Aku akhirnya berada di dalam ruangan Papi Daisha juga, meskipun banyak pertimbangan yang kulakukan.
Dia keluar entah ke mana setelah aku masuk ke dalam ruangannya, kulihat isi ruangan ini. Tak ada foto Mami Daisha, yang ada hanya foto bocah tersebut dengan Papinya.
"Permisi," ucap seseorang yang membuat aku menatap ke arah sumber suara.
Seorang wanita dengan daster lusuh dan kerudung instan masuk ke dalam ruangan, meletakkan cemilan juga minuman di atas meja.
"Silahkan di minum Dek, bentar lagi Bapak akan ke sini, kok," suruh yang bisa kutebak adalah pengurus rumah ini.
"Iya, makasih, ya, Bik."
Dia tersenyum dan pamit undur diri kembali ke dapur, pintu ruangan ini sedari tadi sengaja dibuka lebar. Aku tak tahu apa maksudnya melakukan hal itu.
Ada salah satu figuran yang terletak di meja hiasnya, aku berdiri dengan membulatkan mata.
"Widih, gila nih orang! Bisa beli figuran ini, aku aja nabung gak bisa-bisa," gumamku menatap figuran tersebut.
"Jangan disentuh, itu mahal! Kau tak akan mampu menggantinya nanti!" celetuk seseorang yang membuat aku langsung menatap ke arah suara.
Bibirku terangkat saat melihat siapa yang berucap, Papi Daisha ternyata sudah sampai dengan kertas yang ada di tangannya.
Ia berjalan ke arah sofa, aku hanya menatap dirinya.
"Duduk!" perintahnya menggunakan sorot mata.
Aku berjalan ke arah sofa yang ada dengan jarak cukup jauh darinya, ia meletakkan kertas selembar tadi ke meja.
"Baca!"
"Apa ini?" tanyaku sambil mengambil kertas pemberiannya.
"Baca saja!"
Kubaca surat yang isinya perjanjian dengan materai tak tinggal, alisku tertaut dari mulai membaca judul perjanjian hingga ke isinya.
"Saya gak setuju!" tegasku dan meletakkan kertas tersebut sedikit kasar ke meja.
"Dibagian mana?"
"Semuanya! Bapak kira saya orang susah, ha?!"
Dia menatap penampilanku dari atas hingga bawah, aku pun ikut menatapnya. Sendal jepit, baju yang sudah tertempel debu juga keringat dan kerudung yang pastinya sudah entah bagaimana modelnya.
"Sangat susah," katanya membuat aku ingin sekali mencabik-cabik wajahnya itu.
"Bapak jangan asal bicara, ya! Gini-gini saya anak kuliahan!" tekanku menatap tajam ke arahnya.
Ia melonggarkan dasi yang dipakai dan menyandarkan punggung ke sofa dengan tangan di kedua belah sofa dibiarkan.
"Terus, kalau kau anak kuliahan saya harus apa? Saya gak perlu tau hidup kau, intinya! Kau mau apa tidak dengan penawaran saya?" tanya Papi Daisha tanpa basa-basi.
"Gak!" Aku bangkit dan berniat pergi dari rumah ini. Bisa-bisanya aku diberi pekerjaan sebagai pengasuh Daisha.
Apa jadinya, seorang anak PNS dan pemilik toko malah jadi babu di rumah orang. Bukan, bukan jadi babu. Melainkan pengasuh anak orang.
Suara Papi Daisha terdengar menyuruhku untuk berhenti. Akan tetapi, aku tak sama sekali menghiraukan panggilan tersebut.
Ya ... meskipun gajinya terbilang cukup untuk uang jajan. 2 juta adalah gaji yang dia tawarkan untukku.
Aku benar-benar keluar dari rumah tersebut, berjalan keluar dari kompleks rumah dan mencari transportasi yang ada di jalan raya.
***
"Mami!"
"Mami!"
"Huwaa ... Mami mana?"
"Papi ... Mami mana?"
Daisha yang baru bangun tidur langsung mencari keberadaan Azaleana, ia berlari ke sana-sini mencari wanita itu.
Raditya---papi Daisha yang masih berada di dalam ruangan kerjanya langsung keluar saat mendengar teriakan putri kecilnya itu.
"Sayang, ada apa? Tenang, kamu jangan teriak-teriak gini, dong," panik Raditya mencoba menenangkan putrinya yang sudah menangis dengan histeris.
"Pa-papi. Di mana Mami? Daisha mau sama Mami!"
"Sayang ... dia bukan Mami kamu."
"Terus? Mana Mami Daisha? Daisha mau Mami!" tekan Daisha dengan air mata yang tak kunjung berhenti.
'Argg ... sial*n tuh cewek, bisa-bisanya dia menolak penawaranku. Lagian, pelet apa yang dia buat hingga Daisha bahkan mau mengakui dia sebagai Maminya.
Amit-amit punya istri kayak gitu, meskipun aku duda. Ogah punya istri seperti dia itu!' batin Raditya mencaci Azaleana.
Raditya menghela nafasnya, ia mencoba bersabar dalam menghadapi Daisha. Bagaimana juga, Daisha adalah anak satu-satunya, penyemangat dirinya di saat dunia tak lagi berpihak padanya.
"Oke, besok Papi akan bawa kembali Mami Daisha itu, ya," bujuk Raditya memegang bahu Daisha.
"Gak! Daisha mau hari ini juga! Kesian Mami Daisha, gimana kalo dia harus makan bakso dipinggir jalan lagi? Gimana kalo uangnya gak ada Pi? Kesian Mami."
'Bodo amat! Mau kelindes mobil juga gak masalah, kenal juga enggak sama tuh orang,' batin Raditya melihat ke arah lain.
"Papi, ih! Papi pasti lagi ngehina dan nyumpahi Mami Daisha, ya? Pokoknya Daisha gak mau tau! Papi harus dapatkan Mami Daisha lagi! Kalo enggak, Daisha gak mau makan, sekolah dan ketemu sama Papi. Titik!" pekik Daisha dan pergi ke kamarnya dengan berlari.
Raditya yang masih jongkok mengepal tangannya kuat hingga terlihat urat-urat laki-laki berkulit sawo mateng tersebut.
Rahangnya tak kalah mengeras akibat melihat perubahan sikap Daisha, "Sepertinya, otak Daisha udah di cuci sama tuh cewek kampungan!" geram Raditya menatap tajam satu benda seolah itu adalah Azaleana.
"Parto!"
"Pak Parto!"
Suara Raditya menggema dengan bangkitnya ia dari posisi tadi. Seorang laki-laki yang hampir memasuki usia setengah abad berlari tergopoh-gopoh saat namanya dipanggil.
"Iya, ada apa Pak?"
"Siapkan mobil, kita harus mencari wanita sial*an itu!" kata Raditya dengan wajah malas.
Ia jalan lebih dulu, pak Parto menggaruk kepalanya yang gatal akibat ucapan Raditnya barusan.
"Emangnya ada, ya, gadis namanya sial*n?" gumam Parto menatap ke lantai.
"Ke mana aku harus nyari tuh cewek? Namanya aja bahkan aku tak tau siapa," ucap Raditya sambil melihat ke kanan dan kiri jalanan.
Mereka menjelajahi jalan untuk mencari keberadaan Azaleana, mau tak mau ia harus melakukan hal itu sendiri.
Anak buahnya juga ikut membantu mencari, meski mereka pun tak tahu harus mencari ke mana.
"Pak, tunggu di sini dulu. Saya mau beli kopi," titah Raditya menyuruh Parto memberhentikan mobil di parkiran mall.
"Baik Pak!"
Raditya turun dari mobil dengan memakai kacamata bening miliknya, ia melangkahkan kaki dengan tubuh tegapnya.
Saat akan masuk ke dalam mall, ujung matanya menangkap seseorang yang seperti tak asing baginya.
4 orang wanita dengan satu anak kecil laki-laki duduk di dekat tong sampah mall yang ada, mereka memakan kue yang sepertinya bekas mereka ambil dari tong sampah.
"Ck! Berlagak sok orang kaya, padahal makan aja ngambil di tong sampah. Dasar, cewek sok gaya!" cerca Raditya saat mendapati salah satu dari wanita itu adalah orang yang ia cari.
Raditya mengubah langkah kakinya, dari yang ingin ke dalam menjadi berjalan menuju ke arah mereka.
"Ehem!" dehem Raditya saat kehadirannya tak diketahui oleh mereka satu pun.
Wanita yang dicarinya mendongak lebih dulu, pupil matanya langsung membesar saat mendapati Radityalah yang ada di hadapannya sekarang.
'Mampus gue!' batin Azaleana saat melihat siapa yang datang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Sandisalbiah
apes bener nasib kamu Azaleana... ketemu beruang kutu... moga aja gak dlm mode galak..
2024-02-19
0
☠ᵏᵋᶜᶟ༄༅⃟𝐐𝐌ɪ𝐌ɪ🧡ɪᴍᴏᴇᴛᴛ𝐀⃝🥀
tega bener menuding kue dapat ngambil dari tong sampah 🙄🙄🙄
2023-06-21
0
☠ᵏᵋᶜᶟ༄༅⃟𝐐𝐌ɪ𝐌ɪ🧡ɪᴍᴏᴇᴛᴛ𝐀⃝🥀
aku mampir..
sekian banyak baca novel, baru ini nemu tokohnya berkulit sawo matang. that right 👍👍
padahal kulit sawo matang juga mempesona ya kak wkwkwk 😅
2023-06-21
0