Ego

Rea memandang batu nisan yang bertuliskan Alex dan Vivian Johnson. Di sana dia hanya duduk terdiam. Tak peduli teriknya panas matahari siang itu, dia hanya duduk sambil menyandarkan kepalanya di lengan. Sesekali dia membelai batu nisan dan memegangi bunga-bunga yang menghiasi rumah terakhir kedua orang tuanya itu.

"Re, lo ngga kepanasan. Niy, pake topi," ucap Lizzy sambil memberikan topi jerami hitam dengan pita berwarna putih menjuntai di pinggirannya.

Dengan sabar, Lizzy memakaikan topi itu di kepala sahabatnya. Karena sepertinya Rea tidak tau apa fungsi dan kegunaan topi anyaman itu. "Lo mau minum dulu, ngga? Bisa dehidrasi duduk di sini terus. Sinar mataharinya lagi sombong banget,"

Rea menggelengkan kepalanya lemah. "Lo aja deh, gue masih mau di sini. Kali aja nyokap gue dateng terus ngajak gue masuk ke sana bareng-bareng,"

"Ih, amit-amit, Re! Eling! Eling! Semuanya tuh pasti ada maksudnya! Nyokap bokap lo juga pasti sedih ngeliat anak gadisnya yang cantik jadi depresi begini! Ngga usah ngomong aneh-aneh, apalagi di tempat beginian! Serem ah, Re!" tukas Lizzy sedikit kesal. "Gue ngga tau masalah lo ap-,"

Sontak saja, air mata Rea tumpah seperti air hujan yang turun dengan deras. "Lo ngga tau, Zy! Bulan depan, status gue udah berubah jadi calon istri orang! Dan gue ngga tau apa-apa! Gue ngga tau siapa calon gue, gue ngga tau siapa duluan yang ngerencanain perjanjian kontrak yang super stupid ini, dan yang paling parah, bulan depan gue jadi salah satu jajaran direksi perusahaan bokap nyokap gue kerja! Gila ngga tuh, Zy!"

Lizzy tercengang mendengar penjelasan dari sahabatnya itu. "Lo mau kawin, Re?"

"Nikah! Bukan kawin!" tukas Rea kesal, masih menangis.

"I-, itu bokap lo yang ngomong? Eh, gimana sih?" Lizzy ikut bingung. Gadis berwajah jenaka itu belum mencerna sepenuhnya cerita Rea.

Rea mencubit kedua pipi Lizzy dengan gemas. "Lizzy, come on! Bokap gue, 'kan disitu, gimana ngomongnya? Panjang deh ceritanya!"

Lizzy mengangguk-anggukkan kepalanya. "Oh iya, benar juga. Ya udahlah, lo tenang dulu, gue cari something yang bikin kita waras! Oke, stay here!"

Tak lama, Lizzy pun sudah naik ke atas mobil mini semacam trem yang mengantarkan mereka dari satu blok ke blok yang lain pemakaman itu.

"Ma, Pa, denger, 'kan tadi? Lizzy aja mendadak ngga waras cuma karena dengerin cerita Rea. Gimana Rea bisa jalananin semuanya tanpa kehilangan kewarasan? Berat banget, Ma. Rea sendirian sekarang. Kalo Rea di suruh milih, Rea mau ikut aja sama kalian," kata Rea sesenggukan.

"Gimana Rea jalanin hidup Rea ke depannya?" tanya Rea lagi sambil memeluk batu nisan kedua orang tuanya.

Beberapa menit kemudian, Lizzy datang dengan membawa dua cup cokelat dingin dan dua botol air putih. "Re, di atas sana ada kayak restoran gitu. Lo mau ke sana? Maksud gue, kalo lo udah selesai curhat,"

Rea terdiam dan menatap batu nisan yang terbuat dari marmer berwarna hitam. "Ma, Pa, Rea pulang dulu. Nanti Rea ke sini lagi. Doain Rea ya, supaya Rea kuat,"

"Yuk," ucap Rea lagi sambil bangkit berdiri dan menggandeng tangan Lizzy.

Mereka menaiki mobil kecil itu lagi untuk sampai ke atas bukit. Mereka melewati beberapa blok pemakaman, taman bunga, air mancur, dan beberapa komplek pemakaman yang masih berupa tanah.

Setibanya di restoran, Lizzy dan Rea segera memesan orderan mereka dan mencari tempat yang cukup tenang untuk dapat lebih leluasa saat mereka berbicara.

"So, tell me tentang cerita lo tadi," tuntut Lizzy.

Rea pun menceritakan tentang Timothy, kedatangan Jacob Luther yang memberitahukan kepadanya kalau dia sudah terikat kontrak pertunangan dengan salah satu putra Jacob sejak usianya 5 tahun, dan di ulang tahunnya yang ke 20 nanti, dia akan menentukan siapa yang akan menjadi calon suaminya. Di umur 20 tahun itu juga, dia akan tercatat sebagai anggota dewan direksi di perusahaan milik Jacob Luther, tempat kedua orang tuanya bekerja.

"Lo udah kayak Cinderella, yah. Bedanya Cinderella pake labu dan tikus, lo pake orang beneran. Ngeri sih, sumpah. I mean, ngebayangin kita tiba-tiba udah tunangan dan bulan depan harus milih siapa yang akan jadi calon suami kita dan kita cuma punya waktu kurang dari 3 minggu, Re! Wah, so? Lo pilih siapa?" tanya Lizzy, ekspresi wajahnya sangat terkesima sekaligus senang sekaligus bingung mendengar cerita Rea.

Rea mengangkat kedua bahunya. "Gue belum pernah ketemu satu pun dari mereka,"

"What! That's insane!" timpal Lizzy lagi.

Sementara itu di sebuah kamar rumah sakit, seorang pria berteriak marah dan suaranya memenuhi lorong rumah sakit. Untung saja, pria itu berada di ruang VVIP. Namun tetap saja, para perawat yang berjaga di pos VVIP tersebut dapat mendengar suara pria tersebut.

"Tidak! Aku tidak mau pulang!" pekik pria itu.

Dua pria lainnya menunggu sampai pria yang sedang diinfus itu tenang dan membiarkannya berteriak sambil terkadang melemparkan apa saja yang ada di dekatnya.

"Papa tidak boleh mengambil motorku! Begitu motor itu keluar dari bengkel, aku akan mendapatkannya kembali! Aku tidak peduli dengan larangan kalian!" tukas pria itu lagi. Wajahnya sudah memerah karena emosi yang bergejolak.

Satu pria bertubuh tinggi dan tampan menghampirinya dan menahan pundaknya. "Kau bisa tenang? Ini rumah sakit, Rain,"

"Bodo amat! Aku tidak peduli, mau di kuburan sekali pun, aku tidak peduli!" balas pria bernama Rain itu sambil menyentak pundaknya.

Seorang pria yang lebih dewasa meminta pria bertubuh tinggi itu untuk tenang. "Ken, biarkan dia sendiri dulu. Setelah itu, kita harus bicara, Rain. Ini menyangkut masa depan seorang gadis, kau tidak bisa berkata tidak peduli,"

Rain terdiam. Sekelebat ingatannya tiba-tiba muncul, suara klakson, cahaya menyilaukan, suara orang-orang berteriak, dan suara bising yang membuat kepalanya pusing. Rain memegangi kepalanya. "Aarrghh! Sialan!"

Tak beberapa lama kemudian, Rain mulai tenang. Ken dan pria dewasa itu menghampiri ranjang tempat Rain berbaring dan duduk di sisi kiri dan kanan ranjang.

Pria dewasa itu memegang tangan Rain. "Dengar, Papa cuma mau kamu bertanggung jawab atas apa yang telah kamu perbuat, Rain,"

"Apa yang telah kulakukan? Mobil itu yang memotong jalanku!" tuntut Rain membela diri.

"Kau telah menyebabkan seorang gadis kehilangan kedua orang tuanya," ucap Ken.

Rain menggelengkan kepalanya. "Ngga mungkin! Aku yang terjatuh, mobil itu selamat!"

"Tidak, Rain. Mobil itu berusaha menghindari motormu dan kehilangan kendalinya, kemudian menabrak beberapa kendaraan lain, sebelum akhirnya menghantam pembatas jalan," jawab Jacob tenang. Dia tidak ingin membuat putranya histeris seketika, dia hanya ingin Rain bertanggung jawab atas perbuatannya. "Kebetulan, Papa kenal sama kedua korban. Mereka sahabat lama Papa yang masih berhubungan baik dan kami sudah terikat sebuah perjanjian lama, yaitu akan menikahkan anak gadisnya dengan salah satu di antara kalian. Saat ini, gadis itu masih berduka dan sebisa mungkin, tragedi ini akan menjadi rahasia keluarga kita. Polisi sudah Papa amankan, karena itu, Papa memintamu untuk belajar mengenal gadis itu,"

"Tak hanya Rain. Tapi, kamu juga memiliki kesempatan yang sama seperti adikmu, Ken. Mulai hari ini, gadis itu akan tinggal bersama kita. Pulanglah, Rain. Paling tidak, ungkapkan rasa menyesalmu dengan berkenalan dengannya bahkan kalau kamu bersedia, lakukan pendekatan dengannya dan jadilah calon suaminya," sambung Jacob lagi.

Ken mengangguk, pria muda itu memang sudah dikabarkan akan menjadi penerus usaha ayahnya. Berbeda dengan Rain yang mendengus kesal, berusaha menyangkal kabar itu. Dia menggelengkan kepalanya. "Aku menolak!"

...----------------...

Terpopuler

Comments

yayukksm

yayukksm

bader bet rain! dibilang pulang y pulang! kesel sm anak yng batu begitu!

2023-05-04

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!