"Kamu yakin alasannya karena itu?"
"Aku tidak yakin, tapi sepertinya seperti itu. Andjani memang tidak, atau mungkin belum menyadari perasaannya sendiri pada Ardi, lagipula mereka masih sangatlah muda. Seharusnya hal ini tidak menjadi topik pembicaraan yang serius. Hanya saja sebagai orang tua, kita harus selalu mendampingi di setiap perkembangannya. Jangan sampai mereka terjerumus dengan perasaan asing yang baru mereka rasakan, yaitu perasaan cinta pada seseorang. Untuk saat ini, sepertinya Andjani hanya merasa berat berpisah dengan para teman dan sahabatnya, terutama pada Ardi, yang memang sedari kecil, mereka selalu bersama" Qaynaya menjelaskan pada suaminya.
"Kalau benar mereka mempunyai perasaan itu, atau lebih tepatnya, bagaimana kalau Anna kita juga menyukai Ardi? seperti yang kita ketahui, Ardi sudah dengan terus terang menyukai Anna. Bahkan dia tidak malu untuk menunjukkan perasaannya pada kita semua"
"Aku tidak akan mengizinkan. Sebisa mungkin, aku akan menjauhkan mereka" Qaynaya mantap menjawab pertanyaan dari suaminya.
Andjani anak dari Qaynaya dan Djani, yang biasa di panggil Anna oleh ayahnya, dan di panggil Aan oleh Ardi. Adalah gadis yang sangat manis dan cantik, sangat mirip dengan mamanya. Itu membuat sahabatnya yang selalu bersama sedari kecil menyukainya. Sahabatnya itu bernama Ardi, mereka sudah berteman dan bersahabat dari batita, karena orang tua mereka juga bersahabat.
Andjani tumbuh bersama dengan Ardi, benih cinta sudah tumbuh di hati Ardi sejak lama, umur mereka berbeda satu tahun, jadi mereka juga tidak satu kelas di sekolah, tapi mereka tetap selalu bersekolah di tempat yang sama.
Para pria lain, atau teman-teman pria disekolah mereka, sebenarnya banyak juga yang menyukai Andjani, tapi mereka tidak berani untuk mendekati Andjani, karena Ardi selalu ada disamping Andjani, seolah-olah Ardi adalah penjaga Andjani.
"Ardi sepertinya sangat serius dengan perasaannya, dia bahkan sudah mengatakannya padaku" Djani lalu tiduran di pangkuan istrinya.
"Apa?!" Qaynaya kaget, dia terlihat begitu terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh suaminya.
"Iya. Tapi aku menolaknya, dan meminta untuk mengubur perasaannya pada Anna"
"Apa dia setuju?" tanya Qaynaya penuh harap.
"Aku tidak yakin" jawab Djani, lalu memasukkan kepalanya ke dalam blouse istrinya.
Qaynaya merasakan geli dengan tingkah suaminya yang selalu saja seperti ini.
"Sayang, ini hampir siang. Aku harus menyiapkan makan siang dahulu" Qaynaya menahan wajah suaminya yang semakin merangkak naik mencari bukit kembarnya.
Tapi Djani tidak perduli dan tetap melanjutkan keinginannya. Untuk masalah yang satu ini, dia tidak mungkin bisa dibantah. Qaynaya juga akhirnya hanya bisa pasrah. Umur mereka sudah tidak lagi muda, bahkan hampir memasuki kepala empat, tapi untuk urusan seperti ini, Djani tidak pernah berubah sedari dulu, dan untungnya Qaynaya masih selalu bisa mengimbanginya, walaupun kadang tetap kewalahan juga.
"Djani sudahi sekarang juga" Qaynaya merintih dan memeluk erat tubuh suaminya yang terus berolahraga di atas tubuhnya.
"Tidak mau. Aku suka saat mendengar dirimu memanggil namaku dengan suara serakmu" bisik Djani.
"Aku mencintaimu, selalu seperti itu sejak dulu. Cintaku tidak pernah berkurang, bahkan semakin bertambah. Aku juga begitu menyukai namamu, Djani sayang" Qaynaya membisikkan kata-kata cintanya, yang dengan hal itu, bisa dipastikan kalau Djani akan sangat senang.
Djani tersenyum bahagia mendengarnya, tapi kali ini dia bertahan, dan tidak segera menyelesaikan kegiatannya.
"Djani sayang, ampuni aku. Aku tidak kuat lagi" Qaynaya menggelengkan kepalanya, saat Djani terus bergerak perlahan menghujani tubuhnya dengan kenikmatan yang tiada henti.
"Bagaimana bisa aku begitu tergila-gila padamu, dan aku tidak mengerti, kenapa rasamu selalu sama, bahkan selalu lebih nikmat. Kamu bahkan sudah melahirkan dua anak kita" bisik Djani, yang kali ini sepertinya dia juga sudah tidak kuat lagi.
Qaynaya tidak sanggup menjawab perkataan Djani, karena rasa nikmat terus menjalar di seluruh tubuhnya, apalagi saat suaminya mencapai puncak pelepasannya. Mereka masih saling berpelukan setelah beberapa saat. Qaynaya terpejam karena kelelahan, Djani tersenyum melihatnya, dan dengan gemas menciumi pipi istrinya.
Djani meminta pada Qaynaya untuk beristirahat sebentar, dan meminta pada istrinya itu untuk tidak memikirkan tentang makan siang, karena dia sudah menyuruh karyawan cafe mereka, untuk mengantarkan makanan ke rumah.
Walau mereka memiliki cafe, yang selain menyediakan menu makanan ringan dan minuman, ada juga makanan berat. Tapi tidak membuat Qaynaya serta merta selalu memberikan makanan pada keluarga nya dari cafe mereka. Hanya sesekali saja saat ada kegiatan yang membuat Qaynaya tidak bisa memasak, seperti salah satu contohnya sekarang ini.
Djani menyelimuti tubuh polos istrinya, lalu segera membersihkan diri terlebih dahulu, sebelum keluar dari dalam kamar, untuk melihat apakah makanan pesanannya sudah datang.
"Mama mana?" tanya Andjani pada Djani, begitu melihat ayahnya itu keluar dari dalam kamar.
Sudah menjadi hal umum di keluarga itu, kalau tidak ada yang berani mengetuk pintu kamar Djani dan Qaynaya, selama mereka ada di dalam kamar. Itu adalah ajaran dari Rini yang merupakan ibu dari Djani. Karena Rini tahu betul bagaimana Djani yang begitu tergila-gila pada Qaynaya.
Djani menjawab kalau Qaynaya sedang istirahat dan tidur siang. Andjani mengangguk mengerti, dan meletakkan kembali kotak berisi makanan yang dia pegang.
"Apa makanan dari cafe sudah datang?" tanya Djani pada anak gadisnya, yang lalu dijawab anggukan kepala oleh Andjani. Djani lalu duduk di salah satu kursi, dan meminta Arion juga untuk ikut duduk.
"Kita semua akan segera pindah ke negara, dimana ayah dan mama dilahirkan. Ini tidak bisa dibantah lagi, mama kalian mungkin akan melakukan ini dengan perlahan, dengan membujuk kalian secara pelan-pelan sampai kalian mau. Tapi menurut ayah, kita tidak punya banyak waktu lagi. Arion sudah pindah sekolah, jadi secepatnya harus mendapatkan sekolah baru" Djani berbicara serius sambil melihat kearah kedua anaknya.
Arion tidak berkata apapun, karena dia tidak mungkin bisa membantah lagi, tapi tidak dengan Andjani yang tentu saja langsung menolak.
"Ini terlalu cepat ayah, aku tidak bisa melakukan secepat ini" Andjani menolak dan menghentikan aktivitas makan siangnya.
"Apa alasannya?"
"Aku punya banyak teman yah, aku harus berpamitan pada mereka. Jadi tidak mungkin aku pergi begitu saja, lagipula ayah tidak menjelaskan alasan apa yang membuat ayah melakukan hal ini" Andjani menuntut penjelasan dari ayahnya.
"Ini semua karena aku kak, maafkan aku" Arion berbicara, sebelum Djani menjelaskan. Dengan perlahan, Arion menjelaskan apa yang dialaminya.
"Apa?!, kamu dibully sampai dipukul sama temanmu?! Kenapa selama ini tidak pernah cerita padaku?" Andjani menangis setelah mengetahui bahwa adiknya mendapatkan intimidasi dari temannya. Arion menenangkan kakaknya, dan mengatakan kalau semuanya sudah selesai.
Andjani memeriksa adiknya, dia bahkan tidak memperdulikan kondisi lengannya yang masih sakit.
"Baiklah, aku mau pindah secepatnya!" Andjani berbicara dengan mantap, dia mengira masalah mereka yang akan pindah ini, karena masalah Arion saja.
💙🌹 Flashback End 🌹💙
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Ilham Risa
panas, haredang😂
2023-08-04
0
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
😌ikut pindah deh, boleh gak ya
2023-08-01
0
Utiyem
berarti anjani kayak aku, manis dan cantik😁😁
2023-07-31
0