Bab 3 Terciduk

Merasa putus asa, Zen menghubungi Ibu Nuril. Ia tak tahu pada siapa lagi meminta bantuan, jika dulu ada neneknya yang selalu menjadi tempatnya berlindung. Kini ia betul-betul merasa sendiri. Ia sedari tadi hanya duduk di sebuah taman. Perempuan yang ia nanti kini hadir di sisinya. Tampak Ibu Nuril membawa satu ransel dan satu koper.

“Mama tidak bisa membantu kamu lebih sayang, kartu debit dan kredit milik Mama di sita Papa. Tapi, bulan depan mama akan kirim kamu lagi lewat sopir.” Ucap Bu Nuril.

Zen melihat isi uang di dalam amplop coklat yang cukup tebal. Ia pun memutuskan untuk mencari kostan yang tak jauh dari kampus. Karena ia tak ingin terlalu banyak pengeluaran, ia tahu Pak Ahmed sengaja menahan kartu debit dan kredit ibu Nuril.

“Ya Ma. Zen janji, Zen akan buktikan sama Papa kalau semua Zen bisa hidup mandiri dan menyelesaikan kuliah Zen.” Ucap Zen.

Siang itu ia bersama Ibu Nuril memcari kamar kost di sekitar area kampus. Setelah cukup lama, Bu Nuril tampak terburu-buru meninggalkan kost an baru Zen. Pak Ahmed mengirimkan pesan, suaminya mengirimkan pesan, ia melihat jika istrinya bersama putra bungsunya.

‘Lihat aja, gue bakal buktiin sama Papa. Gue bisa hidup tanpa uang dia. Gue bisa dapetin gelar sarjana Gue.’ Batin Zen selepas kepergian Mamanya.

Satu bulan berlalu, Zen merasa uang yang ada ditangannya mulai menipis, sedangkan judul skripsi yang ia ajukan sudah 4 kali di tolak oleh dosen. Saat berada di kantin, ia di kagetkan dengan Billy. Seorang teman satu angkatan namun beda jurusan. Lelaki itu mendekati Zen dan memesan makanan dan juga minuman.

“Lo udah makan?” tanya Billy pada Zen.

Zen hanya mengangguk.

“Pesan aja lagi Bro, ntra gue yang bayar.” Ucap Billy.

Zen mendengus, ia tahu jika Billy memang orang yang sombong. Sama seperti dirinya di waktu SMA. Dulu ia sering merendahkan temna-temannya yang sekolah di sekolah favorit dengan jalur beasiswa.

“Gue pesen rokok aja.” Ucap Zen yang memang melihat bungkus rokoknya yang seharga 45ribu tinggal sebatang.

Kebiasaan hedonnya terpaksa berhenti, Zen biasa menggunakan vape atau yang lebih sering disebut vaporizer, sebuah rokok elektrik dengan harga Rp. 500.000,00. Kini ia hanya bisa menikmati rokok filter yang ia rasa tidak nikmat karena rasanya yang tak memiliki banyak variasi.

Saat pesanan Billy datang, lelaki itu pun menawari Zen sesuatu yang memang sangat ia nanti.

“Lo katanya lagi butuh duit?” Tanya Billy yang menghisap Vape miliknya.

“Gue ga bisa balikin kalau Lo berniat minjemin gue.” Tolak Zen yang dari kemarin mencari pekerjaan namun beberapa teman justru menawari dirinya uang berbunga.

“Hahaha…. Lo masih angkuh juga ya Zen, kabarnya lo diusir dari rumah. Gue ga pernah minjemin uang ke teman. Gue Cuma lagi butuh orang buat urus bisnis gue.” Ucap Zaki.

Zen membuang rokok miliknya yang tinggal seujung ruas jari.

“Bisnis apa?” Tanya Zen datar.

“Jadi gini, lo cukup gabung di grub. Terus ntar lo buat rekening, dan lo aktif aja di satu grub, ntar disana lo jadi adminnya. Setiap ada orang yang transfer dana ke Elo. Lo bakal dapat 10 persennya. Intinya semakin banyak orang transfer ke rekening Lo. Semakin gede penghasilan Lo. Gimana?” Tanya Billy.

Zen merasa tertarik dengan bisnis yang ditawarkan. Bisnis yang menguntungkan dirinya, tidak perlu mengeluarkan keringat, cukup duduk bermodalkan ponsel.

“Jangan bilang kalo gue jadi perantara jual beli narkoba.” Ucap Zen curiga.

“Bukan bro, Lo Cuma bertugas menjalankan dan menerima deposit dan mengirim withdraw ke member yang mengikuti situs. Terserah lo, kemarin ada yang mau minta job ke gue. Tapi gue lebih kepikiran Lo. Secara, lo pasti udah ada rekening dan biasa dong main slot. Jadi gue sebagai koordinator ga ribet ngajarin lagi.” Ucap Billy.

Zen termenung, ia memikirkan tawaran yang diberikan Billy padanya. Ia jarang bermain slot, selama ini akun gamenya atau akun emailnya, Zaki yang sering menggunakannya. Namun merasa keuangan semakin menipis, belum lagi kondisi dirinya yang tahun depan akan di DO dari kampus. Ia pun menerima tawaran Billy. Satu bulan, dua bulan hingga hampir 5 bulan Zen begitu menikmati hidupnya tanpa campur tangan orang tuanya. Ia bisa hidup bebas dan sesuka hati. Uang mengalir deras, judul skripsi pun diterima, ia bahkan mengupah salah seorang jasa pembuatan skripsi. Kini ia hanya menikmati kehidupannya dengan ikut bermain judi online dan balap liar. Provit sehari bisa mencapai 2 juta, maka ia sebagai admin di berikan gaji oleh Billy hampir 5 juta rupiah. Ia membeli motor yang biasa ia gunakan untuk taruhan balap liar. Hingga satu malam naas, saat Zen tertidur lelap di kost annya, Beberapa lelaki berbaju hitam dan kaos, menggedor kamar Zen.

“Zen, buka pintunya.” Suara ibu kost Zen.

Saat pintu di buka oleh Zen, tangannya langsung di borgol dan ia di dorong hingga menghadap dinding. Tubuhnya di geledah beserta kamarnya. Dari ponsel, atm, buku tabungan di sita oleh polisi.

Malam itu Zen di giring ke salah satu Mapolres untuk di periksa sesuai proses hukum. Tiba di Mapolres. Kedua orang tua Zen pun dihubungi oleh pihak kepolisian.

“Apa yang terjadi dengan anak kami Pak?” Tanya Pak Ahmed yang tampak geram.

“Putra bapak dan ibu terbukti menjadi salah satu admin judi online, kami telah menahan koordinator dan rekan lainnya.” Ucap pihak kepolisian.

“Atas perbuatan tersebut, pelaku akan dikenai Pasal 27 ayat 2 jo. Pasal 45 ayat 2 UU ITE mengancam pihak yang secara sengaja mendistribusikan atau membuat dapat diaksesnya judi online, dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak 1 miliar rupiah,” Jelas salah seorang polisi.

Pak Ahmed pun merasa kesal. Ia tidak habis pikir, bagaiamana bisa anak bungsunya begitu berbeda dengan sulungnya. Perdebatan terjadi antara Pak Ahmed dan Bu Nuril saat kembali ke rumah.

“Pa, Zen masih muda, masa depannya masih panjang! Papa tidak malu kalau dia sampai masuk penjara?” Tanya Bu Nuril.

Pak Ahmed tak menjawab pertanyaan istrinya. Ia ingin memberikan pelajaran kepada Zen. Ia pun menghubungi pengacara.

“Saya minta ia tetap di hukum namun usahakan hukumannya cukup ringan.” Ucap Pak Ahmed melalui sambungan telepon.

“Kita bahkan bisa membebaskan putra anda pak, saya ada jalan pintasnya. Sebelum masuk perkara ke pengadilan.” Tawar pengacara itu.

“Tidak, aku ingin dia belajar dengan kasus ini. Dia harus belajar kerasnya hidup. Usahakan hukumannya dibawah satu tahun. Aku serahkan pada mu, jangan sampai istri saya tahu masalah ini.” Ucap Pak Ahmed.

Terpopuler

Comments

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Waah gak bener nih Billy ngasih kerjaan apa itu?

2023-11-06

1

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Makanya carinkerja part time, Bukannya mengandalkan uang yg ada, Uang itu seperti air,.

2023-11-06

0

Mukmini Salasiyanti

Mukmini Salasiyanti

Astaghfirullah..
Zen... Zen........
Cukup satu x kehilangan... 😔

2023-08-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!