Anakku Hanya Milikku
Rasa bahagia selepas bertukar kabar dengan sang suami yang tengah berada di luar kota mendadak harus berakhir duka karena kabar mengejutkan dari ibu mertuanya.
Tamparan keras Sri layangkan pada menantunya, hingga membuat Salimah jatuh terduduk.
Salimah yang tengah hamil muda merasakan sakit luar biasa dari dalam perutnya.
"Dasar perempuan pembawa sial! Gara-gara menikah dengan kamu keluarga kami harus menerima kejadian buruk terus!" maki Sri tanpa peduli rintihan Salimah.
"Mah, tolong Imah, perut Imah sakit!" rintih Salimah.
Tak lama darah mengalir dari sela kedua kakinya, membuat Salimah semakin panik.
"Mah tolong Imah, tolong Mah," pintanya memohon.
Sri menatap nanar keadaan menantunya. Bukannya menolong, Sri justru tersenyum puas melihat penderitaan menantunya.
"Syukurlah, lebih baik kamu dan anakmu mati saja!" ucapnya tanpa perasaan.
"Kamu tau, mungkin itu balasan untuk kamu karena sudah membuat Afnan kecelakaan. Aku harap kamu mati dan tak menyusahkan kami lagi."
Salimah yang sedang menahan sakit tak terkira pada bagian perutnya seketika lemas mendengar ucapan mertuanya.
Suaminya ternyata kecelakaan, dia tak menyangka kejadian buruk itu harus di alami suaminya.
Padahal baru beberapa jam tadi mereka saling melepas rindu dengan saling berteleponan, tapi kini dia mendengar kabar sang suami yang tengah terbaring koma.
Karena tak kuat mendengar kabar mengejutkan itu Salimah tiba-tiba ambruk tak sadarkan diri.
Bukannya menolong, Sri justru memilih pergi meninggalkan menantu dan cucunya yang sedang menangis di dekat ibunya.
.
.
Salimah bangun di sebuah ruangan putih dengan wangi karbol yang sangat menusuk hidung.
Dia memegang kepalanya yang berdenyut nyeri. "Aduh," keluhnya.
"Mbah Imah?" panggil seorang wanita yang merupakan tetangga Salimah dan Afnan.
"Tuti?" lirihnya.
"Iya Mbak. Mbak baik-baik aja sekarang. Maaf Dokter enggak bisa menyelamatkan anak dalam kandungan Mbak Imah," jelas Tuti sendu.
Salimah hanya bisa menangis karena kehilangan calon anaknya.
"Rino sama siapa Tut?" dia merasa tak ada putranya di sana, tentu saja dia merasa panik. Jangan sampai ibu mertuanya membawa putra semata wayangnya.
"Mbak Imah tenang aja, Rino ada di rumah sama Mas Rusli."
"Mbak yang ikhlas ya," tiba-tiba Tut merasa tak tega harus menceritakan apa yang terjadi di rumah Salimah.
"Makasih ya Tut," jawab Salimah yang tak mengerti arah pembicaraan Tuti.
"Setelah ini Mbak mau tinggal di mana?" tanya Tuti dengan nada iba.
"Apa maksud kamu Tut? Tentu aja aku akan pulang ke rumah. Coba tolong kamu tanya Dokter kapan Mbak boleh pulang, Mbak harus segera menjenguk mas Afnan," jelas Salimah.
Tuti menitikkan air mata. Dia tak tega harus memberitahukan kenyataan pahit lain pada tetangganya yang dia nilai cukup baik hati ini.
"Kamu kenapa Tuti?" heran Salimah.
"Maafkan Tuti mbak, tapi mbak harus tau. Mbak harus kuat demi Rino," ucap Tuti ambigu.
Salimah mengernyit heran, dia sungguh tak mengerti kenapa Tuti terlihat sekali bingung saat akan menjelaskan sesuatu.
"Ada apa Tut? Tolong bicara yang jelas!" pintanya dingin.
"Saat aku dan Mas Rusli membantu mbak ke rumah sakit. Tadi pagi ibu mertua mbak Imah sudah mengeluarkan barang-barang milik mbak Imah dan Rino. Dia bilang kalau mbak di larang menginjakkan kaki di rumah mbak lagi," jelasnya.
Tuti memang pulang tadi pagi untuk mengambil pakaian ganti milik Salimah, dia tak menyangka jika harus bertemu dengan mertua tetangganya yang dengan kejam justru mengusir Salimah dan Rino.
Tuti bingung bagaimana harus menjelaskan pada Salimah, tapi dia tetap harus memberitahukannya.
Salimah hanya bisa menangis, dirinya menikah dengan Afnan memang tanpa restu dari Sri. Bagi Sri dirinya yang seorang yatim piatu dan berasal dari panti tak layak menjadi menantunya.
Kini dia bingung di mana dia harus tinggal dan bagaimana dia bisa mencari tahu keberadaan suaminya.
Dia sangat takut akan kehilangan Afnan, baginya Afnan adalah dunianya.
Jika lelaki itu pergi lalu bagaimana dia akan menjalani hidupnya dengan Rino.
Tuti tak tega saat melihat Salimah tengah menangis. Ia ingin menawarkan tempat tinggal juga tak berani sebab, rumahnya sendiri sangat kecil.
Rumah milik Salimah dan Afnan memang paling besar di kompleks mereka, sebab Afnan membeli dua kaveling untuk di jadikan satu rumah.
Sedangkan Tuti tinggal bersama kedua orang tuanya juga.
"Makasih ya Tut, kamu mau membantu saya. Coba tanyakan biaya rumah sakit ini, semoga saja uang saya cukup," lirih Salimah.
Dia tau sang mertua tak akan membiarkan dirinya membawa barang-barang berharga miliknya. Untungnya dia memiliki tabungan lain yang dia miliki sejak dulu.
"Baik Mbak, setelah ini Mbak akan tinggal di mana? Maaf kalau saya ngga bisa membantu mbak untuk masalah yang satu ini," sesal Tuti.
"Enggak papa Tut. Aku aja sudah sangat berhutang budi padamu karena telah menyelamatkan nyawaku dan menjaga Rino. Aku harus kuat meminta hakku. Aku mau mencari keberadaan Mas Afnan Tut," jelas Salimah.
Pulang dari rumah sakit, Salimah memilih segera menemui sang mertua di kediamannya.
Sri menyambut dengan raut wajah dingin, tak ada sedikit pun perasaan iba saat melihat wajah pucat menantunya.
Baginya, Salimah adalah pembawa sial, sebab setelah pernikahan putranya dan wanita itu sang suami pergi berpulang dan sekarang putra semata wayangnya sedang terbaring koma akibat kecelakaan.
.
.
.
Tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Katherina Ajawaila
ceritanya bagus Thour, awalnya aja keren, semangat y thour biar sukses selalu✌✌
2023-09-28
0
Ci_Osyih Aenta
semangat kak, novelnya keren
2023-05-04
2
Rosee
semangat thoor sukses selalu buat novelnya 💪
kapan-kapan mampir yuk ke novel aku makasih
2023-05-01
1