"Kamu kenapa tadi bohong sama mereka?" tanyaku dengan malas sambil melihat lurus ke depan.
Saat TK tadi sudah sepi karena teman-temannya akan pulang, Daisha. Bocah tersebut malah ingin ikut denganku, tak mungkin kubawa dia ke rumah Ayudia.
Dengan terpaksa, aku batal ke sana sedangkan gojek sudah datang. Mau tak mau gojek tetap kubayar sesuai dengan ongkos akan pergi ke rumah Ayudia tadi.
"Maaf, ya, Kak. Lagian, mereka itu jahil banget sama aku. Udah tau aku gak punya Mami, terus aja ditanya dan di ejek!" ketusnya membuat aku sedikit tertarik untuk tahu soal dirinya.
Kami berdua duduk di halte tak jauh dari TK, mana tahu akan datang nanti orang tuanya atau supirnya. Biar gampang mereka mencari anak ini.
"Ke mana emangnya Mami kamu?"
"Udah meninggal Kak, kata Papi."
"Terus, Papi kamu sekarang ke mana? Kok gak jemput kamu?" tanyaku melirik arloji yang sudah waktunya makan siang.
"Gak tau Kak, kayaknya masih sibuk sama kerja deh," ungkap bocah tersebut menatap ke arahku.
Aku diam dan mencoba memahami situasi saat ini, tak pernah terpikirkan akan bisa bertemu dengan bocah dan berada di situasi saat ini.
"Mmm ... kamu laper, gak?"
"Kakak mau ngajak aku makan?" tanyanya dengan semangat.
"Gak, aku cuma nanya bukan nawarin!" potongku berdiri dari bangku tadi.
Di sebrang sana, ada warung bakso. Setidaknya, uangku masih bisa untuk makan bakso berdua dengan bocah ini.
"Kak ... emang gak papa makan bakso di pinggir jalan?" tanya Daisha sambil menggenggam tanganku karena kami tengah menyebrang jalan raya.
"Gak papa, yang gak boleh tuh makan di tengah jalan. Yang ada, ketabrak ntar," jawabku dengan malas.
Bisa dibilang, aku tak terlalu suka dengan anak kecil. Aku tak begitu sabar dalam menghadapi mereka, mungkin itu sebabnya juga aku tak memiliki adik.
Karena, Mama dan Papa tahu kalo aku tak akan pernah bisa akrab dengannya nanti atau bahkan aku akan iri dan cemburu dengan adikku itu nanti.
"Pak, mie baksonya dua, ya!" pesanku dan duduk di bangku plastik yang sudah tersedia.
"Baik Neng!"
Kukipas tangan ke depan wajah agar terasa angin, keringat membanjiri wajah sebab cuaca panas di siang ini.
"Kakak mau ke mana?"
"Tadi mau ke tempat temen."
"Emang, gak punya rumah?"
"Punya."
"Kenapa malah ke tempat temen?"
"Ya, main-main ke tempat temen. Emangnya salah?"
"Kata Papi, gak boleh main ke tempat temen. Dia punya kesibukan sendiri, lagian aku, 'kan punya rumah. Ngapain harus main ke tempat temen?"
Bibirku terangkat sebelah mendengar penuturan anak yahg ada di depanku sekarang, entah apa saja yang telah diberitahu oleh Papinya itu.
Bakso sudah sampai, Daisha hanya pakai kecap saja. Aku mulai memakan bakso dengan pelan, sedangkan Daisha terlihat bahagia menikmati bakso tersebut.
"Kenapa?" tanyaku saat Daisha berhenti mengunyah dan menatap ke arah trotoar jalan.
"I-itu," tunjuk Daisha sambil gelagap. Aku yang membelakangi jalanan langsung membalikan badan dan sudah ada dua orang dengan tubuh yang besar di belakangku.
Glek!
Air ludah kutelan dengan sedikit kesusahan, tak mungkin jika ini adalah suruhan Mama dan Papa untuk mencariku.
Kulirik ke arah Daisha yang sudah bangkit dari kursi plastik tadi, ia mengambil tas dan memakainya kembali. Berjalan ke arahku dengan menunduk dan wajah lesu.
"Halo, Pak. Nona Daisha sudah kami dapatkan, dia sedang makan bakso di pinggir jalan dengan seorang gadis," ucap suruhan Papi Daisha ke papinya sepertinya.
"Heh! Enak banget ngatain saya culik anak! Emangnya ada tampang saya tukang culik, ha?!" teriakku saat ingin dibawa menghadap orang tua Daisha.
"Bawa dia sekarang juga ke rumah!" titah Papi Daisha yang bisa kudengar akibat volume yang dikuatkan oleh suruhan tersebut.
"Baik Pak!" tegas laki-laki dengan tubuh tinggi tak terlalu gemuk. Mungkin, jika dilihat sekilas. Mereka sama sekali tak terlihat seperti orang suruhan, karena tubuh mereka berbeda dengan orang suruhan yang ada di film-film.
"Ayo, kamu ikut sama kami!" titah laki-laki tersebut dengan tanganku sudah dipegang olehnya.
"Eh! Apaan, sih! Bakso gue belum habis tuh, dih nih orang!"
Salah satu suruhan yang selesai nelpon tadi berjalan ke arah tukang bakso, ia membayar bakso kami tadi.
Beberapa orang menatap ke arah kami, tak ada yang mau menolong atau membela diriku. Apa mereka mengira bahwa aku beneran tukang culik?
Mau tak mau, aku akhirnya ikut dengan mereka. Mana mungkin aku bisa melawan dua orang sekaligus, satu saja pun tak akan bisa kulawan.
"Maaf, ya, Kak. Nanti, Daisha bilang deh sama Papi kalo Kakak gak mau culik Daisha," ucap Daisha yang duduk di sampingku.
Sebenarnya, aku ingin marah. Akibatnya, aku jadi terbawa ke dalam masalah seperti ini. Namun, melihat wajahnya dan nanar matanya itu.
Seketika, rasa kesal dan marahku lenyap. Kuhela napas pelan dan mengangguk, kuusap kepalanya mencoba tetap sabar.
"Iya, gak papa, kok," ucapku dengan senyum paksaan.
Daisha meletakkan kepalanya di pahaku dan rebahan, kuusap kepalanya sedangkan mata menatap jalanan yang menuju rumah Papi Daisha saat ini.
Mobil masuk ke dalam halaman rumah yang begitu luas, pagarnya saja bahkan melebihi tinggiku.
Mungkin, kalau pagar rumah ini dibuat jadi pagar sekolah. Bisa-bisa, tak ada murid yang akan bolos sangking tingginya.
'Cih! Pantasan aja seenak jidatnya perintah orang, ternyata orang kaya!' batinku mencaci Papi Daisha.
Padahal, aku belum bertemu dengan laki-laki tersebut. Akan tetapi, kebencian sudah memenuhi dirinya.
"Silahkan keluar!" titah anak buahnya dengan membukakan pintu mobil.
"S--"
"Tak perlu bangunkan Nona Daisha, biar saya gendong saja!" potong anak buah yang satunya.
Aku hanya diam mengikuti apa kata mereka, daripada aku meronta dan tak terima dengan apa yang terjadi saat ini.
Takutnya, mereka malah mengira bahwa aku benar-benar ingin menculik Daisha. Setelah Daisha diangkat, aku segera keluar dengan memijit paha yang dirasa sudah kesemutan.
"Ada apa?" tanya anak buah yang menunggu aku.
"Dih, ngapain tunggu gue? Udah, sana aja!" ketusku dengan tangan tak berhenti memijit paha.
"Emangnya Anda tau di mana akan nunggu tuan saya?"
"Eh?!" Iya, juga, aku tak tahu di mana akan bertemu dengan Papi Daisha. Bisa saja nanti aku salah orang.
Tukang kebun malah aku kira Papinya Daisha, aku sedikit tertawa akibat pikiranku ini. Sedikit zolim dengan Papinya, tapi tak ada salah, bukan?
Saat masuk ke dalam rumah, terlihat anak buah tadi yang menggendong Daisha masuk ke kamar yang dekat dengan ruang tamu.
"Duduk di situ, saya akan panggil tuan saya," perintah anak buahnya sambil menunjuk ke arah sofa yang ada.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Sandisalbiah
wuihh..santuy bos.. jutek amat ngalahin emak² yg lagi kehabisan uang belanja...
2024-02-19
0
Eliani Elly
next
2023-06-10
0