Sesampainya di depan rumah umi Salma aku melihat sudah ada pak dokter Sendi yang duduk di kursi depan rumah umi Salma dia terlihat tengah mengenakan sepatunya dan aku langsung turun dari motor sambil menyapanya dengan segera saat itu.
"Selamat pagi pak dokter." Ucapku menyapanya saat itu.
"Ehh ..pagi, kamu cepat sekali datang kemari, saya pikir kamu akan datang agak siangan, sekarang saya mau pergi ke puskesmas dahulu, katanya ada orang yang mau melahirkan disana jadi saya di minta untuk memeriksa keadaan ibu yang baru melahirkan itu." Ujarnya kepadaku.
"Oh ..kalau begitu ya sudah ayo saya antarkan saja, sekalian nanti kita bisa langsung berkeliling kampung ini," ucapku kepadanya dengan segera.
"Memangnya boleh seperti itu? Apa kamu tidak terganggu dengan pekerjaanmu?" Tanya dokter tersebut.
"Tidak masalah saya nganggur kok pak dokter, ayo saya antar saja biar bisa sampai lebih cepat." Balasku kepadanya.
Dia pun mau ikut denganku dan aku langsung pergi untuk mengantarkannya dengan segera saat itu juga, pak dokter ini memang cukup muda dan wajahnya begitu ramah, dia sama sekali tidak seperti dokter lain yang berasal dari kota, yang biasanya selalu manja dan jarang datang ke puskesmas, apalagi untuk berkeliling kampung, tapi yang ini justru malah mau berkeliling kampung dan mau langsung bertugas disaat dia baru sampai di kampung ini.
Makanya aku pikir membantu orang baik seperti dia tidak ada salahnya, terlebih dia juga tidak berada dari kampung ini, sebagai penghuni rumah tentu aku harus membantunya dan menyambut tamu dengan baik.
Sesampainya di rumah sakit aku hanya menunggu dokter itu di luar rumah sakit, karena aku benci bau puskesmas, dimana akan ada banyak orang sakit di dalam sana dan aku selalu teringat dengan kedua orangtuaku yang harus meninggal karena minimnya petugas kesehatan dan peralatan yang ada di kampungku ini, jadi sampai sekarang aku tidak pernah mau untuk masuk ke dalam puskesmas ataupun rumah sakit manapun lagi.
Bahkan terkadang aku tidak percaya dengan dokter sebab dulu saja ibuku tetap tidak bisa di tangani saat dia mengalami sakit keras, dia hanya bisa ditangani saat aku sudah membayar setidaknya sebagian dari biaya administrasi, padahal sudah jelas ibuku tengah membutuhkan pertolongan dengan cepat, sedangkan di puskesmas sendiri banyak sekali persyaratan yang harus aku kumpulkan untuk merawat ibuku disana, sampai akhirnya ibuku malah terlambat di periksa dan dia meninggal dunia di puskesmas tersebut tanpa sempat di periksa dahulu oleh dokter yang bertugas disana saat itu.
Aku tidak menyalahkan dokternya, ataupun pengurus yang ada disana.
Aku hanya benci dengan peraturan yang berlaku di dalam puskesmas tersebut, karena semuanya begitu tidak masuk akal bagiku, sampai rasa benci itu semakin lama, malah berubah menjadi hal yang membuat aku takut untuk masuk ke puskesmas lagi.
"Euu...Tiktik apa kamu yakin mau menunggu di luar, mungkin saya akan cukup lama." Ucap sang dokter kepadaku.
"Tidak masalah aku disini saja, siapa tahu nanti dapet tarikan ngojek, kan lumayan buat saya dokter, sudah pak dokter cepat masuk saja sudah di tunggu pasiennya di dalam." Balasku kepadanya.
Aku terus duduk di atas motorku sambil menunggu dokter Sendi memeriksa pasien di puskesmas, namun ini sudah hampir siang dan dia belum juga keluar dari sana, aku bahkan sudah mendapatkan tarikkan ojek sebanyak lima kali, dan dia masih tidak terlihat keluar dari puskesmas tersebut, saat aku bertanya pada salah satu perawat yang keluar dari sana, dia mengatakan bahwa dokter Sendi masih sibuk memeriksa beberapa pasien yang baru datang saat itu.
"Eee...eee..ehh...suster...apa dokter Sendi masih di dalam?" Tanyaku kepadanya.
"Iya, dokter Sendi sangat sibuk banyak pasien yang ingin di periksa olehnya, karena dia berbeda dengan perawatan atau dokter lain, dia sepertinya dokter yang sangat handal dalam berbagai penyakit, makanya semua orang memilih untuk di periksa olehnya." Balas suster itu padaku.
Pantas saja barusan aku melihat dokter yang lama keluar dari puskesmas sedangkan dokter Sendi masih belum terlihat batang hidungnya sama sekali.
Aku pun memutuskan untuk tetap menunggunya sampai aku ketiduran di motorku sendiri, dan tidak lama kemudian tiba-tiba saja dokter Sendi sudah ada di sampingku dan dia menyentuh tanganku untuk membangunkan aku barusan.
"Hei....Tiktik....Tiktik...apa kamu baik-baik saja?" Ucap dokter Sendi membuat aku sedikit kaget saat itu.
"Aahhh....dokter aku pikir siapa, hehe..aku baik-baik saja, tadi hanya sedikit mengantuk karena kau begitu lama tidak keluar juga dari dalam sana, makanya aku pikir tidur sebentar tidak masalah." Balasku kepadanya sambil tersenyum kecil saat itu.
"Sekarang apa sudah selesai?" Tanyaku lagi dengannya.
"Iya...saya sudah selesai tapi apa kamu masih bisa mengantarkan saya keliling kampung? Sepertinya kamu sangat lelah?" Ucap dokter Sendi padaku.
Dia tahu saja kalau aku memang sangat lelah menunggunya berjam-jam di sana dan malah menarik banyak penumpang bolak balik sedari tadi.
"Aahhh...dokter tahu saja, saya memang lelah, tapi tidak masalah, ayo biar kita keliling kampung sebentar saja, lagi pulang kampung rentenir ini tidak terlalu luas, aku bisa membawamu dengan cepat, ayo pak dokter." Balasku kepadanya.
Tapi dia hanya tersenyum dan terlihat menatap lekat denganku, dan aku tidak tahu harus melakukan apa saat itu, karena pandangannya terlihat cukup aneh padaku saat itu.
"Kenapa dokter ini menatap aku begitu, apa ada yang salah di wajahku? Apa aku ileran karena tidur terlalu lelap ya?" Batinku terus memikirkan saat itu.
"Tiktik....kalau kamu merasa lelah biar saya yang membonceng mu." Ucap dokter Sendi membuat aku sangat kaget.
Aku langsung terperangah sangat kaget mendengar ucapan darinya sampai tidak lama entah datang dari mana, bu Yati tiba-tiba saja muncul di antara kami saat itu.
"Ekm...oh jadi kamu menggoda dokter baru di kampung kita ya, setelah menggoda anakku sekarang kau mau menggoda pak dokter juta, pak dokter...aku peringatkan kamu ya, dia itu bukan orang baik, dia orang paling melarat di kampung ini, hidupnya sangat-sangat kacau dan dia seperti seorang preman, jangan mau tertipu dengan wajah dan keramahannya itu, hati-hati saja kamu akan di tipu olehnya." Ucap Bu Yati dengan ujung bibirnya yang terangkat setengah saat itu.
Melihat wajahnya benar-benar sangat membuatku emosi sekali, dan aku benar-benar tidak bisa berdiam diri saja untuk menghadapi ucapan nyinyir dan semua perkataan buruknya tentangku yang sangat tidak berdasar saat itu.
"Heh...Bu Yati, kenapa kau selalu muncul dimanapun aku berada, apa kau ini seorang jin ya? Aishh...merusak suasana saja," ucapku kepadanya.
"Pak dokter ayo cepat naik, disini ada setan gentayangan, nanti kau bisa kesurupan jika terus berdiri disini, apalagi setannya rentenir paling kejam di kampung ini, bisa-bisa kamu akan tercekik olehnya." Ucapku sengaja menyindir dia dengan pedas dan menarik tangan dokter Sendi agar dia bisa cepat naik ke belakang motorku.
Terlihat wajah Bu Yati sangat emosi sekali saat itu dan aku hanya merasa senang karena berhasil membuatnya sampai se emosi itu denganku.
"Hei... beraninya kau mengatai aku, awas saja kau Tiktik, aku tidak akan membiarkanmu." Ucap Bu Yati kepadaku dengan keras saat itu.
Aku sama sekali tidak mau meladeni dia dan terus saja mengabaikan dia sambil terus saja pergi meninggalkan dia dengan cepat saat itu juga.
Aku tidak perduli lagi dengan teriakkan yang dia ucapkan kepadaku, meski dia terus saja menghina aku terus menerus aku sama sekali tidak mau mendengarnya, aku langsung menarik gas di tanganku dengan kuat dan segera saja pergi dengan cepat dari sana untuk menghindari manusia yang sangat menjengkelkan sepertinya.
Bahkan dokter Sendi sendiri terlihat keheranan melihat manusia seperti Bu Yati ini.
Setelah aku dan dokter Sendi pergi dari sana Bu Yati terus saja melanjutkan kelakuannya itu. Kali ini dia pergi untuk menagih hutang pada salah satu anak buahku yang ada di pasar, dia pergi dengan penuh emosi kepada Tiktik namun setelah bertemu dengan anak buahnya yang bernama Baim, Bu Yati langsung saja melampiaskan emosinya terhadap Baim karena dia tahu bahwa Baik adalah salah satu anak buah Tiktik yang paling setia terhadap Tiktik saat itu.
Dia langsung menagih hutang pada Baim dengan kedua bodyguardnya yang bertubuh kekar dan botak itu, dia langsung mengobrak ngabrik rumah Baik dan mengeluarkan semua barang-barang milik Baim yang ada di rumahnya saat itu, padahal disana hanya ada neneknya yang tengah sakit-sakitan dan Baik sendiri tengah berada di pasar.
Hingga salah satu tetangganya segera pergi menemui Baim dan memberitahukan mengenai kejadian tersebut, Baim langsung pergi ke rumahnya dengan terburu-buru karena dia merasa cemas dengan sang nenek saat itu.
Hingga sesampainya disana dia melihat neneknya di seret oleh kedua bodyguard ibu Yati dengan kencang dan di dorong ke luar dari rumah sampai jatuh tersungkur ke tanah cukup keras.
"Nenek." Teriak Baim sambil berlari menghampiri neneknya dan segera membantu neneknya untuk berdiri saat itu juga.
"Nenek apa kamu baik-baik saja? Ayo nek berdiri dahulu." Ucap Baim membantu neneknya saat itu.
Baim langsung menatap ke arah ibu Yati yang saat itu langsung menagih hutang padanya dengan sangat keras dan kasar.
"Baim mana uangnya, cepat kau bayar hutangmu atau aku akan mengambil rumahmu ini!" Ucap ibu Yati dengan mengancamnya.
"Bu Yati saya mohon, tolong berikan sekali lagi saja kesempatan untuk saya, berikan saya waktu sebentar lagi saja untuk bisa membayar hutang saya saat itu, saya mohon kepadamu ibu Yati, saya janji bulan depan saya akan membayar semua hutang saya," ucap Baim kepada ibu Yati saat itu.
Sayangnya ibu Yati bukanlah orang yang memiliki belas kasih, dia tetap tidak akan memberikan kesempatan kepada siapapun yang sudah meminjam uangnya.
"Heh....apa kau pikir saya ini ibumu, semua yang berhutang berarti sudah sanggup dengan semua syarat yang saya berikan dan yang sudah saya jelaskan, kau tidak bisa melakukan apapun lagi, kau harus membayarnya hari ini, jika tidak barang di rumahmu ini akan saya ambil untuk membayar bungamu yang sudah membengkak itu." Ucap ibu Yati sambil menunjuk pada televisi yang ada di rumahnya.
Itu adalah satu-satunya barang berharga yang di miliki oleh Baik saat ini, sebab terakhir kali ibu Yati sudah mengambil perhiasan mas kawin sang nenek secara paksa.
"Bu Yati...tolong jangan ambil tv saya Bu, Bu saya mohon Bu, itu satu-satunya barang berharga yang saya miliki, Bu.....Bu...." Teriak Baim yang sama sekali tidak di gubris oleh ibu Yati sedikitpun saat itu.
"Bawa tv nya, ayo pergi dari sini." Ucap ibu Yati memerintahkan kepada dua anak buahnya saat itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments