.

Sedangkan ibu Yati sendiri sudah bersiap-siap membawa buku kecil yang dia taruh di sela-sela tangannya sambil membawa sebuah tas kecil yang sudah bisa di pastikan isinya uang semua, dia sudah bersiap untuk menagih hutang pada beberapa orang yang sudah lama tidak membayar tinggalkan hutang kepadanya selama ini.

"Huuuh .... waktunya menagih hutang pada manusia-manusia miskin yang hanya pandai meminta tapi sulit mencari uang itu, aku harus memiliki banyak energi untuk membentak mereka agar bisa membuat mereka menyerahkan uangnya padaku." gerutu ibu Yati sambil mengibaskan rambutnya ke belakang.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!