Crazy Boss

Crazy Boss

Bekerja Seperti Kuda

Rendra menatap ibunya dengan tatapan yang penuh dengan sejuta tanda tanya, ia tidak habis pikir dengan apa yang direncanakan ibunya, karena menurut Rendra keputusan menjual rumah bukanlah keputusan yang tepat.

"Kita bisa mengontrak atau mungkin bisa membeli rumah kecil, karena yang terpenting sekarang adalah kesembuhan Ayah, Nak."

Ibu Rina meyakinkan Rendra dengan semua alasan dan pertimbangannya, karena saat ini ia harus menjalankan tugas sebagai kepala keluarga juga.

Sementara Rendra, ia terus mencerna dan menimbang-nimbang, agar keputusan yang diambil oleh ibunya tidak salah.

Rendra tidak ingin menyesal dikemudian hari, karena jika komitmen telah dibuat maka ia dan keluarganya harus bisa menerima segala bentuk konsekuensi yang mungkin saja akan terjadi dikemudian hari.

"Nak, Ibu berencana ingin membawa Ayah ke Ibukota agar beliau mendapatkan perawatan yang terbaik."

Ibu Rina menggenggam tangan Rendra, ia menatap mata putranya itu dengan keyakinan penuh, berusaha meyakinkan Rendra kalau keputusan yang ia ambil adalah keputusan terbaik saat ini.

"Baiklah, Bu, jika itu telah menjadi keputusan Ibu. Setelah ini Rendra akan bekerja keras untuk mencari pekerjaan agar bisa memenuhi kebutuhan keluarga kita."

Ya, Rendra akhirnya percaya kalau rencana ibunya adalah rencana terbaik untuk keluarganya saat ini.

Rendra bertekat untuk berusaha dan bekerja keras demi kedua orang tuanya, dan saat ini hidupnya akan ia berikan untuk berbakti dan membahagiakan hati belahan jiwanya.

"Tapi, Bu, kepada siapa kita akan menjual rumah ini?"

"Ada seseorang dari kota menawar rumah tangga kita dengan harga fantastis, dia ingin menjadikan rumah ini sebagai sebuah villa karena lingkungannya yang asri dengan pemandangan alam pedesaan."

"Siapakah beliau, Bu?"

"Ibu juga tidak mengenalnya, tapi ia memberikan kartu nama."

Ibu Rina memberikan sebuah kartu nama kepada putranya, dan dengan segera Rendra langsung menghubungi nomor itu.

[Selamat siang, benarkah ini Bapak Santoso?]

[Benar, saya berbicara dengan siapa?]

[Saya Rendra, pura Ibu Rina yang punya rumah di batas Kota Bandung]

[Oh ya, bagaimana dengan penawaran saya?]

[Pak, kami bersedia menjual rumah kami tapi apakah Bapak bisa membayar uang muka di awal?]

[Tentu saja, silahkan kirim nomor rekening anda dan tulis berapa nominal yang anda butuhkan, saya akan segera mentransfer]

[Baik, Pak, Terima kasih]

Ya, akhirnya rumah terjual dengan harga tinggi karena sang pembeli sangat menyukai pemandangan alam pedesaan. Setelah uang di transfer, Rendra langsung membayar hutang keluarganya kepada rentenir.

Dengan tekat bulat, Rendra bersama keluarganya berangkat ke Ibukota Jakarta untuk memulai kehidupan baru yang lebih baik.

Rendra tidak ingin ada lagi orang yang menyakiti hati dan perasaan orang tuanya dan Rendra berjanji kepada dirinya sendiri untuk memberikan kehidupan terbaik kepada kedua orang tuanya. Bagi Rendra, tidak masalah hidupnya susah, asalkan kedua orang tuanya bisa menikmati hari tua yang bahagia tanpa memikirkan uang.

***

"Alhamdulillah, akhirnya kita bisa memulai hari baru yang lebih baik di kontrakan sederhana ini. "

Senyum semeringah tergambar jelas di wajah ibu Rina, beliau terlihat lega karena telah terbebas dari hutang dan gangguan rentenir.

"Ibu, kita akan membawa Ayah ke rumah sakit terbaik di Jakarta. Jadi, Ibu tidak usah memikirkan masalah biaya karena Rendra akan bekerja keras mencari uang untuk keluarga kita," jelas Rendra.

"Terima kasih banyak, Nak, doa Ibu akan selalu menyertaimu."

Ibu Rina memeluk putra kesayangannya, memanjatkan doa dan harapan agar putra kesayangannya bisa sukses dan berhasil mengangkat derajat keluarga lagi.

"Kamu akan menjadi sukses, Ibu yakin!"

Ya, Kata-kata motivasi yang keluar dari lisan ibunya menjadi sebuah jimat penyemangat untuk Rendra, ia ingin bangkit meraih impiannya.

Setiap hari, Rendra selalu bersemangat untuk mengirimkan surat lamaran pekerjaan ke perusahaan manapun yang membuka lowongan. Selain itu Rendra juga melakukan pekerjaan serabutan apa saja demi memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya.

Rendra berharap ia harus bisa mendapatkan pekerjaan tetap sebelum uang tabungan ibunya habis.

"Ya Tuhan, kemana lagi aku akan mencari pekerjaan?" ucap Rendra sembari menengadahkan wajahnya menatap langit biru.

Peluh dan keringat telah membasahi wajah Rendra karena hari ini ia bekerja sebagai buruh bangunan.

Wajah Rendra yang putih bersih sekarang berubah menjadi kecoklatan dengan tangan yang mulai kasar. Namun, tidak masalah bagi Rendra, baginya yang terpenting adalah uang, uang dan uang.

Kring ..., Kring ..., Kring ....

Telepon genggam Rendra tiba-tiba saja berbunyi.

Tentu saja lelaki tampan itu langsung mengangkat ponselnya, karena mungkin saja itu adalah panggilan dari perusahaan.

Tapi, harapan Rendra harus pupus ternyata yang menelpon adalah ibunya.

[Ren, kondisi Ayah memburuk, apa yang harus kita lalukan sekarang?]

Isak tangis ibu Rina membuat hati Rendra teriris-iris.

Rendra merasa separuh jiwanya runtuh karena orang yang ia sayang menangis dan merintih.

[Ibu, kita bawa Ayah segera ke rumah Sakit. Rendra akan segera pulang!]

Dengan bergegas Rendra langsung meninggalkan pekerjaannya, ia tidak peduli kalau hari ini tidak mendapatkan uang sama sekali atau mungkin ia akan diberhentikan dari pekerjaan butuh bangunan, yang ada dalam otaknya saat ini adalah cepat sampai di rumah dan bertemu dengan kedua orang tuanya.

Rendra berlari kencang tanpa menggunakan alat kaki di aspal panas yang tidak lagi ia pedulikan.

Melepuh!

Aspal panas itu membuat kaki Rendra melepus, namun rasa sakit fisik itu sudah tidak lagi berarti apa-apa bagi Rendra karena segala macam rasa sakit yang ia rasakan membuat ia kebal dengan mental sekuat baja.

Selangkah demi selangkah, kaki Rendra melangkah maju.

Andai ia bisa terbang, ingin sekali Rendra mengepakkan sayapnya agar ia bisa cepat sampai bertemu dengan kedua orang tuanya.

Pip ..., Pip ..., Pip ...!

Klason mobil berbunyi hingga membuat Rendra terkejut. Rendra tidak sadar ia hampir saja membuat tubuhnya ditabrak mobil.

Bruk ...!

Rendra terjatuh sembari menunduk dengan kedua tangan menutupi wajahnya.

'Tuhan, jangan ambil nyawaku!' ucap Rendra di dalam hati.

Rendra menggigil dan sangat ketakutan sekali, ia takut mati karena ia adalah harapan satu-satunya orang tuanya, dan ia belum bisa memberikan apapun kepada orang tuanya, ia belum bisa membahagiakan hati orang tuanya, jadi ia belum ikhlas jika Tuhan mengambil nyawanya.

"Woi, kalau menyebrang hati-hati!"

Suara keras dan lantang seorang perempuan terdengar di telinga Rendra. Ya, suara yang terdengar seperti petir yang akan menyambar Rendra.

'Apakah itu malaikat yang akan mencabut nyawaku?' ucap Rendra di dalam hati dengan sekujur tubuh merasa menggigil dan kedinginan.

Rendra ketakutan!

"Woi, tunggu disitu!"

Seorang gadis cantik keluar dari mobil sedang berwarna putih. Wajah cantik itu terlihat emosi dan marah kepada Rendra dengan tatapan mata memerah.

"Eh, lo punya mata tidak?"

Amarah memuncak tergambar jelas di wajahnya, hingga lisannya tidak bisa mengontrol kata-katanya yang setajam pisau. Akan tetapi Rendra tidak mempedulikannya. Ia segera bangkit dan ingin segera sampai di rumah sakit untuk bertemu dengan ayahnya.

"Maaf, Mbak, saya harus pergi!"

Rendra berlari sekencang yang ia bisa agar ia bisa sampai di rumah.

"Woi ...., bajingan!" teriak sang gadis yang terdengar sangat kesal, namun tidak Rendra pedulikan sama sekali. Ia terus berjalan, melangkah dengan segenap tenaganya agar bisa sampai di rumah sakit.

Ya, dengan langkah kaki tertatih-tatih akhirnya Rendra sampai di rumah sakit dalam keadaan tidak lagi bertenaga.

"Ibu, bagaimana keadaan Ayah?"

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!