Baru hari pertama Milo sudah membuat Matcha terbebani dengan tugasnya. Bahkan bisa dibilang jika yang dilakukannya tidak sesuai dengan surat perjanjian yang beberapa jam yang lalu dia tanda tangani. Seperti saat ini, Milo sengaja menambahkan pekerjaan kepada Matcha untuk sebagai OB. Milo menyuruh Matcha membuatkan kopi untuk orang-orang satu team yang berada di ruangannya.
"Mil... elu udah kelewatan, kagak mikir apa kalau tuh anak bisa pingsan dengan kerjaan yang lu kasih!" Gerutu Tiar sedikit kesal dengan Milo.
"Pingsan bukan urusan gue, tapi elu!" Sahut Milo seenaknya.
"Dasar manusia penjajah," gerutu Tiar dengan lirih.
"Apa lu bilang?" tanya Milo seperti mendengar ucapan Tiar.
"Ga apa-apa, gue cuma heran aja sama pepatah jaman dulu. Cinta itu dari mata turun ke hati, lah kalau ini sepertinya takdir berkata lain. Dari kerjaan numpuk jadi istri," celetuk Tiar sengaja menyindir Milo.
"Gue bisa pastikan, hal itu tak akan pernah terjadi. kalau sampai terjadi musim salju bakal berubah menjadi musim semi." Ucap Milo mendengar ucapan Tiar.
'Ya sudah kalau elu kagak minat, gue bisa maju lebih didepan.' Batin Tiar tanpa sadar.
"Kopi... kopi...," suara Acha terdengar tanpa beban sedikitpun. Anak itu malah asyik menikmati apa yang disuruh oleh Milo.
"Siapa yang mau kopi?" tawar Matcha.
Para karyawan langsung mendekati Matcha untuk sekedar mengambil kopi yang baru saja dia buat. Matcha kemudian tersenyum kearah Milo dan Tiar.
"Bapak bos mau kopi juga?" tawar Matcha didepan Milo dan Tiar.
"Boleh," jawab Tiar.
Matcha kemudian tersenyum dan langsung membuatkan secangkir kopi hangat untuk Tiar.
"Ini pak...," Matcha menyodorkan secangkir kopi untuk Tiar. Tiar lalu menerimanya dan menenggaknya dengan pelan.
"Bapak bos ga mau dibikinin gitu?" tanya Matcha.
Milo hanya meliriknya sekilas. Lalu melewati Matcha begitu saja.
"Pak, ini kopinya enak beda dari kopi lainnya karena saya yang membawanya langsung dari kampung...," ucap Matcha begitu seperti biasanya selalu tersenyum, bahagia dan tak memiliki rasa sakit hati.
Milo tak menanggapinya, dia hanya melirik sekilas tak memedulikan Matcha sama sekali. Tak kehilangan akal, Matcha yang sudah menyiapkan secangkir kopi hangat khusus untuk Milo tanpa perasaan ragu lalu meraih tangan Milo dan memberikan secangkir kopi keatas tangannya.
"Jangan berat-berat mikir pak, nanti takut darah tinggi...," sindir Matcha kemudian melewati Milo begitu saja.
Tiar yang mendengarnya menahan tawanya, "mulai saat ini akan ada yang berani sama elu Mil...," sindir Tiar.
Milo melirik tajam kearah Tiar. Moodnya pagi ini semakin kacau, Milo akhirnya memutuskan untuk pergi.
"Mil... mau kemana lu...!" teriak Tiar mengejar sahabatnya.
"Hai kau...," panggil kakek Hermawan saat Matcha melewati ruangannya.
"Saya pak?" tanya Matcha sembari menengok kanan kiri.
"Ya, siapa lagi... sini! ada beberapa hal yang ingin aku tanyakan." Jawab kakek Hermawan.
Matcha mengikuti perintah kakek Hermawan masuk ke ruangannya.
"Duduklah...!" perintah kakek Hermawan sambil menunju sofa yang berada disamping meja kerjanya.
"To the point saja, aku ingin menugaskanmu untuk selalu melaporkan kegiatan Milo di luar. Aku juga ingin kau untuk selalu berada disampingnya kemanapun dia pergi. Jika ini gagal kau lakukan, aku akan memecatmu tanpa pesangon sedikitpun." Ancam kakek Hermawan.
"Maaf tuan sebelumnya bukan saya menolak, saya ini kan sekarang sekretaris pak Milo jadi saya harus menuruti perintah pak Milo bukan pak Wawan...," jawab Matcha dengan polosnya.
Bukannya marah kakek Hermawan malah tertawa mendengar ucapan Matcha yang sangat polos.
"Apa kau lupa jika perusahaan ini adalah milikku. Jadi, semua keputusan ada di tanganku. Tugas kalian adalah menjalankan apa yang menjadi perintahku." Jawab kakek Hermawan yang perutnya semakin sakit menahan ekspresi Matcha yang begitu serius.
"Oklik pak." Sahut Matcha dengan semangat juang 45.
"Dan satu lagi, jangan sampai Milo mengetahui rencana kita." Imbuh kakek Hermawan.
Matcha dan kakek Hermawan saling berunding rencana mereka. Sementara diluar sana Milo terus saja mengumpat kesal.
"Kalau saja bukan karena warisan, gue kagak mau ketemu bocah itu!" umpat kesal Milo sambil memukul setir mobilnya. Milo kemudian menekan tombol panggilan yang berada di setirnya. Tombol tersebut sudah disambungkan kedalam ponselnya.
Drrrrtt... Drrrrtt...
"Lisa... kau angkat panggilanku...," gumam Milo. Sayangnya panggilannya tak diangkat oleh Lisa kekasihnya.
"Hisssshhh...," Milo sengaja memukul setirnya lagi, kali ini dia memukul dengan keras. Milo kemudian melajukan kendaraannya dengan kencang agar segera sampai di tempat Lisa. Hanya membutuhkan waktu 15 menit, Milo tiba ditempat Lisa biasanya.
Lisa merupakan salah satu pegawai salah satu toko bunga didekat rumahnya. Lisa hidup bersama kedua orangtuanya yang memiliki kehidupan rumit. Ayahnya seorang pengangguran, pemabuk serta pemain wanita. Ibunya adalah seorang wanita panggilan. Akhir-akhir ini ibunya sedang mengalami gangguan kesehatan, selama itu juga Milo yang membantu keuangan keluarganya. Sayangnya bukannya berterimakasih kedua orang tua Lisa malah memanfaatkan moment ini. Hal itu menjadi tambahan kenapa kakek Hermawan tak pernah mau merestui hubungan cucunya.
Terlihat Lisa keluar toko menggunakan kemeja berwarna putih sedikit transparan sehingga memperlihatkan jelas sesuatu didalamnya. Melihat Milo diluarnya, Lisa buru-buru melambaikan tangannya.
"Cie... Cie...," sorak para teman-teman Lisa.
"Apaan sih kalian... gue kesana dulu," sahut Lisa kemudian menghampiri Milo.
"Sayang... baru jam berapa ini? kenapa kau sudah kemari?" tanya Lisa.
Seperti sebelum-sebelumnya Milo selalu tak bisa marah kepada Lisa. Milo menarik nafasnya dan mengeluarkannya dengan kasar.
"Aku hanya mengkhawatirkanmu," ucap Milo pada akhirnya. Milo menangkup wajah Lisa,
"Kau terlihat sedikit kurus, aku sudah menyuruhmu untuk berhenti bekerja dan menjadi istriku saja, sayangnya kau tak mau mendengarkan...," ucap Milo selalu bisa membuat Lisa tertawa dan tersenyum.
"Kau sangat aneh sayang, bukannya aku menolak tapi aku harus membantu merawat ibu, kasihan ibu kalau sendirian masih dalam keadaan sakit." Sahut Lisa.
"Aku akan membawamu ketempat yang sangat jauh agar orang-orang tak bisa menemukan kita lagi." Milo menarik tubuh Lisa kedalam pelukannya. Kelemahan Milo selalu seperti ini, andai dia tau tujuan utama keluarga Lisa hanya untuk memeras hartanya kemungkinan Milo akan melepaskannya. Sayangnya semua kejahatan orang tua Lisa belum terbongkar.
"Apa kita bawa mamamu berobat ke luar negeri?" tawar Milo.
Lisa mendorong tubuh Milo pelan, "kalau kau membawanya bagaimana dengan pekerjaanku?" tanya Lisa.
"Lagian tuan Hermawan tak mungkin mengizinkan. Jika boleh biar aku dan ibu yang berangkat kesana sendiri. Kau tak usah khawatir karena aku bisa menjaga diri dan ibu." Saran Lisa.
"Tak bisa gitu... aku tak mau melepaskan kau sendirian di negara orang. Aku gak bisa mengizinkan kau pergi sendiri bersama ibu." Protes Milo.
Melihat Milo marah, Lisa mendaratkan ciu*man ke pipi Milo.
CUP!
"Please... jangan marah...,"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments