"Buk, maaf. Saya izin bawa anaknya sebentar, ya," terang Raditya menatap seorang ibu dengan baju kumuh dan menggendong bayinya.
Aku membulatkan mata saat mendengar hal tersebut, bisa-bisanya dia berpikiran bahwa aku adalah anak dari ibu tersebut.
Dia langsung pergi begitu saja seolah memberi kode bahwa aku harus mengikutinya, cukup jauh dia berhenti.
"Buk sebentar, ya," pamitku dan bangkit dari tempat duduk berjalan ke arah laki-laki yang kukenal adalah Papi Daisha.
"Ada apa?" tanyaku langsung tanpa basa-basi. Mataku sedikit menyipit akibat matahari yang hampir sore ini.
"Penawaran terakhir saya. Saya gaji kamu 3 juta sebulan, hitung-hitung buat jajan dan tambahan Ibumu.
Kau boleh nginap di rumah saya, nantinya perlengkapan mandi akan saya tanggung. Makan juga, kau boleh makan saat kami makan.
Tak perlu makan di meja dapur, kau akan makan di meja yang sama dengan kami. Saya akan beri kau sesuatu yang mungkin tak pernah kau rasakan.
Juga, mungkin. Kau belum pernah naik pesawat, 'kan? Bulan depan rencana saya dan Daisha akan ke Korea. Kamu bisa ikut nantinya dengan kami."
Panjang kali lebar duda anak satu ini menjelaskan sesuatu yang tak kuharapkan, dia pasti sudah berpikir bahwa aku benar-benar anak pemulung tadi.
"Heh! Denger, ya, Pak! Saya itu bukan anak pemulung, saya juga sering naik pesawat bahkan ke Korea sana! Saya sama Lisa Blackpink udah kayak Kakak sama adik. Gak perlu kayak gitu banget, deh, Pak!" ungkapku bersedekap dada.
"Ma--"
"Pak, non Daisha muntah-muntah di rumah. Dia juga manggil-manggil Mami Pak," potong supir laki-laki di depanku sambil memberikan telepon.
Laki-laki tersebut langsung panik dan mengambil handphone dari tangan supir, supirnya mendekat ke arahku saat laki-laki itu menjauh sambil menelpon.
"Mbak, pasti Mbak yang dicari sama Nona Daisha, ya? Saya mohon Mbak ... tolong mau, ya, jadi pengasuhnya.
Kesian Non Daisha Mbak, dia gak akan mau makan apalagi dibawa ke rumah sakit kalau Mbak gak mau ikut dengan kami," mohon supir dengan menangkup tangannya ke dada.
Aku meremas jariku, bingung. Kulirik ke arah belakang, ibu tersebut menatap dengan tersenyum ke arahku.
Wajah panik laki-laki tersebut tak hilang, ia menyerahkan kembali handphone supirnya tadi.
"Baik, saya mau jadi pengasuh Daisha. Tapi, beri izin saya untuk tetap kuliah. Bagaimana pun saya harus tetap belajar," kataku membuat mereka berdua tampak bingung.
Aku tak peduli, mereka pasti berpikiran aku halu atau lainnya. Berlari kembali ke arah Ibu tadi, kuambil selembar uang terakhir milikku.
"Bu, maaf saya harus pergi. Ini, buat beli jajan di adek, ya," kataku memberikan uang tersebut ke tangannya.
"Sayangi seseorang seperti keluargamu sendiri, ya. Jangan pernah membuat dia sedih karena kehilangan dirimu," pesan Ibu tersebut yang membuat aku sedikit bingung. Namun, aku mengangguk dengan cepat.
Roda empat membelah jalanan dengan cepat, aku duduk di depan karena laki-laki tersebut tak ingin aku duduk satu tempat dengannya.
Setelah sampai, ia langsung keluar lebih dulu dengan berlari. Sedangkan aku, tiba-tiba merasa mual dan pusing.
"Kenapa Mbak, pusing karena naik mobil, ya?" tanya supir saat melihat aku bersandar di samping mobil.
"Dih, saya di rumah juga punya mobil kali, Pak!" ketusku dengan memajukan bibir. Ternyata, bos dan anak buah sama saja. Sama-sama sedeng!
Dengan tangan terus memijit pelipis, aku berjalan dengan tertatih. Aku lupa untuk makan siang, bahkan tadi pagi aku hanya sarapan roti dan susu saja.
Pantasan mual dan pusing menyerang tubuh yang kurus kering ini, eh, bukan kurus kering. Tapi, ideal.
"Pak, toilet di mana?" tanyaku saat melihat ternyata supir tadi ikut masuk ke dalam rumah ini.
"Mbak mau ngapain?"
"Saya kayaknya masuk angin deh," ucapku sambil cengengesan.
Supir tadi menampilan wajah yang berbeda, eh-eh. Apakah itu wajah iba dan kasian? Astaga ... bahkan keadaan tak memberikan aku kesempatan untuk terlihat kaya.
Kuikuti supir tadi dari belakang, ke toilet lebih dulu karena merasa sesuatu yang ingin dikeluarkan sudah berada di tenggorokan.
Sekitar dua puluh menit, akhirnya aku keluar dengan keadaan tubuh lebih baik.
"Mbak, sini makan dulu. Ini udah ada minyak kayu putih juga obat maag," kata supir tadi yang ternyata masih ada di dapur.
"Eh, Pak," ucapku merasa tak enak.
"Udah, gak papa kok Mbak. Gak perlu sungkan."
Kuanggukkan kepala dan berjalan ke arah bangku dengan pelan juga malu tentunya, sepertinya cara keluar dari rumah dengan keadaan uang pas-pasan serta tanpa makan adalah suatu kesalahan.
Lain kali, aku akan melihat cara-cara kabur dari rumah dengan baik dan benar. Jika tanpa persiapan seperti ini, keliatannya bahkan sangat menyedihkan.
Saat makanan sedang kukunyah, suara Daisha yang bisa kujamin terdengar mendekat ke arah dapur.
"Mami!"
"Huwaa ... Mami!"
Dia memeluk aku yang masih duduk di bangku, sedikit kaget dengan perlakuannya ini. Tak lama, laki-laki menyebalkan itu berada di ambang dapur.
"Mami dari mana aja?" tanya Daisha dengan wajah dipenuhi air mata.
Tanganku terulur mengusap wajah dengan pipi yang lumayan cubby tersebut, "Mmm ... Mami habis jalan-jalan tadi," ucapku berbohong.
"Kok gak ngajak Daisha, sih?"
"Kan, Daisha tadi lago tidur siang. Oh, iya, Daisha muntah kenapa? Pasti belum makan, ya? Yuk, makan sama Mami," ajakku dan mendapatkan anggukan dari Daisha.
"Tunggu!" potong laki-laki tersebut dan mendekat ke arahku.
"Kenapa Pi?" tanya Daisha yang belum duduk di pahaku ini.
"Sayang Daisha, lebih baik mandi dulu, ya. Kan, habis dari luar tadi. Masa, makan dengan tubuh yang kotor, sih?" bujuk laki-laki itu dengan tersenyum ke arah Daisha.
Aku langsung menatap ke arah laki-laki tersebut, ia menatap tajam ke arahku seolah menyuruh agar mendukung dirinya.
"Iya, Sayang. Daisha mandi dulu, ya, nanti baru kita makan lagi," ucapku ikut membujuk.
"Yaudah, deh. Tapi, Mami jangan pergi lagi, ya. Daisha mandinya bentar, kok."
"Oke Sayang," kataku dengan membentuk 'o'
Daisha berlari ke kamarnya, sedangkan laki-laki tadi berjalan mendekat ke arahku. Supir yang melihat hal tersebut langsung pergi dari ruangan ini.
"Aku tau kau terbiasa dengan kotor. Tapi sekarang, cobalah untuk bersih. Anakku bisa-bisa terkena kuman dan diare akibat ulahmu," tekan laki-laki tersebut menatap ke arahku.
"Saya gak bawa baju," ucapku yang paham sekarang dengan maksudnya.
"Bik!" pekik laki-laki itu membuat telingaku sedikit sakit akibat suaranya. Kututup telinga dengan kedua tanganku.
"Iya, ada apa Pak?" tanya wanita tadi yang sempat kujumpai di ruangan.
"Tolong antarkan dia ke kamarnya juga berikan baju ganti."
"Baju gantinya, punya saya Pak?" tanya wanita paruh baya tersebut membuat aku dan laki-laki menyebalkan itu kaget dengan menatap ke arahnya.
'Buset, pake daster masanya gue?'
"Enggak dong Bik, ambil aja dari lemari Mama," ujar laki-laki itu. Aku kira, dia akan menyetujui ucapan Bibik tadi.
"Baik Pak."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Sandisalbiah
nasib kamu beneran lagi jelek kali Za... soalnya kondisi dan keadaan sangat tdk mendukungmu tp justru mendukung opini mereka..
2024-02-19
0
YuWie
sedeng jg ya...tapi ngapa coba kok ya moment nya pas...pas ngorek2 sampah...pas muntah2 habis naik mobil....dasar
2023-09-15
1
☠ᵏᵋᶜᶟ༄༅⃟𝐐𝐌ɪ𝐌ɪ🧡ɪᴍᴏᴇᴛᴛ𝐀⃝🥀
hahaha 🤣🤣🤣 jangan lupa tanya sama Mbah GG ya, berikut tutorialnya 😅🤭🤭🤭
2023-06-21
0