My Angel

"Baiklah."

Gadis cantik yang tidak Rendra kenal itu membawa Rendra ke rumah sakit. Ya, Rendra sangat bersyukur mendapatkan tumpangan walaupun selama di mobil keduanya diam dalam kebisuan. Maklum saja, keduanya memang tidak saling mengenal, tapi ada rasa penasaran yang menghantui hari dan perasaan.

"Terima kasih."

Dengan senyum ramah, Rendra keluar dari mobil dan segera berlari untuk menemui kedua orang tuannya.

Namun, sebelum ke ruangan inap ayahnya, Rendra terlebih dahulu singgah di bagian administrasi untuk membayar tagihan rumah sakit ayahnya. Ya, semua uang yang Rendra dapatkan dari bekerja bagai kuda itu ia pergunakan untuk membayar tagihan rumah sakit pak Winata yang tergolong sangat mahal.

"Hai, kamu," panggil sang gadis.

Rendra menatap ke arah sang gadis yang berjalan menghampirinya dengan memberikan tas milik Rendra yang tertinggal di dalam mobilnya.

"Terima kasih, Ma-malaikat baik."

Hanya itu kata-kata lembut yang keluar dari mulut Rendra, betapa ia sangat beruntung dan bersyukur bisa mengenal seseorang dengan hati sebaik malaikat itu, karena tas itu berisi semua dokumen-dokumen penting perusahaan hasil kesepakatan kerja bersama klien yang akan Rendra olah di rumahnya.

"Namaku Amira."

Gadis cantik dengan mata bulat dengan bulu mata melentik itu mengulurkan tangannya kepada Rendra.

"Rendra Setiawan, panggil saya Rendra!"

Rendra membalas salam itu dengan senyum manis yang ia berikan.

"Kalau begitu saya permisi."

Amira membalikkan badannya dan berjalan meninggalkan Rendra.

"Tunggu!"

Rendra menahan Amira, ia melangkah dan mendekati gadis itu, kali ini Rendra yang menghampiri dan berada tepat di depan Amira.

"Boleh saya meminta nomor ponselmu?"

Rendra mengulurkan ponselnya dan meminta Amira mengisikan sendiri nomornya di ponsel Rendra.

Ya, sejak hari itulah Rendra dan menjadi dekat, saling mendukung dan menyemangati dalam setiap situasi dan kondisi.

***

Hari berganti bulan, hampir setahun Rendra mengais hidup di Jakarta.

"Rendra esok ada persentasi bersama klien, kamu tolong siapkan bahannya."

Rendra selalu mendapatkan perintah seperti itu dari atasan langsungnya. Ya, sekarang Rendra menjadi salah satu kepercayaan dan sejak hari itulah Rendra bekerja bagai kuda, tidak mengenal kata lelah dan capek, karena bagi Rendra waktu itu adalah uang.

"Rendra, Ibu sudah tidak punya uang lagi untuk biaya berobat Ayah, Nak" ucapan lembut yang terdengar mengiba keluar dari lisan ibu Rina, wanita paruh baya yang tidak lain adalah ibu kandung Rendra itu memang selalu merasa khawatir.

"Sabar, Bu, pasti akan ada jalan. Rendra akan berusaha keras, membanting tulang untuk biaya pengobatan Ayah, Bu!"

Dengan tekat bulat dan semangat yang tinggi, Rendra meyakinkan ibunya kalau ia akan bekerja keras untuk membeli obat ayahnya yang saat ini tengah terbaring di rumah sakit dalam keadaan lemah tidak berdaya.

Semua uang yang didapatkan oleh Rendra digunakannya untuk kebutuhan keluarga terutama untuk makan dan cuci darah ayahnya setiap bulan di rumah sakit. Bagi Rendra, ia mengais rezeki hanya untuk kedua orang tuanya.

"Kamu adalah harapan Ibu satu-satunya."

Kata-kata yang selalu terngiang-ngiang oleh Rendra di dalam pikirannya bahkan setelah berbulan-bulan di Ibukota. Kata-kata yang menjadi penyemangatnya dalam menggapai angan dan impiannya.

Ya, hidup Rendra saat ini ia gunakan untuk berbakti kepada kedua orang tua yang sangat dicintainya.

"Semangat, Rendra!" ucap Rendra di dalam hati untuk menyemangati dirinya sendiri.

Jam dinding menunjukkan pukul 02.00 WIB dini hari, waktu dimana kebanyakan manusia beristirahat dan tidur dengan nyenyak untuk melepaskan segala kepenatan dan keletihan selama seharian bekerja. Tapi tidak dengan Rendra Setiawan, lelaki berusia 23 tahun itu adalah sarjana muda yang datang dari desa untuk mengubah nasibnya di ibukota Jakarta itu seperti tidak mengenal kata lelah sama sekali. Ya, tidak peduli semalam apapun hari ini, atau mungkin lebih tepatnya dikatakan pagi, tidak akan membuat Rendra tertidur jika ia belum menyelesaikan deadline pekerjaan yang diberikan oleh atasannya di kantor.

Di dalam otak Rendra hanya ada kerja, kerja dan bekerja.

Tidak peduli dengan kesehatannya, bahkan ia tidak memberikan tubuhnya untuk beristirahat bareng sebentar, karena jika ia malas maka ia tidak punya uang untuk membayar biaya rumah sakit ayahnya.

Menjadi salah satu orang kepercayaan atasan membuat Rendra berkerja bagai kuda.

Ligat!

Cepat!

Begitulah Rendra menjalani hari-harinya selama beberapa bulan sejak kedatangannya ke Jakarta.

Rendra harus bekerja keras untuk mengumpulkan sebongkah rupiah untuk modal usahanya. Ya, impian Rendra adalah menjadi seorang pengusaha muda yang sukses dengan kemampuan yang dimilikinya. Dalam otaknya, jika ia memiliki banyak uang maka ia bisa membahagiakan orang-orang tersayang tanpa khawatir lagi memikirkan bahan makanan yang akan dimakan hari ini atau memikirkan dari mana datangnya uang untuk cuci darah sang ayah.

Tidak jarang, Rendra harus mengorbankan waktu dan tenaganya untuk bekerja lembur demi mendapatkan tambahan uang yang akan ia tabung dan nantinya akan ia gunakan untuk modal merintis usahanya.

Kring ..., Kring ..., Kring ....

Ponsel Rendra berdering dan ia sangat tahu siapakah yang menghubunginya tengah malam seperti ini. Ya, dialah Amira, gadis cantik yang beberapa bulan lalu membantu Rendra, hingga mereka berdua menjadi dekat dan akrab hingga sekarang.

[Hallo, Pak Bos Jelek, selamat malam]

Sapaan lembut yang terdengar seperti penyemangat untuk Rendra di saat ia merasa sangat lelah dan capek.

[Hallo, Buk Bos, selamat malam, kok belum tidur?]

[Pak Bos sendiri kenapa belum tidur? Masih di kantor ya?]

[Hmmm ...]

[Istirahatlah, sudah pagi, Pak Boss!]

[Sedikit lagi, Buk Bos sendiri kenapa belum tidur?]

[Aku akan tidur jika Pak Bos sudah sampai di rumah dengan selamat!]

Omelan, ocehan dan cerewetan Amira selalu didengar oleh Rendra hampir setiap hari. Wanita yang memanggilnya dengan panggilan Pak Bos karena bagi Amira panggilan itu seperti doa, doa khusus yang ia panjatkan untuk lelaki yang ia anggap malaikat baik dalam kehidupannya. Bagi Amira, semakin sering dikatakan maka semakin besar kemungkinan doanya akan dikabulkan oleh Tuhan.

[Buk Bos, tidurlah!]

[Aku akan tidur jika Pak Bos sudah pulang!]

Begitulah setiap harinya.

Gadis yang bernama Amira itu seperti tidak punya rasa lelah sama sekali untuk selalu menyemangati Rendra dalam menggapai impiannya. Walaupun kehadiran Amira terkadang membuat Rendra merasa risih dan bosan. Ya, Amira selalu mengomel dan cerewet sekali kepada Rendra, termasuk soal makan dan kesehatan Rendra, padahal mereka berdua tidak memiliki hubungan apa-apa kecuali sebatas sahabat dekat saja.

Kadang kala, Rendra merasa sangat bersyukur karena ia memiliki seorang malaikat baik yang selalu memberikan suport dan perhatian lebih kepadanya, yang memberikan semangat dan dukungan penuh kepadanya dalam mewujudkan impiannya menjadi seorang pengusaha sukses. Walaupun kehadiran Amira di dalam hidup Rendra tidak lebih penting dari pada pekerjaan dan impiannya. Bagi Rendra hidupnya saat ini hanya untuk bekerja keras demi kebahagiaan kedua orang tuanya, urusan perasaan dan hati tidak terlalu penting untuknya.

[Pak Bos, belum pulang?]

[Pak Bos! ]

[Pak Bos dimana? Kasih kabar!]

Berpuluh chat masuk, namun tak Rendra hiraukan.

[Rendra, jika kamu tidak membalas pesanmu makan aku akan datang ke kantormu!]

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!