Amy mengusap dagu karena heran dengan kondisi Jordan. Lelaki itu terus menutup mata, padahal demamnya sudah hilang. Suhu tubuh lelaki bertubuh tegak itu pun telah kembali normal.
Amy enggan memanggil dokter ke sana. Sejujurnya dia masih ragu dengan identitas Jordan. Memang benar dia dulu adalah pemilik pertama dari rumah yang kini dia tinggali. Namun, ketika mengingat kondisi terakhir Jordan datang membuat Amy kembali bergidik ngeri.
Bayangan bahwa Jordan merupakan penjahat yang sedang dalam kejaran polisi kembali terlintas di benaknya. Amy menatap tajam Jordan. Perempuan itu mulai mengangkat tangan dan menunjuk wajah Jordan yang masih terlelap penuh emosi.
"Pokoknya setelah kamu bangun, kamu harus pergi dari sini! Aku tidak ingin terlibat dengan masalah apa pun karena kamu ada di rumah ini! Aku tidak mau dituduh menyembunyikan seorang penjahat padahal aku tidak tahu apa-apa tentang kamu! Atau aku laporkan saja kamu ke polisi sekarang juga?" Amy menarik kembali lengannya, dan menggunakan jari telunjuk untuk mengusap dagu.
Mendengar Amy yang sedang bermonolog membuat Jordan menelan ludah kasar. Jika Amy benar-benar melaporkannya kepada pihak kepolisian, tamat sudah riwayatnya. Dia tidak bisa menghindar lagi jika hal itu benar-benar terjadi.
"Aduh, aku lapar!" seru Amy.
Gadis itu akhirnya membawa dua kantong belanjaannya ke dapur. Dia menata semuanya secara rapi di kabinet serta lemari pendingin makanan. Setelah semua selesai, Amy langsung memasak mi instan dan menikmatinya sambil menonton televisi.
Rasa kantuk kini menyerang setelah perut Amy terisi penuh. Bahkan gadis tersebut tidak sempat membereskan bekas makannya. Amy memilih untuk duduk di karpet dengan punggung bersandar pada sofa yang ditiduri oleh Jordan.
Dalam hitungan detik, Amy sudah berpindah ke alam mimpi. Tak lama kemudian, Jordan yang sempat tertidur mendadak mengerutkan hidung. Dia mencium aroma benda yang sedang terbakar memenuhi ruangan tersebut.
"Astaga, bau apa ini?" Jordan bergumam dengan mata yang masih terpejam.
Otak lelaki tersebut masih berusaha mencerna situasi. Sampai akhirnya, aroma yang menyapa penciuman Jordan tercium semakin jelas. Aroma terbakar membuat Jordan membuka mata. Jordan duduk kemudian menoleh ke arah dapur.
Benar saja, kepulan asap sudah berputar di sekitar kompor. Lelaki tampan itu langsung terbelalak. Api mulai berkobar keluar dari panci yang tadi digunakan Amy untuk merebus mi instan.
"Ya Tuhan!" pekik Jordan sambil melompat dari atas sofa.
Jordan dengan sigap mengambil handuk yang ada di kamar mandi dan membasahinya dengan air. Setelah itu, Jordan berlari tunggang langgang menuju kompor yang kini tengah berkobar. Api siap melahap rumah itu hingga habis, jika saja tidak ketahuan oleh Jordan.
Setelah berusaha memadamkan api dengan handuk basah, Jordan berlari ke sudut ruangan. Dia mengambil gas pemadam dan menyemprotkannya ke arah kompor. Kini busa putih yang berasal dari alat pemadam itu memenuhi dapur rumah tersebut.
Jordan hampir kehabisan napas karena adrenalin yang terpacu lima kali lebih kuat. Lelaki itu menoleh ke arah Amy yang masih terlelap tanpa dosa. Jordan yang geram akhirnya membangunkan Amy dengan kasar.
"Hei, bangun! Kamu hampir saja membakar rumah yang kubangun dengan susah payah ini!" Jordan menggunakan kakinya untuk menyentuh paha Amy tang tertutup oleh celana panjang.
Perlahan Amy menggeliat. Gadis itu mengangkat tangan kemudian meregangkan otot. Dia masih sempat menguap lebar dan mengucek mata.
Ketika kesadaran Amy kembali sepenuhnya, gadis itu terbelalak karena melihat kabut menyelimuti ruangan tersebut. Amy langsung berdiri dan berjalan ke arah dapur yang masih dipenuhi oleh buih putih serta kepulan asap.
"Astaga! Aku lupa mematikan kompor!" Amy meremas rambut frustrasi.
Sedetik kemudian Amy terdiam. Dia balik kanan kemudian menatap Jordan yang masih terpaku di ruang tengah. Amy akhirnya mendekat dan mengamati lelaki di hadapannya dari ujung kaki hingga kepala.
"Rumah hampir terbakar, dan kamu tidak bangun? Sungguh keterlaluan!" Jordan melipat dengan dan menggeleng keheranan.
"Kamu terlihat sangat bugar! Tidak mungkin kamu pulih secepat ini jika memang baru tersadar! Apa kamu menipuku?" Amy menyipitkan mata.
"Ah, itu ... aku ...." Jordan berusaha memutar otak untuk mencari alasan yang tepat.
Jordan tidak mungkin menjawab iya. Bisa-bisa dia terkena amuk gadis yang ada di depannya itu. Akhirnya Jordan menemukan sebuah alasan yang sebenarnya tidak masuk akal.
"Aku terkejut! Rumah ini kubangun penuh cinta dan air mata! Secara naluriah, aku langsung kembali semangat untuk melindungi rumah ini!" Lengan Jordan membumbung dan terus berayun menunjukkan seisi rumah tersebut.
"Benarkah? Mari lain kali kita coba bakar lagi rumah ini! Kita lihat seberapa besar usahamu untuk melindunginya!" Amy melihat lengan di depan dada seraya memicingkan mata.
"Cih, menjaga rumah ini dari kekuasaan ibumu saja tidak bisa!" ejek Amy.
"Ya! Nenek lampir itu pengecualian! Terlebih lagi aku saat itu sedang bekerja di luar kota! Jadi tidak bisa memantau perilaku menyimpang ibuku 24 jam dalam seminggu! Itu semua di luar kendaliku!"
"Ah, berhubung kamu sudah sadar. Silakan angkat kaki dari rumah ini!"
Detik itu juga, rasanya Jordan ingin kembali memutar waktu dan membaringkan tubuh di atas sofa untuk berpura-pura sakit. Namun, sekarang ini sudah terlambat. Mau tidak mau dia harus menghadapi kenyataan.
Jordan tersenyum lebar kemudian duduk di atas sofa. Dia mengusap kepala bagian belakang. Amy duduk di depan lelaki tersebut sambil terus memicingkan mata.
"Aku paling tidak suka dibohongi!"
"Aku di sini juga korban! Ibuku menjual rumah ini tanpa sepengetahuanku. Tolong beri aku waktu sampai aku menemukan rumah baru untuk tinggal."
"Aku tidak peduli! Mau kamu tidur dan tinggal di mana setelah ini, aku tidak akan peduli! Silakan angkat kaki besok! Untuk malam ini aku akan memberimu tumpangan karena aku baik!" Amy beranjak dari sofa kemudian masuk ke kamar.
Setelah pintu kamar tertutup, Jordan mengusap wajah kasar. Dia tidak tahu lagi harus bagaimana. Lelaki tersebut tidak memiliki tempat untuk pergi.
Terlebih sekarang Jordan menjadi incaran salah satu bos mafia tempat dia dulu mengabdikan diri. Sebuah penyesalan kini memenuhi hati Jordan. Jika bisa memilih, dia tidak ingin berkubang dalam dunia hitam berkedok hiburan itu.
"Penyesalan memang selalu datang terlambat."
Jordan akhirnya memilih untuk merebahkan tubuh ke atas sofa. Menatap langit-langit rumah dan berusaha memejamkan mata di hari yang belum terlalu malam itu. Dia memikirkan cara untuk bisa bertahan di rumah tersebut sementara waktu.
Keesokan harinya, Amy terbangun dalam kondisi badan yang terasa remuk redam. Gadis itu melangkah keluar kamar seraya menguap lebar. Kesadarannya yang baru terkumpul separuh mendadak kembali seutuhnya.
"Apa-apaan ini?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
ℑ𝔟𝔲𝔫𝔶𝔞 𝔞𝔫𝔞𝔨-𝔞𝔫𝔞💞
itu sih namanya gila Amy..😄
2023-05-08
1