Setelah pindah ke rumah Tedja. Indah sangat disibukkan mengatur dan menyusun barang-barang yang dibawa dari rumahnya.
"Indah, sekarang kamu sudah menjadi istriku. Aku tidak akan memaksamu untuk meladeni ku membuatkan secangkir kopi atau sarapan setiap pagi sebelum aku berangkat kerja.
Kalau kamu buat terserah, aku pun sangat senang dan menghargainya. Kalau tidak mau membuatkannya juga tidak apa-apa. Santai saja tidak usah canggung begitu, ada Bi Inah kok yang membuatnya.
Kamu hanya di rumah menjadi istri yang baik dan tidak selingkuh itu sudah cukup buatku", Tedja memberitahu tugas Indah.
"Iya sayang, terimakasih ya", ucap Indah mengecup kening Tedja. Tedja sangat menyukai sikap Indah yang mesra dan romantis.
"Oh iya, ini ATM kamu. Kamu bebas menggunakannya sesuka hatimu. Satu hal yang harus kamu ingat kalau kamu keluar rumah harus izin dan memberitahu terlebih dahulu kemana dan bersama siapa kamu pergi", Tedja tegas dan sangat takut kehilangan Indah.
"Karna aku pasti sangat mengkhawatirkan kamu kalau sedang di luar sana. Takut kamu kenapa-kenapa", Tedja menambahi mencoba memberi alasan yang logis.
"Baiklah sayang", Indah menyanggupi peraturan Tedja dan segera mengambil ATM yang diserahkan Tedja.
Keesokan harinya. Indah bangun pagi-pagi sekali hendak memasak dan membuatkan secangkir kopi. Begitu selesai di kerjakan nya Indah kembali ke kamarnya ingin membangunkan dan mengajak suaminya sarapan pagi.
Karena Indah ingin Tedja, mengira kalau Indah adalah istri yang perhatian dan istri yang meladeni suami dengan baik.
Indah pun masuk ke kamarnya dan naik ke ranjang untuk membangunkan Tedja.
"Sayang... bangun sayang. Aku sudah menyiapkan sarapan dan secangkir kopi buat kamu di meja makan", bisik Indah lembut dan mesra di telinga Tedja.
Tedja pun langsung membuka matanya.
"Sayang kamu sudah bangun?, kenapa-kenapa repot-repot membuat kan sarapan, kan ada Bi Inah yang mengerjakan", Tedja beranjak dan langsung masuk ke kamar mandi.
"Sayang, kamu lupa membawa handuk", ketok Indah, Tedja mengeluarkan tangannya dari balik pintu bermaksud untuk mengambil handuk pemberian Indah.
Begitu pintu dibuka, Indah langsung memaksa untuk masuk.
"Lho kamu ngapain sayang", Indah langsung melucuti pakaiannya.
"Aku ingin mandi bersama, tubuhku penuh bau asap setelah memasak sarapan tadi. Apa tidak boleh sayang?", Sekarang Indah tanpa busana. Suaminya melongo sementara tanpa melakukan apa-apa hanya berdiri terdiam.
Indah langsung membasuh tubuhnya di guyuran shower. Sekarang bentuk tubuh Indah terlihat putih dan montok. Tedja langsung mendekatinya.
Mengecup bibir Indah yang basah, mendekatkan tubuhnya menekan tubuh Indah pada dinding tembok. Meremas dan mengecup pada areal gunung kembar Indah. Dan segera memasukkan kepunyaannya pada bagian sensitif Indah. Indah mendesah, dan sangat menikmatinya.
Mereka pun sama-sama puas dan menyudahi mandi bersama dengan saling menggosok dan membasuh tubuh mereka secara bergantian.
"Kamu nakal ya, tapi aku senang kok. Kamu begitu bergairah dan mampu membuat aku begitu menikmatinya", ucap Tedja sebelum keluar dari kamar mandi.
Setelah selesai berpakaian Indah dan Tedja sama-sama keluar dari kamar dengan wajah ceria dan penuh senyum.
Sudah ada Pangestu yang sedang duduk di meja makan untuk sarapan.
"Pagi nak", sapa Tedja kepada Pangestu dengan semangat dan wajah yang penuh senyum.
"Pagi yah", balas Pangestu kembali melanjutkan makannya, malu melihat kedua orangtuanya yang begitu bahagia.
"Bagaimana Kuliah kamu nak?. Dosen pembimbing kamu, yang selalu mempersulit skripsi mu, sudah amankah?", tanya Tedja ingin mengetahui perkembangan kuliah Pangestu. Tiba-tiba Indah tersedak dan terbatuk-batuk.
"Kamu kenapa sayang?", ucap Tedja sambil menyodorkan segelas teh.
"Tidak apa-apa sayang, hanya tersedak saja", Sekarang Indah ingat siapa Pangestu. Pangestu pernah datang dalam keadaan sedikit mabuk ke cafe tempat Indah mencari mangsanya. Pangestu stres karena dosen pembimbingnya mempersulit skripsinya. Sehingga terlambat untuk wisuda.
Indah dan Pangestu saling bercerita kala itu. Pangestu meminta dan mau membayar Indah untuk berhubungan suami-istri dengan dalih untuk menghilangkan rasa stres nya.
Sekarang Indah hanya menyimak percakapan antara ayah dan anak di hadapannya.
"Sudah aman yah. Kalau tidak ada halangan atau kendala. Tahun ini aku akan wisuda", Pangestu memberitahu dengan penuh semangat.
"Bagus dong, kalau begitu. Oh iya. Nanti kalau kamu ada perlu ayah, atau ingin menyampaikan sesuatu kepada ayah. Tetapi ayah sedang tidak di rumah. Kamu boleh mengatakannya kepada ibumu.
Tidak usah sungkan-sungkan Indah pasti bisa menjadi ibu sambung yang baik untuk kamu. Biar nanti ibumu yang akan menyampaikan semuanya kepada ayah", ucap Tedja memberitahu.
Giliran Pangestu sekarang yang tiba-tiba batuk-batuk karena tersedak. Pangestu sekarang ingat kalau Indah, ibu tirinya adalah teman kencan Pangestu ketika di cafe sebulan yang lalu. Sebelum menikah dengan ayahnya.
"Kamu sakit, nak?", tanya Tedja bingung.
"Tidak yah, Pangestu hanya tersedak saja", sambil minum segelas air putih untuk melegakan tenggorokan nya.
"Baiklah. ayah berangkat kerja dulu ya", Tedja beranjak sambil mengecup kening Indah dan langsung menuju luar dan diikuti oleh Indah dari belakang. Bermaksud untuk mengantar suaminya ke luar rumah.
Begitu mobil Tedja keluar rumah. Indah langsung masuk ke rumah. Ketika di ruang tamu tiba-tiba Indah menabrak tubuh Pangestu yang sedari tadi menunggu kedatangan Indah.
"Hai Indah, apakah kamu tidak mengenal ku?", tanya Pangestu penasaran.
"Iya, aku baru ingat tadi waktu kamu cerita mengenai dosen pembimbing mu. Tadinya aku juga merasa asing, seperti pernah ketemu. Tetapi tidak ingat", Indah memberitahu.
"Akupun begitu, ketika ayah mengatakan kalau nama kamu Indah. Tadinya aku juga merasa tidak asing seperti pernah bertemu, semalaman aku memikirkan nya tetapi tidak bisa ingat juga. Entah mengapa sekarang aku tiba-tiba mengingat kalau kamu adalah cewek yang ada di cafe Ria sebulan yang lalu.
"Mengapa kamu tiba-tiba menikahi ayahku, setahuku ayahku tidak pernah pergi ke cafe. Dan sangat sulit melupakan almarhum ibu, sehingga ayah lama menduda", Pangestu penasaran atas pertemuan Indah dan ayahnya.
"Ayahku terlilit hutang, dan wajib membayar hutang tersebut dengan menikah dengan ayah kamu. Bila pada tanggal jatuh tempo tidak bisa membayar nya", Indah menceritakan kisah pertemuan nya dengan Tedja.
Pangestu sebenarnya merasa tertarik dan penasaran dengan Indah kala itu. Pangestu sebenarnya kembali ke cafe Ria untuk mencari Indah. Tetapi pegawai disana mengatakan kalau Indah sudah lama tidak pernah datang lagi ke cafe Ria.
Sekarang harapan Pangestu sirna untuk mendapatkan Indah, karena sekarang Indah sudah menjadi ibu tirinya.
"Pasti ayah sangat mencintai Indah, karena Pangestu tahu. Ayahnya masih susah melupakan almarhum ibunya, sehingga menduda dengan waktu yang cukup lama. Kalau ayah sudah cinta kepada perempuan, status dan profesi perempuan itupun tidak menjadi masalah buat ayah", gumam Pangestu dalam hati.
"Baiklah Indah, eh Bu, aku senang kamu sudah menjadi istri ayahku sekarang", Pangestu merasa canggung. Dan segera beranjak meninggalkan Indah dan masuk ke kamarnya.
Begitu juga Indah naik ke atas, menuju kamarnya.
Sepanjang jalan Indah memikirkan Pangestu. Ada raut kekecewaan di wajah Pangestu melihat dirinya menjadi istri ayahnya.
Indah tahu, kalau Pangestu ada perasaan suka kepada nya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments