(Bukan) Pengasuh Biasa
"Yaudah, kamu cari duit sendiri aja sana! Jangan minta uang Mama dan Papa lagi. Biar kamu tau, gimana susahnya cari uang itu! Jangan taunya hanya minta terus-menerus!" bentak Mama sambil menunjuk ke wajahku.
"Oke, aku akan pergi dan cari uang sendiri. Punya Mama dan Papa kaya juga ternyata gak ada gunanya! Mending miskin sekalian!" kataku dan pergi dari hadapan Mama.
Azaleana Nadia Ayu Adipta, nama yang disematkan padaku sekitar dua puluh satu tahun lalu.
Aku hidup di tengah-tengah keluarga yang bisa dibilang berkecukupan, Mamaku seorang PNS dan Papa pemilik toko kosmetik.
Dari kecil, aku terbiasa hidup dengan kemewahan dan selalu dimanja. Apa saja yang kuinginkan pasti dikabulkan.
Tapi, itu saat nenek dan kakek masih hidup. Setelah mereka meninggal karena sakit secara bersamaan, Mama yang memang tak terima aku dimanja merasa bahagia atas perginya mereka.
Mama begitu keras dalam mendidikku, bahkan aku harus terbiasa mencuci baju menggunakan tangan bukan mesin cuci.
"Ma, itu 'kan ada mesin cuci. Kenapa suruh aku nyuci pake tangan?" protesku yang tak habis pikir dengan Mama.
"Itu mesin cuci Mama, kau masih muda. Harus pakai tangan biar tau gimana letihnya mencuci itu, agar tak terbiasa mudah berganti pakaian. Sehari bisa sampe lima ganti baju, udah kayak biduan kampung aja kau itu!" omel Mama meninggalkan aku di kamar mandi belakang dengan pakaian yang baru dua hari tak di cuci tapi sampai penuh ember.
Aku hanya bisa menggerutu, minta bantuan sama Papa? Beuh ... tentunya Papa akan kalah, lagian Papa akan pulang dari toko jam sepuluh malam dan pergi ke toko jam sembilan pagi.
Pradikta Pratama, anak nomor satu atau bisa dibilang Abangku. Dia udah tua, tapi sama sekali belum ada tanda-tanda akan menikah.
Dulu ... kami sangat dekat, sekarang? Dia begitu dingin padaku, bahkan tak pernah menegurku atau mengajakku untuk belanja.
Ya ... itu semua bukan tanpa sebab, aku pernah jadi pelakor di hubungan dirinya dengan salah satu wanita.
Padahal, aku melakukan itu demi kebaikan dia. Aku tahu bahwa wanita yang sudah ingin dia nikahi ternyata selingkuh.
Aku pun berpura-pura menjadi pacar Abang dan kubilang pada wanita itu bahwa dia hanya simpanan semata.
Dia marah dan tak terima, memutuskan untuk mengakhiri hubungan lalu sebulan kemudian menikah dengan pacarnya itu.
Abang begitu benci dan murka saat tahu bahwa akulah yang melakukan hal itu, berbagi cara dan kata kuberi tahu pada Abang bahwa wanita itu tak baik.
Namun, namanya juga orang yang lagi kasmaran. Mana bisa diberi tahu, diberi azab baru deh akan sadar.
Dia hanya membantu Papa, dirinya pernah meminta Papa agar menginzinkan ia membuka usaha sendiri.
Tapi, Papa melarang karena umur Papa yang sudah tak muda lagi. Papa mengaku kewalahan mengurus semuanya.
Meskipun sudah memiliki tiga karyawati, tapi itu saja belum cukup untuk membantu di toko Papa. Btw, Abang sudah berumur tiga puluh tahun dan sudah menjadi seorang sarjana.
Sedangkan aku? Baru tertatih dengan perkuliahan yang tak kuinginkan tersebut, Mama bersekeras agar aku mau kuliah dan nantinya jadi PNS atau dokter.
Padahal, aku cuma mau jadi istri dan ibu untuk anak-anakku nanti. Wkwkwk, sangat tidak jelas, 'kan?
"Halo, lu di mana dah? Gue udah di jalan ini, udah kek gembel!" cetusku pada seseorang yang tengah kutelepon.
Setelah diusir Mama tadi, aku keluar dari rumah dan jalan entah ke mana. Berniat untuk ngambek sehari dan tinggal di rumah bestie-ku.
"Ih, gue masih di rumah nih. Adik gue rewel banget, lagi demam soalnya," jawabnya dari sebrang dengan napas yang sedikit ngos-ngosan juga suara tangisan terdengar jelas.
Kuberhentikan langkah kaki dan menatap ke arah transportasi berlalu-lalang.
"Ya ... adik lu sakit apa? Gue naik ojek aja deh ke sana, ya?" tanyaku meminta izin terlebih dahulu.
"Boleh, deh! Biar ada yang bantuin gue juga, kesian adek gue yang satunya, nih!"
Ayudia Shakira, sahabatku sejak SMP. Dia juga salah satu siswi berprestasi bisa sampai masuk ke sekolah-sekolah favorit sepertiku.
Saat aku tanya, apakah dia ikut les tambahan di luar sekolah. Dia menjawab tak ikut seperti itu, karena biaya yang tak ada.
Padahal, aku harus ikut les-les agar bisa masuk ke sekolah favorit yang ada. Ayah dan Ibunya kerja sebagai buruh. Ayahnya buruh tani dan ibunya buruh pabrik.
Ia memiliki adik tiga orang, dia adalah yang paling tertua dan sekarang juga kuliah dengan semester yang sama denganku juga kampus yang sama.
Hanya saja, jurusan kami berbeda. Kumatikan panggilan dan merogoh kantong baju mencari terselip uang untuk ongkos nantinya.
"Untung aja aku gak kayak di drama, ninggalin semua harta benda. Kalo, iya? Udah jadi gembel jalanan aku," gumamku dengan tersenyum tipis lega.
Ini bukan kali pertama aku berdebat dengan Mama. Akan tetapi, ini kali pertama Mama mengusir aku.
Meskipun, nanti aku akan kembali pulang lagi. Mana mungkin aku akan tinggal selamanya dengan Ayudia.
Kumasukkan handphone setelah memesan ojek online, aku berdiri di trotoar sambil menatap lalu-lalang kendaraan.
"Mami!" teriak anak kecil samar di telingaku tanpa kupedulikan.
"Mami!" sambungnya lagi. Aku melihat sekitar, tak ada wanita selain aku di sini berdiri. Kubalikkan tubuh ini, ternyata aku membelakangi bangunan TK yang mana sudah berdiri anak-anak mungkin kisaran 4, 5 dan 6 tahun sepertinya.
Salah satu dari mereka berlari ke arahku yang mana gerbang bangunan tersebut sudah terbuka lebar.
"Ini Mami aku! Emangnya kalian doang yang punya Mami, ha?! Wekkk," ejek bocah tersebut sambil menjulurkan lidahnya ke arah teman-temannya.
"Eh," gumamku yang bingung dengan situasi saat ini.
Satu per satu orang tua dari anak-anak tersebut berdatangan, setelah drama mereka selesai aku jongkok dengan keadaan masih bingung.
"Dek, kamu siapa?" tanyaku menautkan alis. Dia menatap ke arahku dengan sesekali mengerjapkan mata.
"Huwaa ...!" teriaknya menangis yang membuat salah satu guru yang belum masuk ke dalam gedung tersebut menatap ke arahku.
Panik? Tentu saja, aku takut jika dikira menyakiti anak tersebut. Guru tersebut langsung menghampiri kami.
"Ada apa Mami Daisha?" tanya guru tersebut dengan sedikit membungkuk.
"Ha? Eh?" Seolah tengah berada di mimpi yang kurasa begitu aneh, beberapa kali mengerjapkan mata dan melihat sekitar dengan heran.
Plak!
Kutampar pipi agar bangun dari mimpi yang aneh ini, sejak kapan aku menikah? Kenapa mimpinya gak ketemu sama jodoh dulu? Kenapa malah langsung punya anak kayak gini?
Tapi ... pipiku sakit, ini bukan mimpi. Kulihat ke arah wajah guru yang menatap tak percaya ke arahku. Sedangkan bocah tadi? Dia diam dari tangisnya menatap ke arah diriku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Sandisalbiah
ijin baca thor.. 🙏
2024-02-19
0
MPit Mpit MPit
mampir akuh thor
2023-08-05
0
Eliani Elly
kayaknya menarik
2023-06-10
0