Meski Plt kepala sekolah sudah ditunjuk, Andra sudah diminta sang papa untuk langsung terjun ke lapangan. Setidaknya perkenalan dan mengadakan rapat evaluasi serta perencanaan program untuk tahun ajaran baru. Andra juga biss mempelajari ritme bekerja menjadi kepala sekolah. Sungguh Andra semakin dongkol, biasanya ia berangkat jam 8 kurang, kini setengah 7 ia sudah rapi dengan setelan kemeja berdasi. Oh...menyebalkan sekali.
"Yang ikhlas dong Bapak Kepsek, nanti kalau ikhlas bonus istri syantik trulala," ledek Nasya sang adik yang sedang menyeduh susu formula untuk bayinya.
"Ngomong lagi gue sumpel mulut lo pakai roti," ancam Andra pada si bungsu, otomatis ibu satu anak itu tertawa ngakak. Sejak dulu saling ledek menjadi makanan mereka tiap hari, kalau duli Nasya yang menangis baru deh keusilan Andra berhenti. Berbeda dengan sekarang, kalau tanduk amarah Andra muncul baru Nasya berhenti meledek.
"Kalian tuh, ingat umur napa ya Allah. Pagi-pagi udah riweh. Kamu lagi sudah emak-emak masih saja godain kakak kamu," omel mama yang sedang menata sarapan di meja makan, meski ada ART beliau tetap memastikan menu kesukaan anggota keluarganya, bahkan beliau tak segan turun tangan langsung bila menu masakan bibi gak sesuai selera anggota keluarga.
"Habisnya, Kak Andra menggemaskan," ledek Nasya sembari mencubit pipi sang kakak, spontan aja. Lalu lari ke kamar sembari tertawa ngakak. Sebuah hiburan di pagi hari bagi Nasya.
"Kamu itu juga, digodain adik kamu aja sampai mengancam segala."
Andra berdecak, ia mulai menyendokkan oat meal sebagai menu sarapannya. "Nasya tuh kompor banget, Ma. Nyinggung jodoh di sekolah segala, bikin badmood aja."
Nyonya Yusuf, langsung sumringah. "Ouh iya, ya. Kamu kan kepsek, pasti di sekolah banyak guru cantik tuh. Mama dukung Nasya kalau gitu."
Semakin dongkol saja Andra, dirinya saja masih setengah hati menerima jabatan itu eh belum apa-apa sudah disenggol masalah jodoh. Ngenes amat sih.
"Mau sampai kapan kamu menolak perempuan? Gak semuanya seperti Faza, Ndra," sudah keberapa kali sang mama menasehati sang putra agar segera melepas masa lajangnya.
"Kamu juga punya adik perempuan, sudah menikah toh dia juga bisa setia pada suaminya," lanjut sang mama frustasi kalau membahas jodoh untuk si sulung.
Andra hanya diam, lalu menghela nafas pelan. "Mama sabar ya, nanti kalau jodoh Andra sudah datang, pasti Andra juga akan menikah," jawab Andra santai. Kalau sang mama yang mulai menasehati soal jodoh, Andra lebih kalem. Tak mau berlebihan karena bagaimana pun Andra sangat tahu keingingan sang mama agar dirinya segera menikah.
"Padahal mama dan papa gak pernah mematok calon istri kamu harus bagaimana-bagaimana, yang penting perempuan dan baik hati sudah cukup," lanjut mama.
"Beres."
"Beras-beres, sampai sekarang kamu juga belum mencari."
"Mencari, tapi belum ketemu aja, Ma. Tiap hari juga lihat perempuan di kantor atau klien, tapi belum ada yang cocok saja."
Giliran mama yang menghela nafas kasar, mau sengotot apa beliau meminta Andra segera menikah, tapi sang anak santai sekali masalah nikah, Nyonya Yusuf bisa apa. "Nanti di sekolah jangan galak-galak, biar guru perempuan gak takut sama kamu."
"Iya, Ma."
"Nanti kalau ada perempuan yang caper sama kamu, gak usah dihujat berlebihan, kasihan. Nanti kamu kuwalat."
Andra memutar bola matanya malas, kok masalah perempuan sepanjang ini sih kelanjutannya, harusnya sarapan oatmeal tuh menyehatkan, tapi kalau dibumbui dengan nikah malah bikin seret. Sial.
Setelah mendapat nasehat sang mama, akhirnya Andra pamit berangkat. Kebetulan sang papa masih bermain tenis dengan suami Nasya. Andra hanya pamit ala kadarnya pada sang papa, sembari berteriak lagi.
Pa..bapak kepsek berangkat.
Pak Yusuf menghentikan pukulannya, hanya melambaikan jempol dengan tawa tertahan.
****
"Selamat pagi, Pak!" sapa Pak Amar, yang kebetulan sudah pernah bertemu dengan Andra saat rapat dulu. Beruntung dirinya tidak telat, sehingga satu poin plus untuknya. Andra tersenyum, dan mengajak Pak Amar berjalan beriringan sembari mengobrol.
"Pak Amar mengajar apa?" tanya Andra ramah. Kelihatannya saja Andra killer, karena memang dirinya tak suka banyak omong lebih suka kerja saja. Tapi itu dulu, saat menjadi PM. Kalau menjadi kepala sekolah, tentu dia tidak bisa seperti itu. Terpaksa harus banyak omong untuk menjalin interaksi dengan civitas akademika dan murid-murid.
"Saya mengajar matematika, Pak Andra. Kelas X!"
jawab Pak Amar ramah. Andra mengangguk saja. Pak Amar pun mengarahkan Pak Andra ke ruang kepala sekolah.
"Pak Ibrahim bertugas di sekolah ini dibantu berapa wakil kepala sekolah?" tanya Andra saat sudah duduk di sofa ruang kepala sekolah, masih ditemani Amar.
"Ada 4 wakil kepala sekolah. Devisi kurikulum, humas, kesiswaan dan sarana prasarana," jawab Amar serasa asisten Andra untuk menjelaskan lingkup struktural SMA.
"Baik. Kalau Pak Amar, selain mengajar memiliki tugas tambahan apa?"
"Wali kelas dan pembina OSN matematika saja, Pak!"
Andra menganggukkan kepala, kemudian Andra keluar ruangan, para wakil kepala sekolah sudah hadir. Mereka pun menyapa Andra dengan ramah.
"Saya kira Pak Andra datang ke sekolah minggu depan, belum ada acara penyambutan Pak. Maafkan kami," ujar Bu Maharani, selaku plt kepala sekolah saat ini.
Andra tersenyum tipis, "Tidak apa-apa, bersikap biasa saja sama saya, layaknya rekan kerja Anda semua. Kebetulan papa meminta saya segera mempelajari lingkup sekolah, setidaknya ada waktu untuk adaptasi sebelum terjun sebagai kepala sekolah," jawab Andra berusaha sesantai mungkin bicara dengan para guru ini.
Situasi kerja sebagai PM dan kepala sekolah, sangat berbeda. Saat menjadi PM dulu, tiap hari ketegasan Andra selalu muncul, tak peduli dengan situasi kacau atau longgar, Andra terkenal tegas. Tapi kalau menjadi kepala sekolah, sepertinya Andra harus mengubah gaya ketegasannya, khususnya saat berbicara. Jangan sampai mereka takut dan tidak nyaman bekerja dengannya bisa gawat, misi mengembalikan sekolah tanpa korupsi bisa jadi gagal.
"Pengennya sih bersikap biasa saja, tapi setiap ngomong sama Pak Andra kok dag dig dug juga rasanya," jujur Amar yang membuat Andra tertawa pelan.
"Biasa saja, Pak Amar. Meski jadi kepsek, saya sebenarnya hanya anak buah papa saya saja. Sama kayak Pak Amar, tidak ada yang istimewa hanya perkara jabatan saja. Malah kalau bisa jadi kepala sekolah jangan lama-lama."
Amar mengangguk paham, Andra memang masih muda mungkin enggan juga kalau dijadikan kepala sekolah. Jiwa petualangnya masih mendominasi, wajar juga. Nah kalau jadi kepala sekolah memaksanya untuk menjadi good people everytime. Gak mungkin dong kepala sekolah memiliki bad attitude.
"Menurut Pak Amar siapa kandidat terkuat kepala sekolah selanjutnya, kalau di intern SMA?" tanya Andra, sengaja ia melakukan tanya jawab ini karena ingin mengetahui gelagat Amar juga. Siapa tahu baiknya Amar hanya topeng.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Eka Suryati
next dan salam kenal
2023-11-18
0
NR..
semangat
2023-05-02
1