("Datang sekarang atau aku akan menyebarkan tubuh indahmu ke media sosial!") tulis pesan bernada ancaman itu.
Jantung Aletta kembali berpacu dengan cepat. Pria Mesum itu telah mengambil gambarnya! Dengan cepat, Aletta menguasai dirinya. Dia pun kembali tenang dan membalas pesan Dioneel. "Foto apa maksudmu?"
Tak lama ponsel Aletta berdenting tanpa hanti. Kurang lebih 20 file foto serta 5 video masuk ke dalam ponselnya. ("See? Angkat teleponnya!")
Satu menit kemudian, ponsel Aletta kembali berdering. Dari nomor tak dikenal. Aletta segera menjawab panggilan itu. "Halo,"
"Halo Aletta Sayang, asal kau tau, aku tidak pernah membual atau mengancam memakai ancaman kosong. Datang ke rumahku sekarang juga atau foto-foto itu akan tersebar ke seluruh kota malam ini!" ancam Dioneel.
'Gila! Dia benar-benar gila!' batin Aletta.
Dia memejamkan matanya sesaat dan menarik napas kemudian dia hembuskan dengan panjang. "Baiklah, aku ke sana!"
("Good! Aku tunggu!") dan Dioneel menyudahi percakapan mereka.
Aletta mengepalkan kedua tangannya dan menggeprak meja dengan cukup kencang. Arsen yang sedang menikmati makan malam pun terkejut dibuatnya. "Aletta, kenapa?"
"Kak, malam ini aku tidak akan pulang sampai besok pagi. Minum obatnya dan pagi-pagi sekali, aku akan minta seseorang untuk datang ke sini. Ingat apa kataku kemarin?" tanya Aletta dengan sabar.
Arsen menatap adiknya bingung. Dia tidak dapat memahami ucapan Aletta karena gadis itu berbicara dengan cepat dan terburu-buru.
"Kak, apa Kakak mendengarku?" tanya Aletta khawatir. Berat sekali rasanyA meninggalkan kakaknya seorang diri tanpa ada yang menjaganya.
"Tidak boleh marah, tidak boleh teriak-teriak, dan minum obat. Aletta kerja?" tanya Arsen lagi.
Aletta mengangguk. "Iya. Ini obatnya, aku akan pergi setelah Kakak selesai minum obat,"
Dengan patuh, Arsen mengambil dua butir tablet obat berwarna putih dan memasukannya ke dalam mulut. Setelah itu, dia menjulurkan lidahnya ke atas dan ke bawah. Aletta selalu meminta Arsen untuk menjulurkan lidah dan membuka mulutnya lebar-lebar. Dia harus memastikan kakaknya itu menelan obat dengan benar. Pernah suatu kali, Arsen menyembunyikan obat di bawah lidahnya dan tanpa sepengetahuan Aletta, dia membuang obat itu. Alhasil, dia mengamuk sepanjang siang dan kabur entah ke mana. Menjelang subuh, polisi menemukan Arsen sedang berjalan begitu saja di pinggir jalan sambil meracau dan memanggil nama adiknya.
Karena itulah, Aletta benar-benar harus teliti dan memastikan obat-obat itu tertelan oleh sang kakak. "Kakak Pintar. Aku jalan dulu, ya, Kak. Selamat istirahat,"
"Aletta peluk," pinta Arsen membuka lengannya.
Aletta tersenyum dan memeluk kakaknya dengan sayang. Arsen membelai rambut panjang Aletta yang tergerai indah di punggungnya. "Aletta anak pintar, Aletta anak baik, Aletta anak rajin, Aletta cantiknya Kakak," puji Arsen.
Pujian itu justru membuat air mata Aletta menetes. Dia buru-buru mengusapnya dengan tangan. "Kakak juga anak baik. Selamat tidur, Kak,"
Ponsel Aletta pun berdering lagi. Untung saja sang kakak sudah terlelap, sehingga Aletta dapat menyelinap keluar dengan mudah. "Kau bisa sabar! Aku perlu mencari orang untuk menjaga kakakku!"
("Pakai saja orangku! Datanglah dulu ke sini! Dasar, Wanita Siput!") ucap Dioneel, suaranya terdengar tak sabar.
"Eerrghhhh, Brengsek!" umpat Aletta.
Gadis itu kemudian menyalakan motor merah mudanya dan melajukan kendaraannya itu menembus kegelapan malam. Setibanya di kediam Dioneel, pria itu membunyikan klakson mobil jeep besarnya kepada Aletta.
"Woy, masuk!" pekik Dioneel.
Aletta menahan emosinya karena kemarahannya sudah berada di ubun-ubun kepalanya dan sudah siap untuk dikeluarkan. Tetapi, dia baru saja ditransfer seratus juta dan sudah dia pakai untuk membeli obat serta membayar kontrakan rumah setahun ke depan.
Dengan menggerutu kesal, Aletta masuk ke dalam jeep Dioneel. "Kau punya banyak mobil, tapi kenapa kau mempermainkanku hanya karena aku menyenggol kaca spion mobilmu yang lain!"
"Ini bukan tentang mobil, Aletta Sayang," jawab Dioneel sambil menginjak gas dan melajukan mobil mewahnya ke suatu tempat.
"Hapus foto-foto itu!" titah Aletta lagi. "Aku tidak mau kau menyimpan foto vulgarku! Kumohon, hapuslah,"
Dioneel menyeringai. "Aku senang melihatmu. Kau cantik,"
Entah kenapa, Aletta menikmati pujian dari pria yang menurutnya brengsek itu. Namun sialnya, Dioneel melihat Rona merah yang menjalar di kedua pipi Aletta. "Kau senang aku memujimu? Hahaha, Apakah itu berarti kau menyukaiku?"
"Cih! Tidak mungkin dan tidak akan pernah!" jawab Aletta sengit.
Seketika itu juga Aleta membuang perasaan senangnya saat Dioneel memujinya. Dia tidak boleh terjebak dalam perasaan cinta kepada siapapun saat ini.
Jalanan di malam hari terasa sangat lenggang sehingga mereka tiba di tempat tujuan dengan cepat. Kedua bola mata Aletta membulat saat Dioneel mengajaknya ke tempat yang membuat dirinya trauma. Tempat itu dipenuhi dengan suara deru motor dan sorak sorai para penonton dan penikmat balap motor one on one.
"K-, kau mengajakku ke tempat ini?" tanya Aletta. Gadis itu masih mengendalikan dirinya untuk tidak terdengar panik ataupun takut.
Dioneel mengangguk. "Yup, kenapa?"
Aletta menggeleng-gelengkan kepalanya dengan cepat. "Tidak mungkin! Kenapa kau ke tempat ini?"
"Kau lihat motor besar berwarna hitam itu? Dia temanku dan malam ini aku bertaruh untuknya," kata Dioneel. Suaranya terdengar antusias dan dia menunjuk ke motor berwarna hitam yang sedang melaju dengan cepat di arena balap.
Setelah berbicara seperti itu, Dioneel membuka pintu dan turun. "Turun!"
Aletta menggelengkan kepalanya. Dioneel berdecak kesal dan menutup pintu mobilnya dengan kencang. Dia menghilang di tengah kerumunan para petaruh. Selang beberapa menit, Dioneel kembali lagi. Kali ini, dia membukakan pintu untuk Aletta.
"Hei! Kau kenapa?" tanya Dioneel. Dia terkejut melihat Aletta yang sudah meringkuk ketakutan sambil menutupi kedua telinganya dan berjongkok di bawah kursi mobil.
Setengah berlari, Dioneel masuk kembali ke dalam jeep besar hitamnya melalui pintu supir dan berusaha melepaskan satu tangan Aletta yang menutupi telinganya. "Kau kenapa? Bicaralah kepadaku! Kalau kau tiba-tiba seperti ini, aku tidak akan mengerti!"
Bukannya menjawab, Aletta meneteskan air matanya. Dia menangis terisak-isak. Dioneel semakin bingung dibuatnya. Pria itu memukul kemudi mobil dengan kepalan tangannya. "Kau kenapa! Jawab aku!"
"A-, aku t-, takut," jawab Aletta terbata-bata.
Kesabaran Dioneel yang setipis tissue basah terbagi tujuh nyaris habis. Pria itu tidak terbiasa menangani wanita menangis. Demi menghadapi Aletta, Dioneel keluar dari mobil.
Aletta dapat mendengar teriakan kesal dan marah dari Dioneel. Tak lama, Dioneel masuk kembali. Kali ini suaranya terdengar lebih ramah. "Pegang tanganku dan genggamlah kalau kau benar-benar takut,"
"Aneh sekali, baru kali ini aku bertemu dengan gadis yang takut dengan motor tapi mengendarai motor!" tukas Dioneel sambil mengulurkan tangannya.
Perlahan, Aletta melepaskan kedua tangannya dan menggenggam tangan Dioneel, bahkan dia mencengkeramnya kuat-kuat.
Untuk menutupi suara deru motor, Dioneel menyalakan pemutar lagu melalui perangkat bluetooth. Dia memilih lagu yang tenang dan mengalun, setelah itu dia menyalakannya dengan kencang.
Setelah memutar tiga lagu, Aletta mulai tenang dan bahkan dia kini dapat mendengar suara Dioneel bersenandung mengikuti irama lagu tersebut. Aletta memberanikan diri melepaskan cengkeraman tangannya. Dia merasa bersalah saat melihat tangan besar Dioneel memerah.
Tiba-tiba saja, jantungnya berdegup kencang saat melihat Dioneel yang sedang berpangku tangan di atas kemudi mobil sambil bersenandung. Aletta mendorong tangan Dioneel dan kembali duduk di kursinya.
"Kau sudah merasa lebih baik? Waaah! Merah sekali tanganku!" tukas Dioneel.
Dia kembali menjelma menjadi Dioneel yang brengsek. Entah menghilang ke mana sikap manisnya yang tadi ditunjukkan kepada Aletta.
"Ma-, maafkan aku," kata Aletta nyaris berbisik.
Dioneel mendekat ke arah Aletta, sangat dekat sampai Aletta mengira Dioneel akan mencuri ciuman darinya. Aletta pun mengatupkan bibirnya rapat-rapat dan memejamkan kedua matanya.
Namun bukan bibir Dioneel yang menyapa lembut wajah Aletta, melainkan ibu jarinya. Ya, ibu jari pria itu mengusap sisa air matanya yang sempat menetes setitik dengan lembut. "Aku tidak akan menciummu malam ini, Aletta,"
"Kau tidak boleh mengagetkanku seperti itu lagi! Tidak sopan! Aku tau kau telah membayarku, tapi, ...."
"Tapi?" tanya Dioneel belum beranjak dari depan wajah Aletta.
"Pokoknya tidak boleh!" tukas Aletta menegaskan.
Dioneel tersenyum gemas melihat gadis yang sedang menutup matanya dan mengatupkan mulutnya saat dia tidak sedang berbicara itu. "Katakan alasanmu, Aletta!"
Cara Dioneel menyebut namanya, menjadikan sebuah candu tersendiri bagi Aletta. Dia ingin Dioneel terus menyebut namanya.
"Aletta, aku menunggu alasanmu," bisik Dioneel semakin dekat.
"A-, aku takut. Aku takut aku jadi suka padamu," jawab Aletta. Seketika itu juga dia membuka matanya dan menatap Dioneel yang sedang menatapnya dengan tatapan lembut yang membuat jantung Aletta melompat ke atas kap mobil dan bersorak riang.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Khoerun Nisa
ko aku sedih yach wlu di bawah sadar nya tetep dia menyayangi adik nya dn mnghawatirknnya
2024-06-20
0