Episode 5. Menyusup

“Mulai sekarang kalian akan bekerja di istana ini, jika ada yang ingin ditanyakan. Tanyakan saja pada pelayan-pelayan yang berlalu-lalang di sini.”

“Baik, terima kasih banyak.” Elya, gadis yang pernah menarik Audrey membungkuk hormat.

“Permisi, apa istana ini memang sesepi ini?”

Elya dan kepala pelayan menoleh ke arah Audrey yang tampak bertanya dengan ragu-ragu.

Kepala pelayan yang mengantar mereka menghela napas. “Itu karena Pangeran yang tinggal di sini membenci keramaian dan tidak suka jika ada yang mengganggu beliau, itu sebabnya hanya beberapa pelayan di sini. Pelayan-pelayan lain hanya datang ketika pagi dan sore hari, sementara kesatria hanya memang hanya ada beberapa di sini.”

“Begitu ya,” gumam Audrey sambil memegang dagunya berpikir.

“Jika tidak ada yang ingin ditanyakan lagi, aku akan pergi. Kalian kerjakan tugas masing-masing.”

“Baik, terima kasih sudah mengantar kami.” Audrey dan Elya membungkuk hormat, kepala pelayan hanya mengangguk dan berjalan pergi.

Setelah memastikan tidak ada orang, kedua gadis itu saling melirik.

“Ayo kita kerjakan tugas kita.” Audrey melempar sebuah bola seukuran kelereng kecil transparan dengan warna-warni di dalamnya.

Elya dengan sigap menangkap bola itu dan menyembunyikannya di kantong gaun pelayan yang digunakannya. “H-hati-hati.” Dia segera berlari pergi.

Audrey menatapnya bingung, dia berjalan ke arah sebaliknya sambil mengambil sebuah kristal berwarna merah dan menusuk telapak tangannya. Dia meringis kecil saat energi roh dalam dirinya seolah terserap, tidak sampai tiga menit. Audrey kembali memasukkan kristal itu ke kantong gaunnya dan kembali melangkah seolah tidak terjadi apapun. ‘Sebenarnya sangat mudah menghabisi raja itu dengan energi roh, tapi kenapa tetua harus repot-repot mengirim kami dengan wujud manusia? Terlebih lagi, kami malah dikirim ke istana pangeran. Tapi untung saja Roy dikirim ke istana utama, yang perlu kulakukan sekarang hanya melaksanakan tugas. Membunuh pangeran di sini dan pindah ke istana utama.’

~♥~

“Ah~ melelahkan sekali.” Elya berbaring di kasurnya dengan raut wajah lelah, padahal dia hanya bekerja saat siang hingga sore. Tapi karena istana yang luas, dia sampai kelelahan dan kehabisan tenaga.

“Kau tidak boleh bermalas-malasan.” Audrey mengikat rambutnya menjadi satu, dia kemudian mengambil cadar di atas meja dan memakainya.

“Kau itu sangat suka warna hitam ya?” tanya Elya yang sudah bangun sambil menatap Audrey dengan tatapan bingung.

“Tidak seperti itu, hanya saja. Warna hitam lebih cocok untuk kamuflase saat menyusup di tengah malam.”

“Begitu rupanya.” Elya mengangguk-angguk kepalanya. “Kalau begitu, aku harus ke mana? Apa aku juga harus mengikutimu?”

“Tidak.” Audrey menatap pantulan bayangannya di cermin. “Kau pergi ke selatan dan temui Roy, dia akan memberitahu yang harus kau lakukan. Dan juga, selalu ingat untuk membawa kristal komunikasi. Akan merepotkan kalau salah satu dari kita ditangkap tanpa diketahui yang lain.”

“Aku mengerti … omong-omong, apa tugasmu malam ini?”

Audrey sibuk merapikan rambutnya yang entah kenapa kembali berantakan. “Itu bukan urusanmu.” Dia berdiri dan berjalan ke arah jendela, Audrey membuka jendela kamar dan naik ke jendela.

“Oi! Jangan bilang, kau akan melompat lewat jendela?? Ini lantai dua loh, lantai dua! Meskipun hanya di lantai dua. Tapi tetap saja sangat tinggi karena ini istana, apalagi tanpa energi roh. Kau bisa saja patah tulang atau mati!”

Audrey yang hendak melompat melirik Elya yang entah kasihan atau khawatir padanya. “Aku tidak hanya mengandalkan energi roh, selain itu. Aku tidak selemah itu sampai akan patah tulang saat jatuh dari sini.” Dia kemudian melompat dan membuat Elya berdiri dari kasurnya dan berlari ke jendela.

Elya menunduk dan menatap Audrey yang entah kenapa berlari pergi tanpa luka sedikitpun. ‘Aneh, bagaimana dia bisa melompat tanpa terluka? Tanpa energi roh sama sekali, kami hanya manusia biasa yang tentu akan merasakan sakit dan luka tidak akan sembuh dengan cepat. Tapi dia, bahkan masih bisa berlari seolah itu hal mudah??’ Dia mengangkat bahunya acuh. “Sudahlah, toh bukan urusanku.” Elya berjalan ke meja rias dan mengambil cadarnya, dia kemudian mengenakannya dan memperbaiki tatanan rambutnya.

~♥~

‘Apa ini tempatnya? Kenapa rasanya tidak asing sekali? Hah, sudahlah. Lagipula tugasku hanyalah mengintai dan memberitahu Roy, sisanya diserahkan pada dia.’ Audrey melompat turun dari genteng dan berjalan masuk, dia melirik ke kanan-kiri sambil berjalan tanpa rasa takut ataupun khawatir sedikitpun.

“Belok kanan.”

Audrey tiba-tiba berhenti melangkah, dia memegang kepalanya. Entah kenapa, sebuah suara muncul di telinganya. Suara yang entah kenapa terdengar sangat dekat namun tidak ada siapapun. ‘Apa itu hanya halusinasiku?’

“Bukankah sudah kukatakan, pangeran di kerajaan ini itu sangat aneh.”

Audrey yang mendengar suara langkah kaki segera bersembunyi di balik tembok, dia mengawasi beberapa pelayan yang berjalan keluar sambil bergosip.

“Aku juga pernah dengar, katanya dia jadi seperti itu karena kehilangan tunangannya. Padahal saat belum bertemu Putri Duke itu, pangeran tidak sekejam dan sedingin itu. Tapi setelah kepergian Putri Duke, Pangeran jadi sangat begis dan kejam. Beliau bahkan tidak pernah meninggalkan ruang kerjanya.”

“Ah, begitukah? Aku sangat kasihan pada pangeran.”

“Mau bagaimana lagi, Putri Duke yang bernama Audrey itu mati karena menyelamatkan pangeran dengan mengorbankan nyawanya. Memang pasangan yang cocok.”

“Apa menurut kalian, lebih baik kalau pangeran itu mati saja?”

Kedua teman pelayan itu menatapnya bingung sekaligus tak percaya. “Maksudmu?”

“Iya, dia kan selalu saja bersikap kasar. Bahkan adikku yang bekerja di istana ini sampai terluka parah karena terkena lemparan barang, selain itu. Ada rumor kalau pangeran dikutuk dan selalu menghabisi banyak pelayan ketika kegilaannya muncul.”

“Wah, seram sekali. Aku jadi kasihan pada pelayan-pelayan tak bersalah yang harus mati karena kegilaan pangeran.”

“Kalau tidak salah, namanya Pangeran Xavier kan? Aku dengar dia membenci siapapun yang membuka pintu ruang kerjanya, bahkan adiknya. Tuan Putri Xavia tidak lepas dari kegilaan Pangeran, pernah sekali aku melihat Tuan Putri keluar dari ruang kerja Pangeran dalam keadaan terluka parah. Jika saja tidak ada beberapa pelayan saat itu, mungkin saja Tuan Putri tidak sadarkan diri dan hanya diketahui besok pagi.”

“Wah, kasihan sekali.”

Tiba-tiba, sebuah benang setipis benang laba-laba mengingat mereka. Dengan lembut, gadis berpakaian hitam itu menarik benang tersebut dan membuat tubuh ketiga pelayan itu seketika terbelah menjadi beberapa bagian dan berserakan di lantai.

‘Ah, kau sangat bodoh. Aliana.’ Audrey bersandar sambil menutup wajahnya dan menghela napas. ‘Kenapa kau membunuh mereka? Jika hal ini diketahui oleh orang lain, maka penjagaan di istana bisa saja menjadi ketat dan akan lebih sulit untuk menyusup. Sial, kenapa tanganku tiba-tiba bergerak tanpa bisa dikendalikan?? Benar-benar menambah pekerjaan saja!’

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!