Bab 3

Salimah berjalan dengan linglung bersama dengan Rino di gandengannya.

Peluh sudah membasahi wajah batita itu karena cuaca yang memang masih terasa panas.

"Mah Ino aus," rengeknya.

"Maafin mamah sayang," lirih Salimah yang lupa menanyakan keadaan putranya karena sibuk memikirkan hidup mereka kedepannya.

Dia yang sejak dulu hanya seorang ibu rumah tangga jelas bingung harus melakukan apa untuk menghidupi anaknya kelak.

Salimah dan Rino berhenti di sebuah kedai pinggir jalan untuk sekedar mengistirahatkan kaki mereka.

Salimah membeli air mineral dan beberapa makanan ringan untuk putranya.

"Ayah ke mana Bun? Kenapa kita ngga pulang ke rumah? Ino cape Bunda," rengeknya.

Salimah hanya bisa menahan sesak mendengar permintaan sang putra.

Tak lama tiba-tiba ada suara seseorang memanggil namanya.

"Salimah!" pekik suara melengking karena keberadaannya yang masih agak jauh.

Salimah menoleh mencari sumber suara. Dia lantas bangkit berdiri saat melihat sahabat lamanya.

"Triya?" balasnya.

Wanita yang di sebut namanya lantas mendekat dan segera memeluk tubuh lusuh Salimah.

"Ya Allah Sal, lama kita ngga ketemu, kamu apa kabar?" sapa Triya haru.

Dengan senyum kaku Salimah menjawab pertanyaan sahabatnya, "Baik Ya, kamu sendiri apa kabar? Udah punya anak berapa?"

Pertanyaan Salimah justru membuat wajah ayu Triya menjadi sendu. Usia pernikahan yang sama dengan Salimah i belum juga di karunia anak.

"Maaf, kalau pertanyaanku membuatmu terluka," sergah Salimah yang tau jika pertanyaannya mungkin menyakiti hati sahabatnya.

Triya sendiri lantas melihat penampilan Salimah juga sebuah koper yang berada tak jauh dari wanita itu.

"Kamu sendiri mau ke mana Sal?" tanya Triya sambil menunjuk koper Salimah menggunakan dagunya.

"Aku ..." Salimah bingung hendak menjawab apa. Sungguh dia malu jika harus menceritakan aibnya.

Lama berteman dengan Salimah sejak sekolah pertama hingga menengah atas membuat Triya sedikit tahu sifat wanita itu.

"Ayo ikut aku, sepertinya kita harus banyak mengobrol!" ajak Triya setengah memaksa.

Triya lantas kembali ke tempat sang suami dan mobilnya terparkir.

Tak lama sebuah mobil berhenti di depan Salimah dan Rino.

"Kenalin Sal ini suamiku namanya Jendral. Asli jendral ini," ucapnya sambil tertawa.

Salimah pun ikut tertawa mendengar gurauan suami istri itu.

"Ke rumahku ya Sal? Aku yakin ada sesuatu yang buruk menimpamu." Seakan tahu keadaan Salimah, tanpa menunggu jawaban Salimah, Triya memilih mengajak sang sahabat ke rumahnya.

Satu jam perjalanan, mereka akhirnya sampai, bahkan Rino sudah tertidur pulas di dalam mobil.

"Maaf ya Sal rumah kami kecil," ucapnya begitu mereka menginjakkan kaki di rumah bergaya minimalis milik Triya dan Jendral.

"Aku kira kamu tinggal di bogor Ya, ternyata di sini?" heran Salimah.

"Suamiku di pindah tugas Ya. Ayo masuk, tidur kan anakmu, kasihan dia kelihatan lelah sekali!" ajak Triya.

Salimah memandang takjub kediaman sahabat masa sekolah menengah atasnya. Rumah minimalis itu terlihat lebih modern di dalamnya.

Terlihat bagaimana penataan perabotnya yang terlihat aestethic.

Triya mengajak Salimah dan Rino ke kamar tamu, sedangkan Jendral sudah masuk ke kamar utama mereka untuk istirahat.

"Maaf Sal, aku penasaran kenapa kamu ada di sana bersama anakmu. Apa kamu mau pergi ke suatu tempat?" tanya Triya penasaran.

Salimah tiba-tiba terisak, mau tak mau dia harus menjelaskan keadaannya pada Triya, sebab pasti sahabatnya itu butuh penjelasan.

Jika memiliki uang ia pasti akan menolak ajakan Triya untuk datang ke rumahnya. Sungguh Salima berada dalam situasi mendesak tadi.

"Aku di usir Ya, maafkan aku kalau merepotkan. Bolehkah aku tinggal barang satu malam di sini Ya? Aku janji besok akan pergi dari sini," pintanya.

Meski dia memegang uang pemberian Tuti dan keluarganya. Namun Salimah belum berani membuka. Sebab dia masih dalam keadaan linglung tadi.

"Ya ampun, boleh-boleh banget Sal. Kalau boleh tau kenapa kamu di usir Sal?"

Salimah menunduk mendengar pertanyaan Triya. Dia merasa dilema, apa harus menceritakan secara gamblang atau tidak.

"Ceritalah, siapa tau aku bisa bantu," paksa Triya.

Wanita itu tak melihat keengganan dari Salimah dan tetap memaksa ibu satu anak itu tetap menceritakan masalahnya.

Dengan terpaksa Salimah menceritakan semua masalahnya.

"Ya, ampun, jadi kamu sama sekali belum tau kabar suamimu?"

Salimah menggeleng. Triya yang merasa iba hanya bisa mengucapkan kata sabar pada sahabatnya.

"Hidup aku juga sama sulitnya Sal," ucap Triya tiba-tiba.

Karena tadi merasa sudah di dengarkan kisah hidupnya. Kini giliran Salimah yang mendengarkan kisah hidup Triya.

"Kamu tau, sudah hampir lima tahun kami menikah, aku tak kunjung hamil. Permasalahannya memang ada padaku, tapi apa itu salahku?"

Triya tiba-tiba menangis, wanita itu juga merasa tertekan dengan semua gunjingan dari keluarga besarnya maupun keluarga suaminya.

"Yang sabar Ya, anak itu memang mutlak kehendak Tuhan, kita tak bisa memaksa. Aku yakin lambat laun mereka juga akan bosan sendiri," jawab Salimah.

Mendengar ucapan Salimah terbesit sebuah ide dalam benak Triya. Dia merasa memiliki harapan. Mungkin semua ketakutannya akan sirna.

.

.

.

Tbc

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!