"Huh? Bukannya dia tampan ya? Tapi kenapa malah ada di sini? Apakah dia malaikat yang jatuh dari surga?"
Suara milik dari seorang wanita, sayup-sayup langsung menyeruak masuk ke indera pendengarannya.
"Ya, tapi mungkin saja dia sudah punya kekasih. Hmm, sayang sekali. Aku yang jomblo ngenes ini akan tetap jomblo." ujar perempuan ini pada dirinya lagi.
'Suara siapa ini? Dan apa barusan dia mengatakan aku punya kekasih? Jomblo? Jadi suara ini suara perempuan yang jomblo? Apakah artinya dia seperti telor jomblo yang tidak berhasil di buahi itu? Seorang buangan karena tidak di pilih ya?' pikir pria ini.
"Tapi sayang sekali, kepalanya kebentur apa nih? Sampai berdarah-darah begini, dia tidak mati kan ya? Sampai lupa cek dia sudah mati atau belum gara-gara terlena dengan tampangnya ini. Coba deh, aku cek." dan perempuan ini pun lebih mendekatkan lagi wajahnya di depan wajah Elvano untuk mengecek kondisi dari pria di depannya itu apakah masih hidup atau tidak.
Karena matanya masih cukup berat untuk ia buka, dia pun jadinya tidak tahu apa yang sedang di lakukan oleh perempuan yang kemungkinan sedang ada di depannya itu.
"Masih bernafas, tapi nadinya sedikit pelan, dan suhu tubuhnya cukup tinggi. Bagaimana nih? D-dia...tubuhnya besar pula, bagaimana aku bisa memindahkan tubuhnya yang seperti beruang ini?" ujar perempuan ini lagi setelah dia berhasil mengecek pernafasan dari Elvano.
Suara itu pun terus mengganggu pikiran dari Elvano sendiri.
"Aku harus cari bantuan. Papa, akan aku panggil papaku dulu. Jadi kau diam di sini dulu, aku akan membantumu." oceh perempuan ini secara terus menerus.
Dengan terburu-buru, dia pun berlari pergi dari sana, meninggalkan Elvano yang pelan-pelan membuka matanya.
'Padahal aku ingin lihat seperti apa wajah dari perempuan cerewet tadi.' Tapi karena Elvano hanya melihat sosok buram yang kian menjauh, dia yang tidak kuasa untuk bisa sepenuhnya sadar, gara-gara demam dan luka yang dia miliki, dia akhirnya pingsan.
_________
Setelah di pindah, sore itu dia sedang menjenguk pasien yang dia temukan itu, kini sudah terbaring di dalam sebuah kamar paling sederhana yang pernah ada.
Tapi karena memang, gara-gara tidak ada tempat untuk menidurkan Elvano di tempat seperti kamar yang bagus, jadi sekarang Elvano pun di letakkan atas tempat tidur dari kasur kapuk yang di letakkan di lantai kamar belakang.
"Bagaimana caranya ganti perban? Jika tidak di ganti, lukanya jadi tidak bisa di bersihkan dan malah akan jadi lembab." gerutu perempuan ini.
'Suara perempuan ini lagi? Jadi dia merawatku? Tapi aku kenapa masih belum bisa kuat untuk membuka mataku?' Pikir Elvano. Dia sebenarnya sudah sadar, tapi sayangnya tubuhnya yang terlalu lemah itu masih tidak bisa mengizinkannya untuk bangun dari tidur panjangnya itu.
"Vina, kau ada tamu tuh, biar aku saja yang mengurus orang ini."
"I-iya."
'Eh, dia mau pergi. Kau mau pergi kemana? Kau tinggali aku dengan siapa ini?' Elvano yang tidak bisa bangun dan hanya bisa berteriak dalam diam, akhirnya hanya menemukan keputusasaan karena dia harus di rawat orang lain, karena perempuan yang di panggil Vina tadi, sudah lebih dulu pergi.
Dan tubuhnya tidak lama setelah itu, merasakan sensasi hangat bercampur dingin, karena sedang di seka dengan air dan handuk bersih oleh seorang pria paruh baya yang tidak lain adalah Ayah nya Vina tadi.
"Sudah dua hari, masih belum bangun juga. Apa perutnya tidak lapar?" gerutu pria ini.
'Aku jelas lapar, tapi aku masih belum bisa bangun untuk makan.' Jawab Elvano dalam hati, dan luka di beberapa bagian tubuh yang di miliki oleh Elvano itu pun segera di obati dan di perban lagi dengan cukup rapi. 'Tapi untungnya aku di temukan oleh keluarga yang baik.' pikir Elvano sekali lagi.
___________
Esok harinya.
Hari yang sama berlalu seperti biasa. Tidak ada yang spesial sama sekali.
Seorang perempuan berpakaian sederhana, masuk kedalam kamar yang sedang di huni oleh pria yang ia temukan di belakang rumah.
Sampai hari ketiga, kondisi dari pria itu benar-benar masih belum membaik dalam artian masih belum sadar.
"Apa dia tidak lelah, tidur terus? Apa aku perlu membantunya meminum susu? Itu lebih baik ketimbang tidak di beri makan dan minum seperti seorang gelandangan, ya kan?" kata Vina dengan ide yang di milikinya itu.
'Suara ini lagi? Dia setiap haris menjengukku? Dia khawatir denganku karena aku tampan atau murni karena kasihan?' Pikir Elvano terus, masih mencoba mencari kesan apa yang sedang di berikan oleh Vina ini kepadanya.
KLEK....
'Lah? Baru juga datang, kenapa sudah pergi lagi?' benak hati Elvano, dia masih tidak jauh berbeda dari hari-hari sebelumnya. Masih terbaring di atas tempat tidur, dengan wajah yang cukup tenang bagaikan seorang pangeran yang menunggu pahlawan wanitanya.
Lalu tidak lama kemudian, Vina datang kembali dengan membawa segelas susu yang masih hangat.
"Wihh...bibirnya seksi. Kenapa ada pria seperti ini terdampar di belakang rumahku?" gumam Vina. Yang ia maksudkan adalah Elvano yang tiba-tiba ada di belakang rumahnya Vina, padahal tempat mereka tinggal adalah pemukiman desa yang jauh dari kota, laut, bahkan jalan raya. "Ahh. Sudah-sudah. Nanti urusanku jadi tidak kelar-kelar." gerutu Vina sambil mengibas-ngibas tangannya itu di depan wajahnya persis.
Lalu Vina pun menyendok susu yang sudah dia buat, dan meminumkannya di mulutnya Elvano yang tertutup itu.
GLUK...
"...!" Vina sepintas langsung terkejut dengan reaksi yang di berikan oleh Elvano itu kepadanya, sebab bisa pria yang Vina pikir tidak akan bisa meminumnya dengan baik, justru berhasil menelan air yang di suapi nya.
'Rasanya, kenapa rasa susunya aneh?' Elvano merasa susu yang dia minum itu cukup aneh, tapi juga terasa familiar.
"Ini lagi, habiskan, karena susu itu mahal. Apalagi ini susu keponaknaku, jadi kau harus minum sampai habis." ucap Vina dengan serta merta.
'S-susu ini milik keponakannya?! Apa dia gila memberikanku susu milik keponakannya? Tunggu, jika rasa susunya seperti ini, ini bukannya susu bubuk ya?!' dan barulah Elvano sadar dengan apa yang dia pikirkan itu, bahwa apa yang baru saja dia minum itu memang benar-benar seduhan drai susu bubuk yang biasanya di gunakan untuk anak kecil.
Dan gara-gara wanita yang ada di sampingnya itu, untuk pertama kalinya, dia jadi minum susu anak-anak di usianya yang sudah terbilang cukup tua.
"Dari pada susu bubuknya nganggur, mending di minum kau juga, biar cepat habis dan tidak sia-sia." ucap Vina lagi.
Dengan begitu, di dalam tidurnya Elvano itu, Vina pun terus menyendoki nya air susu untuk di minum, dan bahkan sampai habis.
"Heheh, enak kan? Aku juga biasanya memakannya. Walaupun susu ini untuk anak kecil, tapi karena rasanya cukup enak, jadi tidak masalah juga, ya kan?" tutur Vina sekali lagi.
___________
Dua hari berikutnya.
"Apa dia masih belum sadar juga?"
"Belum."
"Aku sudah menyuruh Bu Bidan untuk datang memeriksanya, semoga saja dia tidak kenapa-kenapa." ucap pria paruh baya ini, dia datang menjenguk tamu tidak di undang itu untuk melihat kondisi terbaru yang bahkan tidak ada terbarunya sama sekali. "Kau yang tunggu di sini, karena aku mau kerja."
"Iya."
Lalu sepuluh menit kemudian, seorang wanita datang dengan membawa tas tenteng.
"Jadi siapa yang harus aku periksa?" Tanya wanita ini.
"Dia."
"Aku baru pertama kali melihat ada pria ini di sini, apakah tamu atau siapa?" tanya wanita ini, karena pada dasarnya di desa mereka tidak ada orang seperti yang ada di atas tempat tidurnya itu.
"Tidak tahu. Aku menemukannya di belakang rumah." jawab Vina dengan polos.
Lalu wanita yang merupakan Bu bidan itu langsung melakukan serangkaian pemeriksaan, dari jantung, denyut nadi, suhu tubuh, mata, dan luka yang harus di periksa lebih lanjut, semua itu memerlukan sampai lima belas menit lamanya.
"Bagaimana bu, apa dia ada dalam kondisi yang sudah lebih membaik?"
"Sudah, alasan dia belum sadar karena tubuhnya memang perlu waktu untuk pulih dari semua cederanya itu. Tapi apa papamu juga tidak tahu siapa dia?" tanyanya lagi.
Wajar, karena memang tidak mungkin akan ada orang berkulit putih rambut hitam dan memiliki warna mata kuning seperti Elvano yang sudah cukup mencolok, sekalipun hanya diam tertidur saja seperti itu.
"Iya, tidak ada satu pun dari kami atau tetangga yang tahu siapa dia sebenarnya. Jadi mungkin harus menunggunya sampai sadar dulu." lirik Vina ke belakang bu bidan, dimana seorang pria tampan masih terlelap tidur layaknya pangeran tidur.
"Begitu ya? Untuk saat ini pentingkan proses penyembuhannya lebih dulu, soal identitas belakangan saja, karena itu lebih penting. Dan ini ini semua perlengkapan agar lukanya bisa cepat sembuh." bu bidan pun memberikan satu kantong plastik berwarna putih, yang mana di dalamnya terdiri dari plester, perban, kapas, ada tisu, obat, salep, obat merah untuk mengganti perlengkapan obat yang sudah mulai habis.
"Aku baru saja menjahit ulang lukanya itu, jadi kemungkinan akan lama sembuh, jadi sebaiknya rawat dengan hati-hati, besok aku akan datang kesini lagi." ucap Bu bidan ini kepada Vina.
Tentu saja, karena melihat kondisi luka dari Elvano yang terbilang cukup parah, maka perawatannya akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bisa sembuh total.
"Iya, terima kasih Bu." ucap Vina lalu tidak lama setelah itu, bu bidan pergi dari sana. "Aku tidak bisa merawat orang sakit. Tapi jika tidak merawatnya, siapa lagi kalau bukan aku?" gerutu Vina, sudut matanya kembali melirik ke arah Elvano. "Yah, tidak masalah juga sih, karena dialah orang yang langsung membuat jantungku berdebar." ucap Vina pada dirinya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 182 Episodes
Comments
Elisabeth Ratna Susanti
mantap jiwa
2023-10-15
0
Mommy QieS
vote n sekuntum gift 🌹 untuk mu, Kak.
2023-06-12
0
Mommy QieS
ngakak 😅😅
2023-06-12
0