Baim tidak bisa melakukan apapun lagi meski saat itu dia sudah memohon dan berusaha untuk menahan kaki ibu Yati tetapi dia tetap tidak bisa menyelamatkan televisi miliknya saat itu, bahkan neneknya juga sudah menangis terisak melihat Baim yang malah di tendang begitu saja oleh ibu Yati dengan keras.
Sedangkan ibu Yati sendiri justru malah menyuruh Baim untuk pergi menjauh darinya dan dia sama sekali tidak memiliki hati nurani sedikit pun.
"Minggir kau, beraninya menyentuh kakiku dengan tangan miskin mu itu!" Bentak ibu Yati kepada Baim saat itu.
"Bu tolong jangan ambil tv saya, saya mohon bu, bu Yati...." Teriak Bimo saat itu.
Dia sama sekali tidak berdaya dan rupanya ibu Yati sengaja melakukan hal itu untuk membuat Bimo mengadu kepada Tiktik, karena sebenarnya target dia adalah Tiktik, dia selalu membencinya, apalagi sekarang Tiktik sudah bisa melunasi hutangnya tersebut, sehingga tidak ada hal lain lagi yang bisa membuat ibu Yani membungkam mulut Tiktik agar tidak berani melawannya.
Bukan hanya Baim saja yang di perlakukan seperti itu hari ini, tetapi anak buah Tiktik yang lainnya juga mendapatkan hal yang sama dan ibu Yati mengatakan pada mereka semua bahwa hal yang dia lakukan kepada mereka itu adalah balasan atas perbuatan Tiktik kepadanya, dan itu di sebabkan karena mereka masih mau berteman dan menuruti Tiktik, sehingga mereka tidak akan mendapatkan kemudahan dan tenggat waktu yang lebih lama, apalagi mendapatkan pinjaman darinya.
Hal itu membuat semua anak buah Tiktik mulai menyalahkan Tiktik atas semua kejadian yang menimpa mereka, sama dengan Baim, dia juga segera mencari Tiktik setelah mengistirahatkan neneknya.
"Ini tidak bisa dibiarkan, aku harus memberitahu Tiktik, dan menanyakan apa yang sebenarnya sudah dia lakukan pada ibu Yati sampai harus aku yang ikut menanggung perbuatannya itu." Gerutu Baik dengan perasaan marah dan di penuhi kekesalan karena dia kehilangan harta paling berharga di rumahnya.
Walaupun itu hanya sebuah tv butut, tetapi bagi Baim itu adalah benda peninggalan sang kakek yang sangat berarti bagi neneknya, itulah kenapa dia harus menjaganya, namun kini malah di ambil ole bu Yati begitu saja, sehingga Baim merasa dia telah gagal untuk menjaga satu satunya titipan dari sang kakek bagi neneknya yang sudah mengurusi dia sejak kecil, karena kedua orangtuanya sudah meninggal sebab kecelakaan semasa dia masih bayi sebelumnya.
Sedangkan disisi lain aku justru mulai berkeliling dengan pak dokter dan aku sudah membawa dia ke balai desa, ke lapangan kota dan ke taman bermain anak-anak yang tidak jauh dari sekolah SD saat itu, pak dokter itu terlihat begitu menikmati perjalanan di desa denganku, mungkin karena udara yang masih segar di sekitar sana dan masyarakat setempat yang sangat ramah dalam menyambut kedatangan warga baru di desa ini, terlebih dia seorang dokter, yang sangat berjasa untuk kami semua yang tinggal di desa tersebut.
Sekarang karena aku pikir kita sudah cukup lama berkeliling ke berbagai tempat termasuk ke perkebunan warga yang ada di sekitar sini, barulah aku memutuskan untuk istirahat sejenak dan pergi untuk membeli makanan di pinggir jalan tetap di depan gerbang sekolah dasar saat itu.
Aku juga menawarkan makanan itu pada dokter Sendi, karena aku pikir dia juga belum makan siang karena tidak sempat sebelumnya dan mendapatkan banyak pasien di puskesmas.
"Dokter, apa dokter mau baksonya juga, bakso disini enak loh, terus porsinya juga menguntungkan setidaknya bisa bikin perut kenyang." Ucapku menawarinya saat itu.
Dia hanya tertawa kecil sambil mengangguk kepadaku.
"Ahahah.....boleh boleh," balasnya dengan cepat.
Aku segera memesakan dua porsi bakso kepada pedagang disana dan kami menunggu di meja yang sudah di sediakan oleh pedagang bakso tersebut saat itu, selama menunggu bakso pesanan kita jadi, tiba-tiba saja pak dokter Sendi ini bertanya kepadaku mengenai kampung tempat yang dia datangi.
"Eumm... Tik, apa saya boleh bertanya sesuatu kepadamu?" Tanya pak.dolter itu padaku.
Aku langsung berbalik menghadap ke arahnya danulai menanggapi ucapan dari pak dokter Sendi yang kelihatannya cukup serius untuk bertanya sesuatu kepadaku saat itu, makanya aku menjadi agak tegang dan begitu penasaran dengan hal yang ingin dia tanyakan kepadaku, dan dia bilang sangat penting itu.
"Aahh? Pak dokter kalau mau bertanya ya langsung tanyakan saja, jangan terlalu sungkan denganku, aku kan rakyat biasa saja." Balasku kepadanya dengan pembawaan yang santai.
"Begini kenapa kampung ini bisa di namai dengan kampung rentenir? Memangnya di kampung ini semua masyarakat nya adalah rentenir?" Tanya dia kepadaku saat itu.
Aku hampir saja berpikiran ke arah lain, karena aku kira dia akan berbicara hal lain yang aku harapkan, namun nyatanya pak dokter itu malah menanyakan mengenai asal usul nama kampung rentenir ini padaku.
Sebenarnya aku sangat malas sekali untuk membahas mengenai hal seperti ini, tapi karena yang bertanya adalah pak dokter jadi aku harus memberitahunya dan menjelaskan dengan benar kepadanya, agar dokter itu bisa mengerti.
"Bukan begitu pak dokter, tidak semua penduduk disini rentenir hanya saja hampir seluruhnya memiliki hutang pada bank, dan pada raja rentenir yang sebelumnya anda temui di depan rumah sakit beberapa jam yang lalu." Balasku kepadanya memberitahu.
"Maksud kamu ibu Yati? Apa dia rentenir yang kamu maksudkan itu?" Tanya dia sudah bisa menebaknya sendiri.
"Benar, ibu Yati adalah rentenir nomor satu di kampung ini, hampir semua warga disini memiliki hutang yang sangat besar kepada ibu Yati, bahkan aku sendiri juga pernah memiliki hutang padanya cukup besar, tapi karet aku tidak menyerah dan terus bekerja keras melakukan pekerjaan apapun, dari yang kasar hingga yang lemah hanya untuk menabung agar bisa segera pergi dari kampung yang sangat membuat stres kepala ini. Dan akhirnya tabunganku itu habis aku bayarkan untuk melunasi hutang pada rentenir seperti ini Yati yang melipat gandakan hutang setiap orang dengan jumlah yang besar, sampai nasibku harus seperti saat ini," balasku menjelaskan pada dokter Sendi.
Dia justru terus mendengarkan apa yang aku katakan padanya, bahwa memang dulunya kampung ini bukan kampung rentenir tetapi kampung mekar jambu, tetapi karena jambunya sudah tidak mekar lagi dan malah di gantikan dengan rentenir yang terus berjaga sebab banyak orang meminjam uang darinya dengan jumlah bunga yang kecil pada awalnya, membuat ibu Yati mulai terkenal dan banyak orang yang mengikuti langkahnya sampai hampir setengah penduduk di kampungku adalah rentenir dan mereka meminjamkan uang pada orang luar sebab orang di kampung itu adalah jatah dari ibu Yuni, jadi tidak ada yang bisa mengambil jahatnya, tetapi justru dia sendiri selalu mengambil jatah rentenir lainnya, sehingga semakin maraknya rentenir di kampung ini, alhasil banyak orang luar yang memberikan nama bahwa kampung ini adalah kampung rentenir sampai nama itu semakin kesini malah semakin melekat dan menjadi nama kampung yang permanen.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments